Ancang-Ancang Vaksin Sinovac untuk Anak-Anak

BPOM mengeluarkan izin darurat vaksin Sinovac untuk anak usia 12-17 tahun.

ANTARA/Wahyu Putro A
Seorang anak bermain tanpa mengenakan masker di Muara Angke, Jakarta, Jumat (25/6/2021). Kemenkes meminta orang tua untuk ikut melakukan pengawasan kepada anak untuk meningkatkan protokol kesehatan karena berdasarkan data sebanyak 12,6 persen dari total kasus positif COVID-19 nasional merupakan anak-anak.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Inas Widyanuratikah, Zainur Mashir Ramadhan, Sapto Andika Candra, Shabrina Zakaria, Silvy Dian Setiawan

Pandemi Covid-19 di Indonesia memasuki babak baru di mana kini banyak juga anak-anak bahkan balita ikut terinfeksi virus Corona. Varian Delta yang diduga jadi penyebab mengapa Covid-19 kini marak menular di kalangan anak-anak, membuat pemerintah berancang-ancang untuk juga memvaksinasi kalangan di bawah usia 18 tahun.

Baru-baru ini beredar surat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang ditandatangani oleh Kepala BPOM, Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif, Dra Togi Junive Hutadjulu. Dalam suratnya, ada rekomendasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak usia 12-17 tahun dengan jenis vaksin Covid-19, yang diproduksi PT Bio Farma dari bulk vaksin buatan Sinovac.

Ketua umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr dr Aman Bhakti Pulungan mengatakan, surat persetujuan BPOM untuk memvaksinasi anak usia 12 hingga 17 tahun dengan jenis vaksin Covid-19, merupakan keputusan sesuai. Terlebih, di saat kasus harian Covid-19 yang saat ini terus melonjak, dan melibatkan anak-anak.

Baca Juga

"Ya sudah sesuai itu," ujar dia kepada Republika, Ahad (27/6).

Menurut Aman, IDAI mendukung imunisasi pada anak untuk melindungi mereka dari Covid-19. Aman mengaku telah menggelar rapat bersama dengan BPOM terkait izin penggunaan darurat (EUA) vaksin pada anak.

Walaupun demikian, ia tidak banyak menjelaskan mengenai perkembangan vaksin pada anak ini. Menurutnya, dalam waktu dekat akan ada konferensi pers bersama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait dengan vaksin untuk anak ini.

"Kalau ditanya IDAI terlibat, iya IDAI terlibat. IDAI terlibat dan IDAI ikut rapatnya. Kami sangat mendukung imunisasi pada anak," kata dia lagi.

Saat ini, peningkatan proporsi kasus Covid-19 pada anak (usia 0-18 tahun) di Indonesia mencapai 12,6 persen. "Proporsi kematian kasus konfirmasi usia 0-12 sebesar 1,2 persen dan ini bervariasi setiap pekannya. Tergantung jumlah testing dan kasus," kata Aman.

Berdasarkan jumlah tersebut, artinya perkiraan kematian anak terpapar Covid-19 di Indonesia adalah satu dari 83 kematian secara umum. Saat ini, kematian yang paling tinggi akibat Covid-19 pada anak adalah balita yaitu sebanyak 50 persen, dan kelompok usia 10-18 tahun yaitu 30 persen.

"Komorbid yang ada pada anak yang berbeda pada dewasa salah satunya malnutrisi, obesitas, kelainan bawaan, cerebral palsy, dan juga TBC," kata Aman.

Menurut Aman, komorbid pada anak ini yang kadang-kadang tidak terdeteksi. Akhirnya, komorbid pada anak memperberat kondisi mereka ketika terpapar Covid-19. Anak-anak ini pun memiliki risiko meninggal lebih tinggi.

Selain faktor komorbid, kesenjangan pemeriksaan PCR antardaerah juga menyebabkan angka kematian anak tinggi. Aman menjelaskan, saat ini tes swab PCR yang dilakukan di Indonesia hanya beberapa provinsi yang sesuai dengan ketentuan WHO.

"Jadi jangan hemat-hemat PCR termasuk pada anak. Akhirnya, kasus ini tidak terdeteksi," kata dia menambahkan.

In Picture: Pemprov DKI Hentikan Sementara Uji Coba Sekolah Tatap Muka

Petugas menyemprotkan disinfektan di ruang kelas SD Kenari 08 Pagi, Jakarta, Jumat (18/6/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk menghentikan sementara proses uji coba sekolah tatap muka karena lonjakan kasus COVID-19 dalam sepekan terakhir pascalibur lebaran. - ( ANTARA/Galih Pradipta)

 

 

 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan belum menyiapkan teknis pelaksanaan dan jadwal vaksinasi Covid-19 untuk anak-anak. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebutkan, pemerintah masih perlu mematangkan seluruh kajian dan skema vaksinasinya.

"Belum (dijadwalkan). Kita matangkan dulu ya langkah-langkahnya," ujar Siti singkat, Ahad (27/6).

Untuk saat ini, Siti menambahkan, pelaksanaan vaksinasi masih fokus pada seluruh sasaran seperti lansia, pralansia, dan warga di atas 18 tahun. Catatan pemerintah, program vaksinasi telah menyentuh 27,1 juta penduduk hingga Ahad (27/6).

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti tingginya jumlah penderita Covid-19 usia anak-anak hingga remaja saat ini. Pemerintah, ujarnya, masih terus memantau perkembangan yang terjadi mengenai fenomena ini.

