Soal Pemakaman Massal, Bagaimana Pandangan Islam?

Pandemi berdampak pada kebutuhan pemakaman massal.

ANTARA/Novrian Arbi
Petugas memakamkan jenazah di pemakaman khusus COVID-19 di Cipageran, Cimahi, Jawa Barat, Rabu (30/6/2021). Menurut Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Kota Cimahi ketersediaan lahan pemakaman COVID-19 terus berkurang akibat terus meningkatnya angka kematian akibat COVID-19 sementara Kota Cimahi masih terdata sebagai salah satu zona merah dari 11 daerah zona merah COVID-19 di Jawa Barat.
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Situasi pandemi telah menimbulkan krisis kesehatan yang berujung pada banyaknya korban jiwa. Dalam kondisi demikian, kebutuhan terhadap lahan pemakaman yang luas pun tidak bisa dielakkan.

Baca Juga

Persoalan yang muncul ketika tidak ada lagi lahan yang cukup untuk pemakaman.Solusi yang mencuat untuk mengatasi itu adalah pemakaman massal.

Lantas bagaimana Islam memandang hal ini?

Apakah boleh memakamkan banyak jenazah pada satu liang lahat?

Jika boleh dalam keadaan darurat, sejauh mana sifat kedaruratan yang membolehkannya?

 

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Dr Hasanuddin Abdul Fatah menyampaikan, dalam kondisi normal, tentu satu jenazah dimakamkan di satu liang lahat. Namun hal ini berbeda bila keadaannya darurat di mana ada banyak jenazah tetapi luas lahan pemakaman yang ada tidak memadai. 

"Ini tentang kemaslahatan dalam keadaan darurat. Memang harusnya satu jenazah itu satu liang lahat. Tetapi ini dalan keadaan normal. Kalau dalam kondisi darurat sepertu waktu dulu saat terjadi bencana tsunami di Aceh, dan juga seperti sekarang ini (pandemi Covid-19), mengapa tidak dikubur secara massal jika lahannya sudah tidak cukup," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (2/7).

Allah SWT berfirman dalam Surah 'Abasa ayat 21, "Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur". Kemudian, dalam Surah At-Taghabun ayat 16, Allah SWT juga berfirman, "Maka bertakwalah kami kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah".

Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, "Dan apabila aku perintahkan kepadamu tentang satu perkara, maka kerjakanlah semampumu."

Guru Besar Ushul Fiqih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga menjelaskan, ada beberapa kaidah fiqih yang menjadi landasan dibolehkannya pemakaman massal dalam situasi darurat. Dia menyebutkan, di antaranya ialah keadaan darurat membolehkan sesuatu yang dilarang. Meski begitu, sebagaimana dalam kaidah lain, segala hal yang dibolehkan karena darurat harus diukur sesuai kadar.

 

Kaidah lainnya, terang Hasanuddin, yaitu harus ada upaya sebisa mungkin untuk menghilangkan keadaan bahaya. Kaidah berikutnya adalah, apabila suatu perkara menyempit, maka diperlonggar. Termasuk juga kaidah 'Jika dua kerusakan saling berhadapan, maka yang dipilih adalah yang lebih kecil risikonya dibandingkan yang lebih besar mudharatnya.

Hal itu diperkuat lagi dengan pendapat para ulama mengenai pengurusan jenazah. Di antaranya ada di dalam kitab al-Majmu' Syarah Muhadzdzab karya Imam Nawawi, al-Mughni karya Ibnu Qudamah, I'anah al-Thalibin juz II, Fiqih al-Sunnah, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuh dan Ahsan al-Kalam fii al-Fatawa wa al-Ahkam.

"Banyak ulama yang telah menyampaikan pendapatnya (tentang pemakaman massal dalam keadaan darurat). MUI juga telah mengeluarkan fatwa terkait itu yang merujuk pada Alquran, hadits dan pendapat ulama," katanya.

Karena itu, Hasanuddin menyampaikan, jenazah boleh dikuburkan secara massal dalam jumlah yang tidak terbatas baik dalam satu atau beberapa liang kubur dan tidak harus dihadapkan ke arah kiblat bila terjadi keadaan darurat di mana pengurusan jenazah tidak mungkin memenuhi ketentuan syariat.

 

 

Penguburan secara massal itu, lanjut Hasanuddin, boleh dilakukan dengan menggabungkan jenazah laki-laki dan perempuan, serta antara Muslim dan non-Muslim. Hal ini sesuai dengan fatwa yang telah dikeluarkan MUI terkait pengurusan jenazah dalam keadaan darurat.

Hasanuddin menambahkan, kalaupun tidak ada contoh yang dilakukan di masa Nabi Muhammad SAW, pemakaman massal tidak masalah untuk dilaksanakan. Karena, sebuah hukum tidak harus mengacu pada zaman Nabi SAW maupun sahabat.

"Tidak ada contoh pun tidak masalah, apalagi kalau sudah ada contoh pada masa Nabi. Karena tujuan syariat itu maslahat. Sesuai dengan maslahat, hukum juga mengikuti kemaslahatan itu sehingga menjadi boleh," jelasnya.

 

 

 

 

 
Berita Terpopuler