Kematian Novia, Wujud Buruk Penanganan Kekerasan Perempuan

Kapasitas penanganan kasus kekerasan perempuan masih sangat terbatas.

ANTARA/Irfan Anshori
Peserta aksi menyalakan lilin di dekat foto almarhumah Novia Widyasari saat aksi keprihatinan di Monumen Patung Bung Karno di Kota Blitar, Jawa Timur, Senin (6/12/2021) malam. Aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dari Gerakan Mahasiwa Nasional Indonesia (GMNI) tersebut guna mendesak penanganan kasus pelecehan seksual yang menimpa mahasiswi Novia Widyasari dan mahasiswi Universitas Sriwijaya, dan meminta kepolisian untuk ikut aktif dalam penanganan kasus pelecehan seksual di dalam kampus.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Febrianto Adi Saputro, Wilda Fizriyani

Kematian Novia Widyasari makin membuka tabir tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan di Tanah Air. Hingga kini perkara kekerasan terhadap perempuan masih kerap dianggap bukan sebagai sebuah kejahatan.

Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani mengatakan, penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih sangat lemah. Hal itu ditambah kondisi layanan yang sangat terbatas mengingat kapasitas menghadapi lonjakan pelaporan kekerasan seksual yang semakin tinggi dengan jenis kasus yang semakin kompleks.

"Kondisi layanan yang sangat terbatas, kemudian adanya lonjakan pelaporan kekerasan seksual dengan jenis kasus yang semakin kompleks," kata Andy dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/12). Andy menyebut kematian tragis Novia Widyasari semestinya menjadi pelajaran bagi upaya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan agar ke depannya menjadi lebih baik.

"Kasus ini merupakan alarm keras pada kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia yang membutuhkan tanggapan serius dari aparat penegak hukum, pemerintah, legislatif dan masyarakat," tuturnya.

Andy mengatakan, Novia sebenarnya pernah mengadukan kasusnya kepada Komnas Perempuan pada pertengahan Agustus 2021. "NWR pernah melapor kepada Komnas Perempuan pada Agustus 2021. Kami berupaya mengontaknya dan memang pada akhirnya berhasil berkontak di awal bulan November," kata Andy.

Dia menjelaskan, Komnas Perempuan berhasil menghubungi Novia pada 10 November 2021 untuk memperoleh informasi lebih utuh atas peristiwa yang dialami, kondisi, dan juga harapan korban. Komnas Perempuan telah berupaya menjangkau korban melalui aplikasi WhatsApp dan sempat direspons korban untuk menanyakan prosedur pengaduan. "Juga, melalui telepon, tetapi tidak diangkat," katanya.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengapresiasi sikap  kepolisian yang telah cepat menangkap pelaku pemaksaan aborsi terhadap  Novia Widyasari, Bripda Randy Bagus Hari Sasongko. Ia menilai kepolisian telah menunjukan ketegasannya dalam kasus ini.

"Tentunya kepolisian dalam hal ini sudah cepat dalam menindak dan menangkap Randy Bagus serta menetapkannya sebagai tersangka. Kapolri juga sudah sampai turun tangan langsung dan telah menyatakan bahwa institusinya akan terus mengusut kasus ini, jadi ini tentunya suatu langkah cepat dan tegas dari kepolisian," kata Sahroni dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/12).

Polisi didesaknya harus terus melakukan penyelidikan terkait dugaan tindakan kriminal lainnya yang dilakukan oleh Randy. Hal ini karena adanya indikasi pemaksaan dan pemerkosaan yang dilakukan Randy terhadap korban.

"Walaupun sudah ditetapkan sebagai tersangka atas perilaku aborsi, saya tetap meminta kepolisian untuk terus melanjutkan penyelidikan, jangan sampai berhenti di sini saja. Karena dalam kasus ini ada indikasi pemaksaan dan pemerkosaan yang kemungkinan terjadi. Harus diusut juga itu," ujarnya.

Politikus Partai NasDem itu meminta kepolisian mengumpulkan bukti-bukti terkait. Selain itu kepolisian juga diharapkan mencari tahu sudut pandang dari keluarga korban yang dinilai lebih paham dengan kondisi Novia."Begitu juga dengan berbagai tulisan digital korban yang selama ini beredar," ucapnya.

