Tinggalkan Hanura, Gede Pasek Pimpin Partai Loyalis Anas

Gede Pasek menjadi ketua partai yang didirikan loyalis Anas Urbaningrum.

Republika/Tahta Aidilla
I Gede Pasek Suardika.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gede Pasek Suardika dipercaya untuk memimpin Partai Kebangkitan Nusantara, setelah mengundurkan diri dari posisi Sekretaris Jenderal Partai Hanura. Partai Kebangkitan Nusantara didirikan oleh para loyalis Anas Urbaningrum.

Baca Juga

"Sebenarnya begitu mendengar seringnya ide dan gagasan politiknya dihambat sehingga tidak bisa maksimal, Kami sudah meminta GPS (Gede Pasek Suardika) untuk keluar saja dan merintis dari nol dan lebih sehat," ujar inisiator PKN, Sri Mulyono lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (30/10).

Sri Mulyono menjelaskan, awalnya Pasek merasa berat untuk meninggalkan Partai Hanura karena telah memiliki jalinan yang erat dengan para kader. Namun, pihaknya melihat potensi dan pemikiran yang perlu dituangkan dalam partai politik.

"Begitu bersedia, GPS meminta ide gagasan politik kebangsaan yang diimpikan bisa dijadikan tulang punggung perjuangan, maka lahirlah Partai Kebangkitan Nusantara," ujar Sri Mulyono.

Setelah mendapatkan keputusan tersebut, mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat langsung bergerak untuk menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk mendirikan PKN. Struktur kepenguruan di tingkat pusat dan daerah tengah digodok oleh pihaknya.

"Saya yang gembira bisa bersama GPS bangun partai. Banyak teman eks Demokrat, Hanura, serta para aktivis PPI, dan alumni Cipayung plus yang sudah tahu kapasitasnya langsung meminta bergabung," ujar Sri Mulyono.

 

Sebelumnya, Gede Pasek Suardika menyatakan mengundurkan diri dari posisi sekretaris jenderal Partai Hanura. Hal tersebut tertuang dalam surat terbuka pengunduran dirinya tertanggal 28 Oktober 2021.

"Surat resmi ini merupakan kelanjutan penyampaian secara lisan saya kepada Ketua Umum di waktu sebelumnya," tulis Pasek dalam surat tersebut, Jumat (29/10).

Ia menjelaskan, perpolitikan Indonesia selalu berjalan dinamis. Adapun dalam politik, mengambil pilihan diibaratkannya seperti buah simalakama, yang berarti memiliki konsekuensi.

"Sehingga jika itu tidak bisa berjalan, maka perlu ladang pengabdian baru dilakukan, dan di sisi lain, perlu diberikan kesempatan yang lain untuk mengisi jabatan yang ditinggalkan," ujar Pasek.

 
Berita Terpopuler