Pasar Saham Diprediksi Lebih Cerah pada 2022

IHSG diprediksi bisa tembus 7.600.

Antara/Galih Pradipta
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (19/11). Pasar saham domestik disebut memiliki prospek yang lebih cerah pada 2022.
Rep: Retno Wulandhari/Novita Intan Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar saham domestik disebut memiliki prospek yang lebih cerah pada 2022. Perbaikan penanganan pandemi Covid-19 dan kondisi fundamental yang semakin kuat membuat pasar saham menawarkan peluang pertumbuhan yang baik di tahun depan. 

Baca Juga

"Kami memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada di level 7.600," kata Senior Portfolio Manager Equity MAMI, Samuel Kesuma, Selasa (7/12).

Samuel mengakui pergerakan bursa saham dua tahun terakhir tidak lepas dari sentimen pandemi Covid-19. Pada kuartal pertama 2020, bursa domestik jatuh bersamaan dengan bursa-bursa saham lainnya di Amerika Serikat (AS) ataupun Asia Pasifik dan dari sisi pemulihan.

Namun, situasi dan penanganan pandemi sempat membuat kinerja pasar saham tertinggal. Meski demikian, Indonesia sudah mulai mengejar ketertinggalan dibandingkan bursa-bursa saham negara lain. Selama penambahan jumlah kasus Covid-19 bisa ditekan, menurut Samuel, masih ada ruang bagi Indonesia untuk membuat kinerja positif.

Sejak Oktober 2021, Samuel menjelaskan, investor asing sudah masuk cukup agresif ke perusahaan Indonesia. Samuel optimistis arus masuk investor asing akan terus berlanjut hingga 2022 jika penambahan kasus Covid-19 masih rendah.

Di luar kasus Covid-19, Samuel mengatakan, peluang pertumbuhan di pasar saham cukup bagus seiring dengan kinerja keuangan emiten yang cemerlang. Tahun 2021, emiten bisa membukukan pertumbuhan cukup kuat sebesar 30 persen. Prospek pemulihan ekonomi yang lebih kuat dan resilien mendorong normalisasi pertumbuhan profitabilitas perusahaan ke level yang lebih sehat di tahun depan. 

Selain itu, pertumbuhan pasar saham juga didukung oleh pertumbuhan e-economy yang cerah. E-economy mendorong tingginya minat investor terutama diidukung oleh potensi inklusi pada indeks saham global dan rencana IPO beberapa saham e-economy di 2022.

 

Pada tahun depan, Samuel mengatakan, MAMI mempertahankan posisi overweight pada sektor inti yang mendapatkan manfaat dari perubahan struktural, seperti e-economy, green economy, dan telekomunikasi. Sementara itu, secara selektif MAMI akan mengambil posisi overweight pada beberapa sektor yang menjadi proxy pembukaan kembali ekonomi, seperti finansial, otomotif, dan properti.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah investor pasar modal pada Oktober 2021 mencapai 6,8 juta. Realisasi ini tumbuh dua kali lipat dibandingkan pada 2019 sebanyak 2,6 juta investor. 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan mayoritas investor pasar modal merupakan masyarakat di bawah usia 30 tahun. “Investasi sekarang bisa menggunakan teknologi dari mana saja, jumlahnya kecil-kecil juga bisa. Mayoritas merupakan investor ritel berusia di bawah 30 tahun,” ujarnya saat webinar kuliah umum, Senin (6/12).

Wimboh mengungkapkan dominasi investor muda pada Desember 2020 sebanyak 54,90 persen. Pada Oktober 2021 bertambah menjadi 59,50 persen.

"Tingginya antusiasme tersebut dikarenakan adanya pembatasan mobilitas selama pandemi Covid-19 yang membuat investor muda memilih untuk mengalihkan uangnya ke pasar modal," ucapnya.

Wimboh menilai penanganan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 masih lebih baik dibandingkan krisis pada 1997-1998 dan 2008, karena cukup terbantu dengan kehadiran teknologi.

"Ini suatu laboratorium ekonomi yang 100 tahun lagi belum pasti terjadi, jadi ini tidak kita ciptakan tapi real dan teknologi membantu," ucapnya.

 

Selain itu, penghimpunan dana di pasar modal per November 2021 sebesar Rp 321,8 triliun dari 169 penawaran umum (PU). "Masih terdapat sembilan PU Rp 6,51 triliun yang masih dalam pipeline, diperkirakan target 2021 tercapai," ucapnya.

 
Berita Terpopuler