Pemerintah juga menyiapkan langkah preventif berupa vaksinasi Covid-19 untuk mencegah lebih banyak anak-anak dan remaja yang terpapar. Namun, langkah ini masih perlu kajian mendalam.

Ada dua vaksin Covid-19 yang saat ini sudah mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari negara asal untuk disuntikkan kepada warga berusia muda. Pertama, vaksin Sinovac yang bisa diberikan kepada anak-anak di atas 3 tahun hingga remaja usia 17 tahun.

"Kemudian satu lagi adalah Pfizer yang bisa umur 12 sampai 17 tahun. Itu sudah keluar Emergency Use of Authorization nya," kata Budi, Jumat (25/6).

Pemerintah mengaku telah berkoordinasi dengan ITAGI mengenai opsi vaksinasi bagi anak-anak dan remaja ini. Budi menambahkan, pihaknya terus mendengar masukan dari berbagai organisasi profesi dan para ahli untuk bisa mengambil kebijakan yang terbaik.

"Mengenai pemberian vaksin ini ke remaja. Kita juga melakukan studi dan mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa melalui keputusan di negara-negara lain seperti apa, negara-negara Eropa, negara-negara Amerika, negara-negara Asia bagaimana mereka melakukan treatment pemberian vaksin untuk di bawah usia 18 tahun," kata Budi.

Kasus Covid-19 pada anak belakangan merebak seiring penemuan varian Delta di beberapa daerah. Setelah Kota Depok mengumumkan sebanyak 37 anak terpapar Covid-19 pada pekan lalu, Kota Bogor juga mengonfirmasi sebanyak 437 anak rentan usia 0 hingga 19 tahun di Kota Bogor dilaporkan terpapar Covid-19.

Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto memperkirakan terpaparnya anak-anak disebabkan oleh tiga hal. Pertama, karena musim liburan sehingga anak-anak kerap berinteraksi dan beraktivitas di luar rumah.

“Kedua, karena varian baru yang lebih cepat menularkan kepada anak-anak. Dan ketiga, karena di lingkungan keluarga. Jadi orang tua yang bekerja di luar kota kemungkinan menularkan kepada anak-anaknya,” kata Bima Arya, Ahad (27/6).

Dia menjelaskan, berdasarkan data yang dimilikinya, klaster penyumbang kasus Covid-19 di Kota Bogor terbanyak yakni klaster keluarga. Kemudian disusul oleh klaster luar kota.

Ketika klaster keluarga dibedah, terdapat fakta penularan di keluarga melalui aktivitas dari luar kota. Namun, Bima Arya mengatakan, dia tidak bisa melarang orang Bogor untuk beraktivitas ke Jakarta dan luar daerah lainnya.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Sri Nowo Retno menjelaskan, faktor lain dari terpaparnya anak-anak disebabkan oleh aktivitas di luar rumah, tanpa membersihkan diri ketika pulang ke rumah.

Hingga akhirnya transmisi Covid-19 langsung cepat menyebar di dalam rumah. Kemungkinan anak tersebut  bisa terjangkit Covid-19 juga karena aktivitas di rumah itu bersama keluarganya.

“Kami imbau masyarakat untuk tetap disiplin menjalankan protokol kesehatsn baik di dalam atau di luar rumah. Sebab, transmisi Covid-19 tidak akan memandang usia,” ucapnya.

Anak-anak terpapar Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga dilaporkan meningkat seiring melonjaknya kasus terkonfirmasi positif di Juni 2021 ini. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DIY mencatat, di pekan ketiga Juni terjadi kenaikan kasus Covid-19 yang signifikan pada anak yakni 708 kasus di DIY.

"Terjadi lonjakan tertinggi pada anak di DIY sebanyak 708 kasus yang terjadi dari 14 Juni sampai 20 Juni 2021," kata Sumadiono kepada wartawan melalui wawancara yang dilakukan melalui Zoom, Sabtu (26/6).

Ketua IDAI DIY, Sumadiono mengatakan, secara keseluruhan selama 2021 ini sudah ada 6.663 anak yang terkonfirmasi positif. Ribuan anak ini terdiri dari usia nol sampai 18 tahun.

"Positif Covid-19 pada anak 12,7 persen atau 6.663 kasus dari keseluruhan total kasus di DIY. Ini angka yang cukup tinggi," ujarnya.

Walaupun terjadi lonjakan kasus pada anak, ruang penanganan khusus untuk penanganan Covid-19 pada anak di DIY sangat minim. Pasalnya, Sumadiono menyebut, tidak banyak rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 di DIY yang memiliki ICU untuk anak.

Ia menyebut, ICU sudah penuh untuk perawatan pasien dewasa. Sementara, penanganan anak sendiri sangat berbeda dengan pasien dewasa dan harus ada ruang perawatan khusus bagi anak.

"Tidak semua rumah sakit mempunyai fasilitas ICU untuk anak, jumlah bangsal relatif penuh dengan pasien dewasa," jelasnya.

Bahkan, SDM atau tenaga kesehatan untuk menangani anak yang terpapar Covid-19 juga sangat minim di DIY. Hal ini dikarenakan jumlah pasien Covid-19 yang merupakan anak-anak tidak sebanyak orang dewasa, sehingga tidak mendapatkan prioritas.

"Karena jumlah pasien anak tidak sebanyak dewasa, maka kurang mendapat fasilitas," katanya.

Infografis anak-anak segera bisa divaksin Covid-19 - (Republika)

 
Berita Terpopuler