MA Tolak Gugatan AD/ART Demokrat, Kubu Moeldoko tak Menyerah

Kubu Moeldoko mengaku justru bersyukur gugatan AD/ ART Demokrat ditolak MA.

ANTARA FOTO/Endi Ahmad
Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Rep: Haura Hafizhah, Febrianto Adi Saputro, Antara Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat yang diajukan oleh Ketua Umum Demokrat versi Moeldoko. Meski begitu, kubu Moeldoko memberikan sinyal belum menyerah.

Baca Juga

"Menyatakan permohonan keberatan HUM dari para pemohon tidak dapat diterima," demikian bunyi amar putusan MA yang dikutip dari laman resmi MA di Jakarta, Selasa (10/11).

Dari laman resmi MA tersebut disebutkan bahwa MA tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus objek permohonan. Sebab, AD/ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

AD/ART partai politik bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal partai politik yang bersangkutan. Selanjutnya, partai politik bukanlah lembaga negara, badan, atau lembaga yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang. Tidak ada delegasi dari undang-undang yang memerintahkan partai politik untuk membentuk peraturan perundang-undangan.

Dalam pendapatnya, MA mengatakan, MA tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus objek permohonan karena AD/ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan. Dalam pokok permohonannya, pemohon Muh Isnaini Widodo dan kawan-kawan mendalilkan AD/ART partai politik termasuk peraturan perundang-undangan. 

Sebab, AD/ART merupakan peraturan yang diperintahkan oleh UU Nomor 2 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 dan dibentuk oleh partai sebagai badan hukum publik. Kemudian, pembentukan AD/ART partai beserta perubahannya juga harus disahkan oleh termohon sehingga proses pembentukannya sama dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.

Tidak hanya itu, pemohon dalam pokok permohonannya mengatakan objek permohonan baik dari segi formil maupun materiil bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Partai Politik, UU PPP, dan Anggaran Dasar Partai Demokrat Tahun 2015. Majelis hakim MA yang memutus gugatan, yaitu Prof Supandi sebagai ketua majelis serta Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono masing-masing sebagai anggota.

 

Menanggapi putusan tersebut, Juru Bicara Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang, Muhammad Rahmad, mengaku pihaknya justru bersyukur Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan judicial review (JR) terkait AD/ ART Partai Demokrat kepengurusan AHY. "Meskipun kami bersyukur dengan penolakan judicial review oleh Mahkamah Agung, kami tetap sangat menghargai upaya hukum judicial review yang telah dilakukan oleh kader Partai Demokrat," kata Rahmad dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Selasa (9/11). 

Rahmad mengatakan, pihaknya juga akan terus memberikan dukungan moral dan semangat kepada kader Partai Demokrat yang menggugat melalui judicial review tersebut untuk terus berjuang mencari keadilan. Menurut dia, Mahkamah Agung memiliki dasar dan pertimbangan hukum untuk menolak JR tersebut.

"Pilihan Mahkamah Agung itu juga kami hargai dan hormati," ujarnya.

Ia menambahkan, dengan ditolaknya judicial review AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 tersebut, gugatan KLB Deli Serdang Nomor 150 di PTUN Jakarta menjadi semakin kuat. Rahmad mengatakan, dalam gugatannya di TUN 150, mereka menggugat Menkumham untuk mengesahkan hasil KLB Deli Serdang dan AD ART Tahun 2021. 

"Jika judicial review tersebut sempat dikabulkan Mahkamah Agung, peluang kubu AHY untuk melakukan perbaikan AD ART di kongres luar biasa (KLB) menjadi terbuka.  Hal tersebut tentu saja akan menimbulkan persoalan baru bagi kami," ujarnya.

"Namun, dengan penolakan MA tersebut, gugatan kami di TUN 150 menjadi makin kuat dan peluang kubu AHY untuk melakukan perbaikan AD ART menjadi tertutup," ujarnya menambahkan.

Rencananya gugatan kubu Moeldoko di TUN 150 sudah masuk tahap kesimpulan pekan depan. Dua minggu ke depan hasilnya sudah akan diketok palu. "Kami optimis dan semoga gugatan kami di TUN 150 dikabulkan seluruhnya oleh hakim TUN," katanya. 

Bukan kali ini saja kubu Moeldoko 'kalah' dari Demokrat kubu AHY. Sebelumnya, pada 18 Oktober lalu, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak gugatan banding yang diajukan Jhoni Allen Marbun terkait keputusan Ketua Umum Partai Demorkat Agus Harimurti Yudhoyono yang memecatnya.

Penolakan ini dinyatakan dalam Putusan PT Jakarta no 547/PDT/2021/PT DKI yang diumumkan melalui Direktori Mahkamah Agung (18/10). Pengadilan Tinggi menghukum Jhoni Allen untuk membayar biaya perkara. 

"Ditolaknya gugatan anak buah Moeldoko ini sebuah keputusan hukum yang tepat, menandakan bahwa keputusan yang diambil oleh Ketua Umum AHY juga tepat dan sudah sesuai dengan undang-undang dan aturan yang berlaku ," kata praktisi hukum Heru Widodo, Kamis (28/10).

Menurut dia, ini kedua kalinya gugatan Jhoni Allen Marbun ditolak oleh pengadilan. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada bulan Mei 2021 lalu sudah menolak gugatan Jhoni Allen atas keputusan Ketum AHY memecat dirinya dari keanggotaan Partai Demokrat. Jhoni Allen dipecat dengan tidak hormat karena turut mendalangi upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat melalui KLB ilegal yang diselenggarakan di Deli Serdang awal Maret lalu.

"Keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ini menegaskan kembali bahwa Jhoni Allen Marbun memang melanggar hukum dan aturan yang berlaku sehingga layak dipecat," katanya.

 

 
Berita Terpopuler