KH Abdurrahman Syamsuri Sesepuh Pesantren Muhammadiyah (III)

KH Abdurrahman Syamsuri konsisten mengabdikan dirinya untuk syiar Islam.

Dok Istimewa
KH Abdurrahman Syamsuri
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, KH Abdurrahman Syamsuri (1925-1997) merupakan seorang tokoh dalam sejarah Persyarikatan Muhammadiyah. Kiprahnya terutama dikenang masyarakat Jawa Timur, khususnya Lamongan dan sekitarnya.

Baca Juga

Sepanjang hayatnya, sosok yang pernah berguru kepada Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari itu konsisten mengabdikan dirinya untuk syiar Islam. Dalam semangat jihad pula, perjuangannya ditujukan kepada kemerdekaan Indonesia.

Saat masih nyantri di pondok pesantren yang diasuh KH Mohammad Amin Musthofa, Abdurrahman muda turut serta di medan juang. Waktu itu, seluruh bangsa baru saja merasakan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Berbagai elemen berusaha mempertahankan kedaulatan negeri.

Di Lamongan, Jawa Timur, Abdurrahman turut serta dalam Laskar Hizbullah. Bahkan, dirinya sampai menjadi komandan laskar tersebut. Dalam hal ini, ia mendapatkan dukungan penuh dari Kiai Amin Musthofa serta para santri setempat.

Pada 25 Oktober 1945, masyarakat Jawa Timur mendapatkan kabar bahwa tentara Sekutu mendarat di Surabaya. Kiai Amin segera menggelar rapat bersama para kiai di daerah Blimbing, Paciran. Maka, diputuskanlah untuk mengirimkan sejumlah anggota laskar Hizbullah Paciran ke Surabaya. Tujuannya untuk ikut mengadang gerak pasukan musuh yang saat itu dikomandoi Brigadir Jenderal AWS Mallaby.

 

 

Beberapa pekan kemudian, tepatnya pada 10 November 1945, pertempuran besar pun pecah di Surabaya. Bersama dengan Kiai Amin, Abdurrahman turut serta dalam barisan pejuang. Dengan gigih, dirinya bertempur untuk mengusir kekuatan yang hendak menjajah kembali Bumi Pertiwi. Waktu itu, usianya baru 20 tahun.

Kepercayaan Kiai Amin begitu besar kepada Kiai Abdurrahman hingga Kiai Amin menjodohkan dengan salah satu putrinya yang bernama Rahimah. Perempuan ini pernah belajar di Pondok Kranji, sama seperti dirinya. Pada 1949, Kiai Amin meninggal dunia. Meskipun pernikahan dengan Rahimah tidak bertahan, dirinya tetap menjalin hubungan kekerabatan dengan keluarga besar almarhum.

Bahkan, Kiai Abdurrahman akhirnya menikahkan salah satu putrinya, Zakiyah, dengan putra Kiai Amin yang bernama Muhammad Sabiq. Jejak perjuangannya juga tampak pada peristiwa menjelang runtuhnya Orde Lama. Waktu itu, rezim Sukarno begitu dekat dengan Partai Komunisme Indonesia (PKI).

Belakangan, pecah pemberontakan G30S/PKI pada 30 September 1965. Di berbagai daerah, militer, khususnya Angkatan Darat, meminta bantuan kepada kalangan pesantren untuk memadamkan dampak kup itu. Di Lamongan, Kiai Abdurrahman menjadi ketua komando strategi yang bertujuan melawan sisa-sisa kekuatan PKI setempat.

 

Pondok Pesantren Karangasem yang diasuhnya juga difungsikan sebagai salah satu pusat mobilitas pejuang dalam menghadapi keganasan kaum komunis di wilayah Pantai Utara Jawa. 

 
Berita Terpopuler