Oksimeter Kurang Akurat pada Orang Berkulit Gelap, Apa Daya?

NHS Inggris memberikan tips menggunakan oksimeter nadi bagi orang berkulit gelap.

Reiny Dwinanda/Republika
Pulse oximeter menjadi alat yang direkomendasikan ada di rumah semasa pandemi Covid-19.
Rep: Idealisa Masyrafina Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Oksimeter nadi (pulse oximeter) yang membantu mengukur kadar oksigen dalam darah ditemukan kurang akurat pada orang berkulit gelap, Asia, atau minoritas lainnya. Apa risikonya bagi orang yang positif Covid-19?

Pemantauan kadar oksigen darah yang tidak akurat dapat menyebabkan beberapa komplikasi kesehatan, mulai dari pengobatan yang tertunda, gejala yang keliru dikenali, hingga kematian. Oksimeter nadi juga bisa mendeteksi kemungkinan orang positif Covid-19 mengidap happy hyipoxia, yakni penurunan saturasi oksigen tanpa disadari.

Baca Juga

Kurang andalnya oksimeter nadi pada kelompok minoritas tersebut terungkap lewat penelitian tim dari University of Michigan di Amerika Serikat. Mereka menyusun laporan bertajuk "Racial Bias in Pulse Oximetry Measurement".

Hasil analisis studi yang dipublikasikan di The New England Journal of Medicine itu mengungkap, kemungkinan ketidakakuratan pembacaan oksimeter nadi tiga kali lebih tinggi pada orang berkulit gelap dibandingkan orang berkulit putih. Sementara itu, National Health Service mengatakan, ada beberapa laporan hasil pembacaan oksimeter yang mungkin kurang akurat pada orang berkulit cokelat atau hitam.

"Oksimeter bisa jadi akan menunjukkan pembacaan saturasi oksigen yang lebih tinggi oksigen yang sebenarnya pada orang berkulit cokelat atau hitam," kata NHS, dikutip dari Times Now News, Selasa.

Kalau begitu, apakah oksimeter nadi yang banyak dimiliki keluarga Asia di rumah masih perlu? Menurut NHS, masyarakat tetap harus menggunakan oksimeter nadi jika tersedia.

"Yang penting adalah memeriksa saturasi oksigen secara teratur untuk melihat apakah kadarnya turun," kata NHS.

NHS Race and Health Observatory mengatakan bahwa masyarakat perlu mengetahui keterbatasan potensial dalam peralatan dan perangkat kesehatan, terutama untuk populasi dengan risiko tinggi penyakit yang mengubah hidup. Ini termasuk pada komunitas kulit hitam dan warga Asia yang menggunakan oksimeter nadi untuk memantau kadar oksigen mereka di rumah.

"Pada saat yang sangat penting ini, kami tidak dapat mengabaikan tinjauan cepat ini dan rekomendasi untuk tindakan yang dapat mencegah keterlambatan masuk rumah sakit dan membantu meningkatkan kesehatan orang kulit hitam dan etnis minoritas yang berisiko atau pulih dari Covid-19," kata Direktur NHS Race and Health Observatory, Dr Habib Naqvi.

Menurut Naqvi, tinjauan tersebut telah menekankan perlunya memastikan peralatan dan perangkat kesehatan betul-betul kompeten dan sensitif secara budaya. Ia tak ingin peranti kesehatan justru berkontribusi pada aneka ketidaksetaraan kesehatan.

Ravi Sharma, Direktur Royal Pharmaceutical Society untuk Inggris mengatakan bahwa bukti yang terus berkembang dari penelitian terkemuka yang menyoroti inkonsistensi oksimeter nadi. Hal itu tidak dapat diabaikan selagi pandemi secara signifikan juga berdampak pada orang kulit hitam dan etnis minoritas.

"Tinjauan ini memperlihatkan area ketidaksetaraan kesehatan di mana satu perawatan dapat menghasilkan hasil yang lebih efektif untuk satu kelompok pasien daripada yang lain, ini tidak dapat diterima dan perlu segera ditangani," ujarnya.

Pulse oksimeter. - (Republika)

Menurut Sharma, apoteker dan profesional kesehatan lainnya yang menggunakan oksimeter nadi harus mempertimbangkan etnisitas ketika mempertimbangkan keefektifannya pada pengguna. Hal itu penting dalam praktik mereka atau saat memberikannya kepada masyarakat.

Ketika dunia sedang berjuang melawan pandemi Covid-19, para ahli kesehatan sedang menyelidiki untuk memahami penyakit ini dengan lebih baik untuk mencoba menghentikannya sejak awal.  Melakukan studi budaya yang inklusif sangat penting untuk memastikan kesehatan orang-orang yang termasuk dalam komunitas yang berbeda.

 
Berita Terpopuler