KH Abdurrahman Syamsuri Sesepuh Pesantren Muhammadiyah (I)

Keteguhan hati dan sikap Kiai Abdurrahman semakin kokoh sebagai pengasuh pesantren.

Dede/SM
Pesantren (Ilustrasi)
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Nama lengkapnya adalah KH Abdurrahman Syamsuri bin Syamsuri bin Fadhil bin Sholeh bin Syahid bin KH Idris bin Kasno. Tokoh karismatik ini lahir dari keluarga santri di Desa Paciran, Lamongan, pada 1 Oktober 1925.

Baca Juga

Kakeknya bernama Kiai Idris, seorang dai yang cukup terkenal di Kecamatan Paciran. Adapun ayahnya, Kiai Syamsuri, merupakan seorang guru agama yang juga bermata penca harian sebagai petani. Ibunya, Walijah, merupakan seorang pedagang kecil sekaligus petani.

Kedua orang tuanya berperan sangat besar dalam mendidik Abdurrahman kecil. Tak mengherankan bila anak lelaki itu pada akhirnya menjadi seorang ulama hebat. Abdurrahman merupakan putra kedua dari tujuh ber saudara. Ia dipandang memiliki keunikan dibandingkan saudara-saudaranya. Tidak hanya cerdas, dirinya juga berkemauan keras untuk konsisten belajar ilmu-ilmu agama.

Hal itu dibuktikannya dengan pengembaraannya dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Rihlah tersebut tidak hanya mengajarkan sikap disiplin dalam menuntut ilmu, tetapi juga pembentukan karakter. Sebagai contoh, ia sering berpuasa untuk menyia sati minimnya kiriman yang diterima dari orang tuanya.

 

 

Tatkala usianya baru 15 tahun, Abdurrahman telah menghafal belasan juz Alquran. Proses hafalan itu pun dilaluinya dalam waktu tujuh bulan. Tidak hanya mendapatkan pengajar an agama dari ayah, ibu, dan kakeknya. Ia juga mengenyam pendidikan lembaga formal di Madrasah Islam Paciran (MIP) pada 1935. Begitu lulus dari sana, dirinya mulai berpisah dari orang tuanya karena menjadi santri kelana.

Perjalanannya menempuh sejumlah pesantren di tanah Jawa. Pertama-tama, anak lelaki ini menjadi santri di Pondok Pesantren Kranji yang diasuh oleh KH Mushtofa Abdul Karim (1871- 1950). Sekitar tiga tahun lamanya pendidikan ditempuhnya di sana. Setelah itu, ia nyantri di Pondok Pesantren Tunggul Paciran yang dipimpin oleh KH Mohammad Amin Mushtofa (1912-1949). Malahan, ia menjadi salah satu santri kebanggaan Kiai Amin.

Tidak jarang sang guru mengajaknya untuk berdakwah dari satu desa ke desa lainnya. Safari dakwah itu menimbulkan kesan yang mendalam pada diri Abdurrahman. Bahkan, kadang kala ia ditunjuk menjadi pengganti (badal) bilamana gurunya itu berhalangan hadir. Kesempatan ini dimanfaatkannya sebagai ajang latihan sebelum benar-benar terjun menyiarkan Islam ke tengah masyarakat.

Abdurrahman belajar di Tunggul antara tahun 1938 dan 1940. Di pondok ini, ia memperdalam ilmu alat, seperti nahwu dan sharaf, ilmu tafsir Alqur an dan hadis. Pengalaman baru juga dirasakannya selama menimba ilmu di bawah bimbingan Kiai Amin, khususnya dalam soal akidah dan ibadah. Pengembaraannya dalam mencari ilmu tidak berhenti sampai di situ.

 

 

Abdurrahman kemudian meneruskan perjalanannya ke sebuah pesantren yang diasuh Kiai Abdul Fattah di Tulungagung. Di pesantren ini, ia belajar selama empat tahun, yakni sejak 1940 hingga 1944. Setelah mendalami berbagai ilmu kepada Kiai Fattah, barulah dirinya menjadi santri di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, di bawah asuhan KH Hasyim Asy'ari.

