Dulu Matikan Mic, Kini Abaikan Interupsi

PKS mengaku paripurna jadi ruang menyampaikan aspirasi publik sebagai partai oposisi.

ANTARA/Galih Pradipta
Ketua DPR Puan Maharani (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (kanan) saat sidang paripurna di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/11/2021). DPR menyepakati penetapan Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai Panglima TNI setelah melalui uji kepatutan dan kelayakan di Komisi I DPR.
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Ketua DPR Puan Maharani diprotes lagi saat menjadi pimpinan sidang paripurna, Senin (8/11). Sikap dan tindakan Puan sebagai pimpinan sidang mendapat protes karena mengabaikan interupsi anggota DPR di sidang paripurna pengesahan persetujuan panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. 

Kejadian bermula saat anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahmi Alaydroes ingin mengajukan interupsi pada sidang paripurna yang dipimpin Puan Maharani. Fahmi mengajukan interupsi sebelum Puan menutup jalannya sidang paripurna.

"Interupsi pimpinan, interupsi pimpinan," kata Fahmi di ruang sidang paripurna, Senin (8/11). Namun, Puan yang juga politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini bergeming dan melanjutkan menutup sidang.

Baca Juga

"Kami ucapkan terima kasih kepada yang terhormat para anggota dewan dan hadirin sekalian atas ketekunan dan kesabarannya dalm mengikuti rapat paripurna hari ini," kata Puan menutup sidang.

"Saya minta waktu pimpinan interupsi," kata Fahmi mencoba lagi di sela-sela Puan bicara. "Pimpinan saya minta waktu. Pimpinan saya A432 pimpinan," teriaknya.

Puan pun kemudian mengetuk palu tanda berakhirnya sidang. "Bagaimana mau jadi capres," gerutu Fahmi meluapkan kekecewaannya.

Akibat insiden itu, Fraksi PKS menyampaikan protesnya. Anggota Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf, meminta pimpinan DPR menghormati hak anggota dalam menyampaikan interupsi sebagaimana diatur dalam Tata Tertib (Tatib) DPR Tahun 2020 Pasal 256 ayat 6. "Ayat 6-nya dalam rapat paripurna setiap anggota diberi waktu untuk bicara atau mengajukan pertanyaan paling lama lima menit dan bagi juru bicara diberi waktu paling lama yujuh menit dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebijakan ketua rapat," kata Almuzzammil di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/11).

"Poin ini kami bacakan untuk kami mengingatkan kita semua termasuk pimpinan DPR untuk saling menghormati kewajiban tugas dan kewajiban pimpinan sekaligus tugas dan kewajiban anggota bahwa anggota juga punya hak untuk menyampaikan aspirasi tersebut," tegasnya.

Almuzzammil mengimbau agar dalam setiap rapat paripurna, pimpinan DPR merujuk tatib pasal 256 ayat 6 tersebut. Menurutnya paripurna merupakan ruang bagi PKS sebagai oposisi untuk menyampaikan aspirasi publik. "Kami merasakan bukan saja pada hari ini, pada sebelumnya saya juga pernah interupsi soal KPK kemarin soal Alquran dan Pancasila, ada mekanisme yang cenderung untuk dilalui oleh pimpinan untuk tidak memberikan kesempatan para anggota juga anggota kami yang lain," tuturnya.

Ketua Fraksi PDIP, Utut Adianto berkilah, pimpinan DPR sebagai pimpinan sidang berhak untuk tidak menerima interupsi. Menurutnya, Ketua DPR sejak awal mengatakan agenda sidang pada Senin (8/11) yakni hanya satu terkait pengambilan keputusan penetapan hasil fit and proper test calon Panglima TNI yang dilakukan Komisi I.

"Kan sudah (disampaikan). Kan interupsi bisa ditempat lain, supaya kesakralannya bisa terjaga," ujar Utut.

Permohonan maaf

Fahmi Alaydroes sendiri mengaku telah menyampaikan permohonan maaf atas pernyataannya usai pengambilan keputusan hasil fit and proper test calon Panglima TNI. Ia mengatakan hal tersebut mengalir begitu saja.

"Karena rencana yang ingin saya sampaikan sudah saya sampikan dan sengaja di momen paripurna sekarang, karena berkaitan erat dengan pengesahan Panglima, seperti yang tadi saya sampaikan, itu kan bagian yang tidak terpisahkan dari ketahanan negara kita, ingin saya sandingkan dengan ketahanan moral bangsa, begitu tapi kesempatan itu begitu saja tidak diizinkan, maka saya sampaikan protes seperti yang teman-teman sampaikan," ucapnya.

"Tapi hal itu sudah selesai tadi, temen-temen PDIP saya juga sudah minta maaf tapi ini jadi pelajaran besar terutama untuk pimpinan DPR untuk menghargai dan menjamin konstitusi saya sebagai anggota DPR," katanya menambahkan.

Sebelumnya insiden ini, tepat satu tahun lalu, Puan juga disorot ketika memimpin sidang paripurna DPR. Saat itu, Puan mengabaikan interupsi anggota DPR di ruang sidang paripurna dengan mematikan microphone anggota tersebut.

Saat itu, Puan sengaja mematikan microphone anggota fraksi Partai Demokrat Benny K Harman yang protes saat rapat membahas RUU Cipta Kerja. Politikus Partai Demokrat itu mengkritik penyusunan UU Omnibus Law. Namun, di tengah protes yang disampaikannya, tiba-tiba saja suaranya hilang, dan ternyata microphone dimatikan pimpinan DPR.

Microphone anggota DPR mati bahkan terjadi lagi pada Februari 2021. Kejadian ini dialami anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR, Guspardi Gaus. Momen itu terjadi saat rapat paripurna di kompleks gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (10/2).

Sidang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Ketiganya berasal dari PDIP, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Golongan Karya (Golkar).

Ketika Guspardi protes terkait penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, tiba-tiba microphone-nya mati. SKB tersebut mengatur enam keputusan utama pakaian seragam di sekolah negeri. Guspardi tidak bisa menduga siapakah yang mematikan microphone saat ia sedang berbicara.

"Kurang tahu awak (ketua atau wakil ketua yang mematikan mic). Jatah saya bicara lima menit, tapi kata orang yang memvideokan ini, belum lima menit, mic sudah mati," kata Guspardi saat dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (12/2).

 
Berita Terpopuler