KH Ma'shum Sufyan Sang Pendidik dari Gresik (III)

KH Ma'shum Sufyan aktif dalam dunia dakwah, pendidikan, dan pergerakan.

google.com
Santri tempo dulu tengah mengaji.
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID,  Hingga akhir hayatnya, KH Ma'shum Sufyan tidak hanya aktif dalam dunia dakwah dan pendidikan, tetapi juga pergerakan. Ia berkiprah melalui organisasi Nahdhatul Ulama (NU). Pada masa penjajahan dan revolusi nasional, sang alim pun turut serta mengorbankan pikiran, tenaga, dan hartanya di jalan jihad.

Baca Juga

Diceritakan bahwa suatu waktu tersiar kabar. Pasukan kolonial Belanda sudah memasuki wilayah Desa Sembayat, Manyar, Gresik. Para tokoh daerah setempat pun mengadakan musyawarah kilat. Mereka berembuk untuk menyepakati cara menghadapi musuh.

Kiai Ma'shum pun menyarankan, para laskar dan gerilyawan agar terus mempertahankan daerah Sembayat. Pertahanan terbaik, lanjutnya, ialah dengan jalan menyerang gerilya. Usulan itu diterima seluruh hadirin.

Setelah itu, Kiai Ma'shum mengumpulkan para pemuda yang siap bergerilya. Di antara mereka ialah M Ali dan Fadlun. Namun, sayangnya tidak banyak catatan sejarah yang menjelaskan tentang detail peristiwa tersebut.

Kiai Ma'shum memang termasuk kiai yang memiliki karisma luar biasa. Ia merupakan salah seorang konseptor perjuangan Islam yang memberikan corak kehidupan masyarakat sampai akhir hidupnya. Pada Ahad Kliwon 25 Rabiul Awwal 1411 H/14 Oktober 1990, tokoh ini berpulang ke rahmatullah.

 

 

Jalan kehidupannya patut menjadi cermin bagi kaum Muslimin kini.Kepribadiannya bersahaja. Sebagai pendidik umat, dirinya berwawasan luas dan memiliki kedalaman ilmu. Dengan konsisten, Kiai Ma'shum mendidik para santrinya agar menjadi generasi yang terpelajar.

Sebagai seorang kiai pemimpin pesantren, Kiai Ma'shum bukan hanya sebagai guru agama yang pintar dalam ilmu-ilmu, melainkan juga teladan. Oleh karena itu, masyarakat banyak yang meminta petuah serta nasihatnya tentang berbagai persoalan hidup.

 

Kepada para santrinya, Kiai Ma'shum sering berpesan, hendaknya mereka hidup bagaikan beras. Maknanya, dibutuhkan semua orang. Kalau tidak bisa begitu, maka hiduplah seperti obat.Adanya memang terkadang saja dibutuhkan, tetapi sekalinya diperlukan maka sifatnya genting. 

 
Berita Terpopuler