KH Hasan Gipo, Ketum Tanfiziyah Pertama NU (II)

Kiai Hasan Gipo memegang amanah sebagai ketua tanfidziyah NU sekitar dua tahun.

Nahdlatul Ulama
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Para pendiri NU langsung melakukan konsolidasi struktural begitu organisasi itu terbentuk. Dalam sebuah rapat di kawasan Bubutan, Surabaya, Kiai Hasbullah mengusulkan nama KH Hasan Gipo untuk masuk dalam kepemimpinan jam'iyah ini. Usulan tersebut langsung disambut baik Kiai Hasyim Asy'ari.

Baca Juga

Penunjukannya sebagai ketua tanfidziyah NU mendapat semacam perlakuan khusus. Pasalnya, sosok Kiai Hasan Gipo termasuk yang limited edition. Sebab, dirinya tidak hanya menguasai ilmu umum terutama yang didapatinya sewaktu mengenyam pendidikan di sekolah Belandatetapi juga ilmu agama yang kuat.

Ia juga dikenal sebagai satu-satunya orang NU saat itu yang cakap membaca dan menulis dengan huruf Latin. Kiai Hasan Gipo memegang amanah sebagai ketua tanfidziyah NU sekitar dua tahun. Pada Muktamar Ketiga NU di Semarang, Jawa Tengah, posisinya digantikan oleh KH Noor asal Sawah Pulo, Surabaya.

Selama memimpin NU, Kiai Hasan tidak meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Malahan, bisnisnya terus berkembang pesat. Cakupannya tidak hanya perdagangan bahan makanan, tetapi juga sektor properti. Ia memiliki banyak kompleks perumahan, pertokoan, dan pergudangan yang sering kemudian disewakannya

Dengan keuntungan bisnisnya, ia pun menyumbang banyak ke NU. Misalnya, tatkala organisasi tersebut hendak mengadakan muktamar atau sosialisasi dan pengembangan ke daerah-daerah. Antara lain berkat sokongan dana dari Kiai Hasan, jam'iyah ini pun bisa berkembang sa ngat cepat.

Pada tahun kedua berdirinya, NU telah menyebar dari Surabaya ke mayoritas kota besar di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Bahkan, pada tahun kelima sejak pembentukannya organisasi masyarakat (ormas) itu telah memiliki cabang di Jawa Barat, Kalimantan, dan Singapura.

 

 

Melawan komunis

Kiprah Kiai Hasan tidak hanya dalam penguatan finansial, tetapi juga tindakan. Untuk diketahui, masyarakat Muslim saat itu juga meng hadapi tantangan dari kaum komunis. Tokoh paham komunisme kala itu antara lain Muso, bekas murid HOS Tjokroaminoto yang pernah cukup lama tinggal di Uni Soviet. Tak jarang, Musso membuat propaganda publik tentang ateisme dan materialisme.

Mendengar itu, kaum Muslimin gempar. Kalangan alim ulama mengecam keras agitasi Musso. Di samping KH Hasbullah, Kiai Hasan termasuk yang berupaya melawan paham komunisme dengan berbagai argumentasi yang tepat dan cerdas. Tambahan pula, ia dikenal sebagai 'singa podium' karena pandai berorasi. Penampilannya pun gagah sehingga memukau banyak orang. 

Musso sendiri lebih sering mengumbar kata-kata tanpa dalil, bahkan logika. Tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) ini cenderung larut dalam debat kusir yang semata-mata mendiskreditkan lawan bicara. Beliau (KH Hasan Gipo) menan tang tokoh-tokoh PKI untuk berdiri di rel kereta api guna membuktikan keberadaan Tuhan dan hari akhir. Namun, saat kereta api datang jus tru tokoh-tokoh PKI kabur ketakutan, kata ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur Sholeh Hayat.

Musso yang biasanya tampil beringas dalam menghabisi lawan-lawan debatnya kini hanya diam membisu. Melawan Kiai Hasan, figur komunis itu bagaikan seekor kucing di hadapan macan. Kelak, Musso mati sesudah pemberontakan PKI berujung kegagalan di Madiun, Jawa Timur.

Pada 1948, PKI mengumumkan proklamasi Republik Soviet Indonesia sembari menolak kepemimpinan Dwitunggal Sukarno-Hatta. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan dukungan kaum santri bergerak cepat dalam menumpas kudeta tersebut. Dari wilayah Trenggalek, TNI terus memburu para perusuh. 

 

Adapun KH Hasan Gipo wafat sebelumnya, tepatnya pada 1934. Kepergian sosok yang terus berkhidmat dalam NU hingga tutup usia itu menyisakan duka mendalam. Jenazah bapak tiga orang anak itu dikebumikan di kompleks permakaman Sunan Ampel, Surabaya.

 
Berita Terpopuler