Mengapa Pasien Covid-19 Sampai Alami Gejala Neurologis?

Studi molekuler ungkap penyebab gejala neurologis yang dialami pasien Covid-19.

Republika/M Syakir
Brain fog setelah sembuh dari Covid-19 (ilustrasi). Kondisi tersebut makin banyak ditemukan pada pasien Covid-19 dengan gejala berat.
Rep: Idealisa Masyrafina Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi molekuler paling komprehensif terkini tentang jaringan otak dari orang yang meninggal karena Covid-19 memberikan bukti yang jelas bahwa SARS-CoV-2 menyebabkan perubahan molekuler pada otak. Hal itu membantu menjelaskan penyebab 80 persen pengidap Covid-19 yang dirawat di rumah sakit sampai mengalami gejala neurologis.

"Ciri yang ditinggalkan virus di otak menunjukkan adanya peradangan hebat dan terganggunya sirkuit otak, menyerupai ciri yang telah diamati pada penyakit Alzheimer, Parkinson, atau penyakit neurodegeneratif lainnya," kata penulis senior Tony Wyss-Coray, PhD, profesor neurologi dan ilmu saraf dari Stanford School of Medicine di Amerika Serikat, dikutip dari Medscape Medical News, Kamis (19/8).

Baca Juga

Wyss-Coray mengungkapkan, sepertiga orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala neurologis, termasuk kabut otak, masalah memori, dan kelelahan. Semakin banyak orang memiliki gejala seperti itu lama setelah pulih dari infeksi virus. Fenomena ini dikenal sebagai long-Covid.

"Namun, kita selama memiliki pemahaman yang sangat sedikit tentang bagaimana virus menyebabkan gejala-gejala ini dan apa pengaruhnya pada otak pada tingkat molekuler," ujarnya.

Stanford School of Medicine bekerja sama dengan Saarland University di Jerman untuk membandingkan sampel jaringan otak dari delapan pasien yang meninggal karena Covid-19 dengan 14 kontrol. Peneliti menggunakan pengurutan RNA sel tunggal dalam risetnya.

Tak ada satupun pasien yang mengalami gejala klinis kerusakan neurologis sebelum kematiannya. Memang tak ada bukti keberadaan virus SARS-CoV-2 di otak, namun peneliti menyingkap adanya penanda peradangan parah pada jaringan otak pasien yang diteliti.

Infografis Gejala Neurologis dan Kejiwaan Covid-19 - (republika.co.id)

Tampak ada perubahan mencolok pada jenis sel apapun yang dipelajari di otak. Perubahan signifikan pada otak itu jelas terlihat ketika dibandingkan dengan sampel jaringan otak dari kelompok kontrol yang meninggal karena penyebab lain.

Normalnya, tak ada sel-T pada otak. Namun, sel-T yang merupakan bagian dari sistem imun tampak berlimpah di otak pasien Covid-19 yang telah meninggal.

Perubahan pada otak Covid-19 menunjukkan tanda-tanda peradangan, komunikasi sel saraf abnormal, dan neurodegenerasi kronis. Di seluruh jenis sel, gangguan Covid-19 tumpang tindih dengan gangguan otak kronis dan berada dalam varian genetik yang terkait dengan kognisi, skizofrenia, dan depresi.

"Infeksi virus tampaknya memicu respons inflamasi di seluruh tubuh hingga menyebabkan sinyal inflamasi yang melintasi sawar darah-otak pada gilirannya justru dapat 'mematikan' penanda peradangan saraf di otak," kata Wyss-Coray.

Temuan yang dipublikasikan di jurnal Nature ini dapat membantu menjelaskan insiden kabut otak, kelelahan, dan gejala neurologis maupun psikiatri lainnya terkait long-Covid. Wyss-Coray menyebut, kemungkinan pasien Covid-19 yang mengalami gejala neurologis atau dirawat di rumah sakit, juga memiliki penanda (markers) peradangan di otaknya sama seperti yang ditemukannya pada pasien Covid-19 yang meninggal.

 
Berita Terpopuler