Sahroni juga menyoroti terkait laporan korban yang diduga diabaikan Propam. Menurutnya jika laporan tersebut benar diabaikan maka hal itu dinilai sangat berbahaya.
 
"Jadi polisi harus mengecek, pasti ada datanya terkait laporan korban. Dilihat siapa bagian yang menangani dan harus dibuka secara terang-benderang. Jadi saya rasa pihak yang terlibat tidak hanya pelaku tapi memang ada pengabaian sistematis. Jadi tolong bisa dicek," tegasnya.

Baca Juga

Viral taggar #savenoviawidyasari - (istimewa/tangkapan layar)



Seorang mahasiswi Novia Widyasari (23 tahun) menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan kekasihnya, seorang polisi. Novia diduga mengalami depresi atas jalinan hubungannya dengan Bripda Randy Bagus Hari Sasongko.

Novia diduga meminum racun jenis potasium dan akhirnya meninggal dunia di dekat makam ayahnya di Mojokerto, Jawa Timur pada 2 Desember 2021. Ia diketahui menjalin hubungan dengan Bripda Randy yang bertugas di Polres Pasuruan sejak 2019.

Pihak kepolisian telah menindak tegas Bripda Randy, melalui pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Kasus Novia menyedot perhatian warganet dan sempat menjadi trending topic di media sosial Twitter.

Universitas Brawijaya (UB) turut menanggapi kasus pelecehan seksual yang dialami mahasiswinya, Novia. Ternyata almarhum Novia juga sebelumnya dilaporkan pernah mendapatkan tindakan pelecehan seksual dari salah satu kakak tingkatnya di UB.

Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UB, Profesor Agus Suman mengaku, Novia memang tercatat sebagai mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris, FIB UB angkatan 2016. Pada awal Januari 2020, Novia sempat melaporkan kasus pelecehan seksual yang pernah dialaminya kepada fungsionaris FIB UB.

Berdasarkan laporan yang diterima, pelaku pelecehan merupakan kakak tingkat Novia di prodi yang sama dengan inisial RAW. Mendengar laporan tersebut, Agus memastikan, FIB langsung menindaklanjutinya. Fakultas langsung membentuk Komisi Etik untuk menangani kasus tersebut.

Setelah dilakukan pemeriksaan, Komisi Etik UB menetapkan RAW terbukti bersalah. Pihak UB langsung memberikan sanksi dan pembinaan kepada pelaku. Kemudian melakukan pendampingan pada Novia dengan pemberian konseling sesuai aturan berlaku.

"Dan pihak FIB UB sangat menjaga kerahasian identitas NWR agar proses akademik berjalan dengan baik," ucapnya saat mengadakan Konferensi Pers (Konpers) di Gedung Rektorat UB, Ahad (4/12).

Pada kesempatan sama, Perwakilan dari Kantor Lembaga Hukum (KLH) UB, Lucky Endrawati menambahkan, Novia mengalami pelecehan seksual secara fisik dan verbal. Tidak ada tindakan perkosaan seperti yang diduga oleh masyarakat umum pada kasusnya dengan RAW.

Sementara itu, Staf Ahli Wakil Rektor III UB, Arif Zainudin menambahkan, kasus pelecehan yang dialami Novia terjadi pada 2017. Kasus tersebut tidak terjadi pada 2020 atau 2021 sebagaimana yang beredar di media sosial. Korban mengalami pelecehan seksual saat mengikuti kepanitiaan Pengenalan Kehidupan Kampus (PKK) mahasiswa baru.

Menurut Arif, korban baru melaporkan kasus tersebut kepada pimpinan pada 2020. Saat itu,  FIB UB langsung membentuk tim kode etik lalu pelaku dikenakan sanksi skor selama satu tahun. "Kemudian juga meminta pertimbangan ke Rektorat, jadi intinya apakah bisa diberlakukan (sanksi tersebut) mengingat pelakunya sudah yudisium," jelasnya.

Perempuan rentan jadi korban kekerasan - (Republika)

 
Berita Terpopuler