Meskipun nyantri selama satu tahun, yakni antara 1944-1945, ia men jadi seorang santri unggulan di mata Mbah Hasyim. Disiplin ke ilmuan yang digemarinya antara lain faraidh dan fikih. Selain itu, hafalan Alqurannya juga disempurnakannya tatkala dibimbing sang pendiri NU.

Selain menjadi santri Mbah Hasyim, Abdurrahman juga pernah berguru kepada KH Muhammad Ma'roef, seorang ulama Nahdliyin asal Kediri. Antara tahun 1945 dan 1946, dirinya belajar di salah satu pesantren yang diasuh Mbah Ma'roef, Pondok Pe santren Kedunglo.

 

 

Mendirikan pesantren

Setelah berkelana ke berbagai pesantren, Kiai Abdurrahman Syamsuri telah menguasai berbagai disiplin ilmu keagamaan.

Di antaranya adalah nahwu, sharaf, dan ilmu al-arudl wa al-qowafi. Dalam bidang sastra, ia menggubah kitab Nazham Asma' al- Husna. Buku tersebut menjadi pembuktian kemampuannya dalam disiplin ilmu arudl yang dikaitkan dengan pemaknaan atas Asmaul Husna.

Ia juga terkenal sebagai mubaligh yang dapat menghafal 30 juz Alquran secara fasih dan tartil. Tafsir Alquran pun dikuasainya. Begitu pula dengan ilmu hadis, terutama yang bersumber dari kitab-kitab otoritatif semisal Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Karena itu, dirinya dipandang layak untuk mendirikan sekaligus memimpin sebuah pondok pesantren. 

Sejak tahun 1930, kakeknya yang bernama Kiai Idris telah membangun sebuah mushala, Langgar Dhuwur, di Paciran. Tempat inilah yang menjadi cikal bakal pesantren yang dirintis Kiai Abdurrahman. Sesuai amanah dari kakeknya, ia kemudian mengembangkan Langgar Dhuwur agar tidak hanya menjadi tempat anak-anak belajar membaca Alquran. Dalam visinya, langgar tersebut ingin diubahnya sebagai pusat kegiatan pondok pesantren.

 

Karena itu, yang diajarkan di sana meliputi banyak hal, semisal ilmu tafsir Alquran, hadis, dan tata bahasa Arab. Sebagai langkah awal, dirinya meminjam sebuah lahan luas milik Pak Hadir. Di atas tanah itu, tumbuh pepohonan asam yang cukup rindang. Melihat situasi itu, ia pun terinspirasi untuk menamakan lembaga yang akan didirikannya sebagai Pondok Pesantren Karangasem.

Pada 18 Oktober 1948, dibangunlah Asrama Santri al-Hijrah. Dalam prosesnya, Kiai Abdurrahman mendapatkan dukungan penuh masyarakat Paciran. Mereka bergotong-royong untuk membuat gota'an, sebuah bangunan kayu berbentuk persegi panjang yang kemudian dibaut kotak-kotak untuk memisahkan kamar-kamar santri. Bangunan tersebut menjadi tonggak awal Pondok Pesantren Karangasem Muhammadiyah, Paciran.

Pondok Pesantren Karangasem semakin berkembang. Keteguhan hati dan sikap Kiai Abdurrahman pun semakin kokoh sebagai pengasuh pondok pesantren. Setiap pagi hari sebelum shalat subuh, ia berkeliling pondok untuk melihat langsung keadaan para santrinya. Usai shalat subuh, para santri mengaji kitab tafsir Jalalain di hadapan sang kiai. Ulama ini pun menyimak dengan saksama bagaimana mereka membaca dan memaknai teks bahasa Arab.

 

 

 

 

 

 
Berita Terpopuler