Di Ujung PPKM Darurat, Kala Jokowi Akui Situasi Sangat Berat

Pemerintah berencana mengakhiri PPKM Darurat dan menerapkan pelonggaran pada 26 Juli.

Edi Yusuf/Republika
Spaduk berisi harapan kepada pemerintah agar ada kebijakan dan solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi para pedagang kecil seperti PKL di saat penerapan PPKM Darurat.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri, Meiliza Laveda

Pemerintah akhirnya memutuskan untuk memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat hingga 25 Juli 2021. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut situasi saat ini sangat berat sehingga ia pun meminta masyarakat tetap kompak bekerja sama melawan pandemi Covid-19 agar kehidupan dapat kembali berjalan normal.

Baca Juga

“Memang ini situasi yang sangat berat, tetapi dengan usaha keras kita bersama, Insya Allah kita bisa segera terbebas dari Covid-19. Dan kegiatan sosial, kegiatan ekonomi masyarakat bisa kembali normal,” kata Jokowi, dalam keterangan pers di Istana Bogor, Selasa (20/7) malam.

Jokowi mengajak masyarakat untuk bekerja sama dalam menuntaskan PPKM darurat dengan tujuan menurunkan laju penambahan kasus Covid-19. Untuk itu, Presiden meminta masyarakat agar terus meningkatkan kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan, melakukan isolasi terhadap yang bergejala, serta memberikan pengobatan sedini mungkin kepada yang terpapar.

"Jika tren kasus terus mengalami penurunan maka 26 juli 2021 pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap," ujar Jokowi.

Sayangnya, penurunan jumlah kasus Covid-19 harian beberapa hari terakhir bisa dibilang sebagai tren penurunan semu. Setelah mencatatkan rekor tertingginya, 56.757 kasus positif pada 15 Juli 2021, angka-angka harian selanjutnya menurun namun itu lantaran angka testing juga ikut 'terjun bebas'.

 

In Picture: Angka Kasus Kematian Akibat Covid-19

Petugas pemakaman membawa peti jenazah korban COVID-19 untuk dikuburkan di pemakaman khusus COVID-19 TPU Pondok Rajeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (20/7/2021). Pada periode tanggal 18-19 Juli angka kematian akibat COVID-19 kembali berada di titik tertinggi selama pandemi, Pemerintah mencatat sebanyak 1.338 pasien meninggal dunia. Dengan jumlah kematian tersebut saat ini sebanyak 74.920 pasien telah meninggal sejak pertama kali penularan terjadi 2 Maret 2020. - (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

 

 

Untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak dari kebijakan ini, Jokowi menyebut pemerintah telah mengalokasikan tambahan anggaran perlindungan sosial hingga Rp 55,21 triliun. Anggaran perlindungan sosial tersebut akan disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk bantuan tunai seperti BST, BLT Desa, dan PKH; bantuan sembako; bantuan kuota internet; dan juga subsidi listrik.

Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif untuk usaha mikro informal sebesar Rp 1,2 juta untuk sekitar satu juta usaha mikro. Ia pun menginstruksikan kepada seluruh jajaran terkait agar segera menyalurkan bansos tersebut kepada masyarakat yang berhak menerima.

Untuk regulasinya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 22 Tahun 2021 tentang PPKM Level 4 Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali. Tidak ada lagi penggunaan kata darurat dalam judul maupun isi ketentuan Inmendagri 22/2021 tersebut.

Istilah darurat digunakan dalam Inmendagri Nomor 15, 16 (perubahan pertama), 18 (perubahan kedua), dan 19 (perubahan ketiga) Tahun 2021 tentang PPKM Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali. PPKM Darurat akan diakhiri pada 25 Juli 2021 jika nantinya pemerintah menilai, terjadi penurunan signifikan pada indikator-indikator pengendalian Covid-19.

Poin-poin pelonggaran yang dijadwalkan dimulai per 26 Juli 2021, di antaranya:

  1. Pasar tradisional yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari diizinkan dibuka sampai pukul 20.00 malam dengan kapasitas 50 persen.
  2. Pasar tradisional selain yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari diizinkan buka sampai puku 15.00 sore dengan kapasitas maksimal 50 persen.  
  3. Pedagang kaki lima, toko kelontong, agen/outlet voucher, pangkas rambut, laundry, pedagang asongan, bengkel kecil, cucian kendaraan, dan usaha kecil lainnya yang sejenis, diizinkan buka dengan protokol kesehatan ketat sampai dengan pukul 21.00 malam. Teknis dan pengaturannya oleh Pemerintah Daerah.
  4. Warung makan, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya yang memiliki tempat usaha di ruang terbuka diizinkan buka dengan protokol kesehatan dengan ketat sampai dengan pukul 21.00 malam dan maksimum waktu makan untuk setiap pengunjung 30 menit.
  5. Kegiatan yang lain pada sektor esensial dan kritikal, baik di pemerintahan maupun swasta, serta terkait dengan protokol perjalanan, akan dijelaskan secara terpisah.

