Jutaan Orang di AS Masuk Islam Usai Tragedi 9/11

Banyak orang Amerika belajar mengenal Islam usai tragedi 9/11.

AP/Shafkat Anowar
Sejumlah umat Muslim melaksanakan shalat tarawih di Pusat Komunitas Muslim Chicago, Senin (12/4). Umat Muslim di AS tergolong multietnis dan nasionalitas. Tercatat jumlah umat Muslim Chicago mencapai angka 350 ribu jiwa atau lima persen dari populasi. Terdapat pula penganut Islam yang merupakan warga kulit putih AS dan Hispanik (keturunan latin). Namun, sejak lama Chicago terkenal sebagai wilayah konsentrasi kaum Muslim Afro-Amerika. Meski berbeda bahasa, adat maupun budaya, akan tetapi dalam beberapa kesempatan, terutama pada ibadah shalat serta aktivitas Ramadhan, satu sama lain akan menanggalkan perbedaan untuk bersatu di bawah panji kitab suci Alquran dan sunnah Nabi. Umat Muslim Chicago benar-benar menikmati perbedaan yang ada dan mempererat tali ukhuwah di saat bersamaan. (AP Photo/Shafkat Anowar)
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Serangan 11 September di Amerika Serikat oleh para ekstremis mengakibatkan beberapa hal. Sebab, setelah itu, banyak orang Amerika yang pertama kali mengenal Islam, dan justru memilih untuk masuk Islam.

Baca Juga

Misalnya, dalam rentang 2000 hingga 2010, Muslim di AS tumbuh dari sekitar 1 juta menjadi 2,6 juta. Ini menunjukkan kenaikan 67 persen dan menjadikannya agama dengan pertumbuhan tercepat di Amerika Serikat, menurut Sensus Agama non-pemerintah AS.

Pada 2017, jumlah Muslim di AS diperkirakan mencapai 3,45 juta menurut riset Pew Research. Terlepas dari pertumbuhan ini, Muslim di Amerika Serikat hanya mewakili sekitar 1 persen dari populasi AS pada 2020, menurut temuan Lembaga Penelitian Agama Publik.

Sebagai perbandingan, orang Kristen membentuk sekitar 70 persen dari populasi, sementara 23 persen orang Amerika mengatakan mereka tidak berafiliasi dengan agama atau diidentifikasi sebagai ateis atau agnostik.

Dalam pemilihan AS 2020, CGTN mewawancarai aktivis Ohio dan Delegasi Konvensi Nasional Demokrat Cynthia Cox Ubaldo, yang masuk Islam setelah 11 September. Ubaldo mengatakan dia tertarik pada Islam saat dia meneliti serangan teroris oleh ekstremis Muslim.

 

 

Ketika dia belajar lebih banyak tentang prinsip-prinsip agama, dia menyadari bahwa itu adalah kebalikan dari apa yang diyakini oleh para teroris yang berpartisipasi dalam serangan 11 September. Setelah masuk Islam, Ubaldo menghadapi beberapa contoh diskriminasi, dan bahkan penyerangan, karena kepercayaan dan pakaiannya.

Lebih dari setengah orang dewasa Amerika yang disurvei oleh Pew Research pada 2019 merasa bahwa Muslim banyak didiskriminasi, dan 82 persen mengatakan Muslim menghadapi beberapa diskriminasi.

Profesor Ihsan Bagby dari Universitas Kentucky mengatakan, diskriminasi hanya membangun ketahanan di kalangan Muslim. "Anda menjadi lebih kuat dengan perlawanan. Saya pikir atmosfer anti-Muslim di segmen tertentu dari alun-alun sebenarnya telah membuat Muslim lebih religius," katanya.

Analis Data untuk Sensus Agama AS Dale Jones juga mengatakan, penganiayaan terkadang baik untuk kelompok agama dalam mendapatkan lebih banyak mualaf. "Jarang sekali oposisi menjadi alat yang sangat efektif dalam menghentikan pertumbuhan sebuah gerakan," kata Jones.

Sebagai seorang Muslim Amerika, Cynthia Cox Ubaldo mengatakan kepresidenan Donald Trump telah mendorong sentimen anti-Muslim yang lebih besar, dan dia merasakannya secara pribadi.

 
Berita Terpopuler