Pelan-Pelan Israel Rusak Lingkungan Palestina

Krisis air bersih yang semakin memburuk di Jalur Gaza.

Dok DMI
Iring-iringan truk tanki air membawa air bersih untuk warga di Jalur Gaza Palestina.
Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, Oleh Kamran Dikarma / Rizky Jaramaya / Mabruroh

Dalam konferensi Perubahan Iklim PBB ke-26 atau COP26, di Glasgow, Skotlandia pada Senin (1/11), Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan Israel telah secara sistematis menghancurkan lingkungan Palestina.

Shtayyeh mengungkapkan, selain permukiman ilegal, Israel mencemari lingkungan Palestina dengan tambang dan pusat pembuangan limbah kimia, elektronik, atau padat. Menurutnya, selain menyengsarakan kehidupan warga Palestina, apa yang dilakukan Israel dapat membawa efek negatif berlipat terkait perubahan iklim.

Shtayyeh mengatakan, Israel telah mencabut sekitar 2,5 juta pohon di Palestina sejak 1967. Sebanyak 800 ribu di antaranya adalah pohon zaitun.

“Mereka yang melihat peta modern Palestina menyaksikan bagaimana lingkungan telah dihancurkan secara sistematis,” katanya, dikutip laman Anadolu Agency, Selasa (2/11).

Dia mengungkapkan, persediaan air tahunan Palestina sekitar 800 juta meter kubik. Namun Israel telah mencuri 600 juta meter kubik di antaranya. “Ini bagian dari kebijakan kolonialis sistematis Israel untuk mengubah tanah kami menjadi gurun dan merebutnya,” ujar Shtayyeh.

Tak hanya itu, sumber air pun telah tercemar karena menjadi terlalu asin. Pencemaran terutama terjadi di jalur Gaza. Pengungsi dari kamp pengungsi Al-Shati Falesteen Abdelkarim (36 tahun) mengatakan meski memiliki akses untuk menggunakan air keran tiga kali seminggu, tetapi air di daerahnya tidak bisa diminum.

“Rasanya seperti berasal dari laut.  Kami tidak bisa menggunakannya untuk minum, memasak, atau bahkan mandi. Bahkan terkadang air itu bercampur dengan limbah,” kata Falesteen Abdelkarim (36 tahun) dari kamp pengungsi Al-Shati dilansir Aljazirah, Rabu (13/10).

Sementara itu, Muhammad Saleem (40 tahun) dari lingkungan Al-Sheikh Redwan di Gaza utara, mengatakan, upaya dia untuk menumbuhkan kebun di rumahnya telah gagal. Dia mengatakan, air yang tercemar membuat tanamannya menjadi kering dan mati.

“Semua tanaman saya mengering dan mati karena salinitas air yang tinggi dan klorida yang tinggi,” ujar Saleem.

Saleem menambahkan, dia tidak mungkin menggunakan air keran kota untuk minum, memasak, atau kebutuhan lainnya. “Jika tanaman mati karena air ini, bagaimana dengan tubuh manusia?" ujarnya.

Organisasi hak asasi manusia telah memperingatkan krisis air bersih yang semakin memburuk di Jalur Gaza. Pada sesi ke-48 Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Senin (11/10) lalu, Institut Global untuk Air, Lingkungan dan Kesehatan, serta Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania mengatakan, air di Gaza tidak dapat diminum dan secara perlahan telah meracuni warga.

"Blokade Israel telah menyebabkan kerusakan serius keamanan air di Gaza, dan membuat 97 persen air terkontaminasi. Penduduk dipaksa untuk menyaksikan anak-anak dan orang yang mereka cintai mengalami keracunan," ujar pernyataan bersama sejumlah organisasi hak asasi manusia.


Seorang ahli air yang berbasis di Gaza, Ramzy Ahel, mengatakan, pembicaraan tentang krisis air dimulai pada 2012, ketika PBB mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Gaza akan menjadi tempat yang tidak layak huni pada 2020. Sembilan tahun sejak pembicaraan krisis air dimulai, angka dan statistik menunjukkan fakta mengerikan tentang situasi air di Jalur Gaza.

“Semua strategi pembangunan ditunda, dan satu-satunya akuifer dari jalur tersebut telah lumpuh selama bertahun-tahun.  Tidak ada alternatif, tidak ada sungai atau lembah di Jalur Gaza untuk menghentikan krisis air," ujar Ahel.

Menurut Euro-Med Human Rights Monitor yang berbasis di Jenewa sekitar 97 persen air di Gaza telah terkontaminasi.

"Situasi ini diperparah oleh krisis listrik akut yang menghambat pengoperasian sumur air dan pabrik pengolahan limbah, yang menyebabkan sekitar 80 persen limbah Gaza yang tidak diolah dibuang ke laut sementara 20 persen meresap ke air bawah tanah," kata LSM tersebut.

Data terbaru menunjukkan sekitar seperempat dari penyakit yang menyebar di Gaza disebabkan oleh polusi air. Sebanyak 12 persen dari kematian anak-anak dan bayi terkait dengan penyakit usus yang berhubungan dengan air yang terkontaminasi.

“Penduduk sipil yang dikurung di daerah kumuh beracun sejak lahir sampai mati dipaksa untuk menyaksikan keracunan lambat anak-anak dan orang-orang terkasih mereka oleh air yang mereka minum dan kemungkinan tanah tempat mereka memanen, tanpa henti, tanpa perubahan yang terlihat,” Muhammad Shehada, kepala program dan komunikasi kelompok itu, mengatakan dalam pernyataan lisan yang dibuat pada sesi ke-48 Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC).

 
Berita Terpopuler