     

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, pengetatan tidak bisa dilakukan terus menerus karena memerlukan sumber daya yang sangat besar dan berdampak pada sektor ekonomi. Ia menyebut, pemerintah telah berusaha maksimal untuk mengendalikan lonjakan kasus yang tinggi ini dengan melakukan pengetatan mobilitas masyarakat, meningkatkan kapasitas rumah sakit, serta menyediakan obat-obatan dan alat kesehatan.

“Upaya-upaya ini tidak akan cukup dan pengetatan tidak bisa dilakukan secara terus menerus karena memerlukan sumber daya yang sangat besar dengan risiko korban jiwa yang terlalu tinggi, serta berdampak secara ekonomi. Tentunya pada suatu titik kita harus kembali melakukan relaksasi,” kata Wiku saat konferensi pers, Selasa (20/7).

Wiku menekankan, penanganan Covid-19 dapat berhasil dan efektif jika saat keputusan relaksasi diambil telah disiapkan dengan matang serta adanya komitmen dari seluruh unsur pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan kebijakan.

“Kedua hal ini menjadi kunci terlaksananya relaksasi yang efektif dan aman serta tidak memicu kasus kembali melonjak. Cara ini adalah cara yang paling murah dan mudah dan dapat terus dijalankan dengan berbagai penyesuaian pada kegiatan masyarakat,” tambah dia.

Meskipun begitu, Wiku menegaskan relaksasi kebijakan harus dilakukan dengan kehati-hatian. Berkaca pada kebijakan pengetatan dan relaksasi pemerintah yang telah dilakukan selama 1,5 tahun pandemi, langkah relaksasi yang tidak tepat dan tidak didukung oleh seluruh lapisan masyarakat dapat memicu kenaikan kasus yang lebih tinggi. Pemerintah sendiri telah melaksanakan tiga kali kebijakan pengetatan dan relaksasi.

“Dengan PPKM Darurat saat ini menjadi pengetatan yang keempat,” kata dia.

Mekanisme pengetatan rata-rata dilakukan selama 4-8 minggu dengan efek melandainya kasus atau penurunan kasus. Namun, saat relaksasi selama 13-20 minggu kasus kembali meningkat hingga 14 kali lipat.

 

 

 

Wiku mengatakan, pengetatan yang telah berjalan selama dua minggu ini telah menunjukkan dampaknya. Seperti mulai menurunnya angka keterisian rumah sakit (BOR) di provinsi di Pulau Jawa Bali serta penurunan mobilitas penduduk.

“Namun, penambahan kasus masih menjadi kendala yang kita hadapi. Hingga saat ini kasus masih mengalami peningkatan hingga dua kali lipat, dengan jumlah kasus aktif 542.938 atau 18,65 persen,” jelas Wiku.

Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menyatakan tak yakin, keadaan akan membaik selama lima hari ke depan atau pada masa perpanjangan PPKM Darurat. Menurut Tri, idealnya PPKM Darurat diperpanjang berpekan-pekan lagi seperti negara-negara lain.

“Kalau ingin menyelamatkan rakyat, harus melihat indikator pelayanan kesehatannya. Apakah saat ini sudah membaik? Sekarang masih banyak orang yang menderita Covid-19. Apakah kita akan membiarkan mereka tidak mendapat pelayanan? Saya sedih,” ujar Tri, Selasa.

Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Laura Navika Yamani, menilai selama masa perpanjangan PPKM Darurat yang singkat ini, pemerintah harus memiliki target yang jelas. Menurut dia, indikator yang terpenting bukan dari penurunan kasus harian melainkan dari positivity rate atau rasio kasus warga terpapar virus corona di Indonesia.

Sebab, positivity rate menggambarkan kemampuan jumlah pemeriksaan untuk menjaring dan menangkap kasus positif yang ada di masyarakat. Dia menilai dalam waktu lima hari, sangat sulit untuk menurunkan indikator positivity rate.

“Jadi kalau pun pemeriksaannya ditambah tapi indikator positivity rate naik, ini mengartikan jumlah pemeriksaan belum maksimal atau belum luas menjangkau di komunitas,” ucap dia.

Standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan angka positivity rate yang terkendali adalah kurang dari 5 persen. Sedangkan di Indonesia masih tinggi, yaitu 30,07 persen.

 

Sejumlah negara larang masuk pelancong dari Indonesia menyusul lonjakan Covid. - (AP/Reuters/Anadolu)

 
Berita Terpopuler