FDA Nyatakan Molnupiravir Efektif, Bagaimana Keamanannya?

Masih diperlukan penelitian dan pertimbangan pakar soal keamanan molnupiravir.

EPA
Pil eksperimental Molnupiravir produksi Merck dinyatakan efektif untuk Covid-19 oleh Food and Drugs Administration (FDA).
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) mengumumkan bahwa molnupiravir efektif untuk Covid-19. Namun, saat ini masih diperlukan penelitian dan pertimbangan lebih lanjut dari para ahli mengenai keamanannya, tepatnya terkait risiko atau efek samping pil eksperimental tersebut.

Menurut laporan, pil Covid-19 dari Merck tersebut memiliki efek samping jika digunakan oleh ibu hamil. Ada risiko cacat lahir pada bayi yang ditimbulkan dari konsumsi obat ini.

Ilmuwan FDA mengatakan bahwa tinjauan yang dilakukan terhadap pil Covid-19 Merck mengidentifikasi beberapa risiko potensial. Salah satunya mengenai kemungkinan toksisitas pada janin yang sedang berkembang dan cacat lahir yang diidentifikasi dalam uji praklinis obat pada hewan.

Mengingat risiko-risiko tersebut, FDA akan mengajukan pertanyaan kepada penasihat badan tersebut boleh-tidaknya molnupiravir diberikan kepada ibu hamil atau apakah itu bisa tersedia dalam kasus-kasus tertentu. Di bawah skenario tersebut, hal ini mungkin akan membawa peringatan tentang risiko penggunaan obat selama kehamilan.

Namun, dokter memiliki pilihan untuk meresepkan obat pil Covid-19 Merck dalam kasus-kasus tertentu, di mana manfaatnya bisa lebih besar dibanding dengan risiko bagi pasien. FDA mengatakan bahwa atas pertimbangan keamanan, perusahaan farmasi tersebut setuju untuk tidak menggunakan produk pada anak-anak.

Baca Juga

Dilansir NBC News, selain risiko berat seperti cacat lahir, juga terdapat efek samping ringan dari pil Covid-19 Merck. Sekitar dua persen pasien dilaporkan mengalami diare setelah konsumsi molnupiravir.

FDA juga mencatat bahwa Merck mengumpulkan jauh lebih sedikit data keamanan secara keseluruhan pada pil Covid-19 terbaru ini dibandingkan yang dikumpulkan untuk terapi pengobatan infeksi virus corona jenis baru lainnya. Regulator kesehatan AS ini menyebut bahwa sementara basis data keamanan klinis kecil, tidak ada masalah keamanan utama yang diidentifikasi.

Selain itu, FDA menandai kekhawatiran bahwa obat Merck menyebabkan perubahan kecil pada protein lonjakan (spike protein) khas virus corona, yang digunakan untuk menembus sel manusia. Secara teoretis, badan tersebut memperingatkan, perubahan itu dapat menyebabkan varian baru yang berbahaya.

Aturan pakai molnupiravir. - (Republika)

FDA akan meminta penasihat independen badan tersebut untuk membahas semua masalah itu. Dari sana, diharapkan dapat ditentukan apakah manfaat keseluruhan obat pil Covid-19 dari Merck lebih besar daripada risikonya.

Semua obat Covid-19 yang saat ini disahkan oleh FDA memerlukan suntikan atau infus oleh profesional kesehatan. Jika diizinkan, pil molnupiravir akan menjadi yang pertama dapat digunakan oleh pasien AS di rumah atau secara mandiri untuk meringankan gejala dan mempercepat pemulihan.

Di Inggris, molnupiravir sudah diotorisasi untuk penggunaan darurat. Molnupiravir telah terbukti secara signifikan mengurangi tingkat rawat inap dan kematian di antara orang-orang yang terinfeksi virus corona jenis baru dengan gejala ringan hingga sedang.

Indonesia nantikan molnupiravir
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berharap 600 ribu hingga 1 juta pil molnuvirapir dapat tersedia di Indonesia pada akhir tahun ini lewat pembelian langsung kepada Merck. Dengan begitu, pil tersebut siap untuk digunakan tahun depan.

"Kami masih menunggu terbitnya izin penggunaan darurat dari Food and Drug Administration, diharapkan di awal Desember ini sudah keluar dari sana," katanya dalam konferensi pers evaluasi PPKM yang diikuti dari YouTube Sekretariat Presiden di Jakarta, Senin sore.

Infografis Molupiravir jadi obat covid 19 - (republika)

Menurut Budi, dibutuhkan kesiapan obat-obatan antivirus untuk menangani potensi lonjakan jumlah pasien di rumah sakit. Sebagai bentuk antisipasi gelombang baru, pihaknya mengamankan ketersediaan obat-obatan.

Budi menyatakan, Kemenkes RI terus bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengkaji alternatif obat antivirusCovid-19.

"Kami juga terus mengkaji alternatif obat-obatan lain kalau misalnya ada yang mirip dengan molnuvirapir yang bisa mengurangi risiko untuk masuk rumah sakit dari orang-orang yang terkena kasus konfirmasi," ujar Budi.

 
Berita Terpopuler