Kenalkah Anda dengan Timbuktu? (I)

Timbuktu memang bukan kota modern nan gemerlap seperti Baghdad atau Cordoba.

onislam
Salah satu situs islam di Timbuktu, Mali
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Benua Afrika saat ini identik dengan kemiskinan, perang saudara, dan penyakit. Padahal di masa lalu, benua ini pernah menjadi salah satu peradaban termaju.

Baca Juga

 

Salah satu buktinya adalah Timbuktu. Kenalkah Anda dengan Timbuktu? 

Timbuktu memang bukan kota modern nan gemerlap seperti Baghdad atau Cordoba. Namun di masa lalu, kota ini pernah berkilau sebagai pusat peradaban Islam di Afrika Barat.

Membentang di sisi utara Sungai Niger, Timbuktu kini merupakan salah satu kota di Mali. Bermula dari sebuah kawasan permukiman sementara, kota ini berubah menjadi wilayah permukiman permanen pada awal abad ke-12. 

Sekitar dua abad kemudian, Timbuktu berkembang dari kota perdagangan garam, emas, dan gading, menjadi bagian penting dari Kerajaan Mali. Tombouctou, begitu orang Prancis menyebut Timbuktu, merupakan kota multietnis yang dihuni oleh suku Songhay, Tuareg, Fulani, dan Moor. Kota ini didirikan oleh suku Tuareg Imashagan pada abad ke-11 M.

 

 

Sebelum mendirikan kota ini, suku Tuareg kerap menjelajahi padang rumput hingga ke Arawan untuk menggembala hewan ternak. Hal itu biasanya mereka lakukan pada musim hujan.  Pada musim kering, mereka mendatangi Sungai Niger untuk mencari rumput. Ketika tinggal di sekitar sungai, suku Tuareg terserang sakit akibat gigitan nyamuk dan air yang menggenang.

Dalam kondisi yang kurang menguntungkan itu, mereka memutuskan untuk menetap beberapa mil dari Sungai Niger dan mulai menggali sebuah sumur. Ketika musim penghujan datang, suku Tuareg biasa meninggalkan barang-barang yang berat kepada seorang wanita tua bernama Tinabutut, yang tinggal dekat sungai. Seiring waktu pengucapan, Tinabutut berubah menjadi Timbuktu.

Timbuktu mulai menggeliat menjadi pelabuhan penting pada abad ke-11. Saat itu, Timbuktu menjadi pusat perdagangan beragam barang dari Afrika Barat dan Afrika Utara. Garam adalah produk yang amat bernilai kala itu. Selain emas, ada dua komoditas lain yang amat tinggi permintaannya, yakni buku dan emas.

Buku “Menyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam” menyebut, Timbuktu mulai dibangun pada awal abad ke-12. Penggarapannya dilakukan arsitek Afrika dari Djenne dan arsitek Muslim dari Afrika Utara. Pembangunan ini merupakan pertanda Timbuktu telah berkembang menjadi pusat perdagangan dan ilmu pengetahuan di Afrika.

 

 

Timbuktu pun mulai menapaki masa-masa keemasan. Pada masa gemilang itu, Timbuktu dihuni oleh banyak cendekiawan Muslim. Di dunia perdagangan, buku-buku masuk dalam deretan produk yang penting. Pada saat yang sama, tempat-tempat pendidikan Islam berdiri, yakni Universitas Sankore, Universitas Jingaray Ber, dan Universitas Sidi Yahya. Hadir pula 180 sekolah Alquran.

Sejarawan abad XVI, Leo Africanus, menggambarkan kejayaan Timbuktu dalam buku yang ditulisnya. “Begitu banyak hakim, doktor, dan ulama di sini (Timbuktu). Semua menerima gaji yang sangat memuaskan dari Raja Askia Muhammad (penguasa negeri Songhay). Raja pun menaruh hormat pada rakyatnya yang giat belajar,” tulis Africanus.

 

 

 

 

 
Berita Terpopuler