India dan Titik Nadir Kebebasan Beragama

Situasi kebebasan beragama dinilai terus memburuk di India.

AP/Mahesh Kumar A
Muslim berpartisipasi dalam prosesi untuk menandai Idul Fitri, peringatan kelahiran Nabi Muhammad, di Hyderabad, India, Selasa, 19 Oktober 2021.
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, BOSTON -- Ketua Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF), Nadine Maenza menyampaikan pandangannya ihwal kebebasan beragama di India. Dia terbilang vokal dalam menentang situasi kebebasan beragama yang terus memburuk di India.

Baca Juga

Menurut Maenza, kondisi kebebasan beragama di India sangat memprihatinkan. Pemerintah India, yang dipimpin oleh Partai Bharatiya Janata (BJP), mempromosikan kebijakan nasionalis Hindu yang mengakibatkan pelanggaran kebebasan beragama yang sistematis, berkelanjutan, dan berat yang berdampak negatif terhadap komunitas agama non-Hindu, termasuk Muslim, Kristen, Sikh, Dalit dan Adivasis (pribumi).

"Aturan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan yang kontroversial (CAA), yang dikombinasikan dengan Daftar Warga Nasional (NRC), berisiko mencabut hak Muslim di seluruh negeri (India)," tutur dia dalam wawancaranya kepada Aljazeera, Jumat (29/10).

Karena, kebijakan tersebut justru menyediakan jalur kewarganegaraan bagi non-Muslim dari negara tetangga Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan tetapi tidak memiliki solusi bagi Muslim yang terjebak dalam kebijakan NRC itu.

"Mereka yang tidak dapat membuktikan kewarganegaraannya melalui dokumentasi dapat dikenakan status tanpa kewarganegaraan, deportasi, dan bahkan penahanan," kata Maenza.

 

 

Dia melanjutkan, karena faktor sosial ekonomi, banyak orang yang tidak dapat memberikan bukti kewarganegaraan melalui dokumentasi. Akibatnya, sekitar 1,9 juta orang dikeluarkan dari daftar warga negara asli di negara bagian Assam. pada 2019. Mayoritas korbannya adalah Muslim. Sedangkan umat Hindhu yang tidak termasuk warga negara asli di negara bagian tersebut, kemungkinan besar akan dilindungi melalui kebijakan CAA 2019.

Maenza juga prihatin dengan tindakan keras pemerintah India terhadap masyarakat sipil. Apalagi ada potensi penyalahgunaan kebijakan melalui Unlawful Activities Prevention Act (UAPA) dan Financial Contribution Regulation Act (FCRA). Ini memungkinkan pemerintah India untuk membungkam atau membatasi setiap individu dalam melaporkan dan memerangi penganiayaan agama.

Meski pemerintah India telah mengabaikan laporan yang disampaikan USCIRF, Maenza menegaskan, pihaknya akan terus menjadi suara yang independen yang tidak terpengaruh oleh reaksi pemerintah India. "Kami mendapat amanah untuk memantau kondisi kebebasan beragama dan membuat rekomendasi kebijakan kepada pemerintah AS," katanya. 

Sejauh ini, Maenza menuturkan, USCIRF dalam laporan tahunan 2021 telah merekomendasikan agar Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri terus mengangkat masalah kebebasan beragama dalam hubungan bilateral AS-India. Kongres AS juga harus menyoroti masalah tersebut melalui audiensi, pengarahan, surat, dan delegasi Kongres.

 

 

 
Berita Terpopuler