Studi: Muslim Kurang Terwakili di Sebagian Besar Eropa

Hanya Muslim sekuler yang bisa memenangkan pemilihan di Prancis.

Studi: Muslim Kurang Terwakili di Sebagian Besar Eropa
Rep: Meiliza Laveda/Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi mengatakan komunitas Muslim di Eropa yang merupakan minoritas kurang terwakili secara proporsional dalam bidang politik. Studi berjudul Institusionalisasi Keanekaragaman Etnokultural dan Representasi Muslim Eropa oleh Profesor Akener Akturk yang diterbitkan oleh Cambridge University Press berfokus pada perbandingan situasi di 26 negara Eropa selama 11 tahun.

Baca Juga

Akturk mengungkapkan adanya kontras yang mencolok. Prancis, Swedia, Spanyol, Italia, Inggris, dan Jerman merupakan negara Eropa yang populasi Muslimnya kurang terwakili.

Sementara Belgia, Bulgaria, Belanda, Romania, dan Serbia adalah negara Eropa yang memiliki angka representasi Muslim tinggi. Ini diikuti negara Eropa lain, seperti Kroasia, Finlandia, Montenegro, dan Norwegia.

Studi ini berpendapat institusionalisasi keragaman etnokultural memfasilitasi representasi minoritas agama yang lebih proporsional. “Pelembagaan multietnis dan multikultural semacam itu menanamkan gagasan pemerintahan terdiri dari banyak kolektivitas dengan fitur budaya yang sangat berbeda,” kata studi tersebut.

Misal, Belgia memiliki populasi Muslim enam persen dan anggota parlemen Muslim tersebar di antara lima partai politik dengan ideologi yang berbeda, termasuk sosialis, kiri-tengah, dan kanan-tengah. Mereka bebas bersaing dalam pemilihan federal dan regional tanpa harus menyembunyikan identitasnya.

Situasi ini sangat kontras dengan Prancis. Hanya Muslim sekuler yang bisa memenangkan pemilihan.

 

Meskipun Prancis memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa Barat, negara ini memiliki catatan paling buruk dalam hal keterwakilan Muslim. Ada empat anggota parlemen Muslim pada 2012 dan delapan anggota parlemen Muslim di Parlemen Prancis pada 2017. Minoritas dan perempuan lainnya juga terwakili secara tidak proporsional di Prancis.

Dilansir Daily Sabah, Selasa (22/6), studi ini berhipotesis penggambaran pemerintahan yang berlapis-lapis dan multikultural mungkin memiliki efek positif pada representasi agama. Sebab, ini dapat melegitimasi para elite partai politik untuk mencalonkan kandidat Muslim di parlemen nasional.

Di Austria, Muslim membentuk kurang dari dua persen dari parlemen. Padahal populasi Muslim sekitar enam persen di sana. Sebaliknya, di Belanda yang populasi Muslim juga sekitar enam persen, dapat membentuk sekitar delapan persen Muslim di parlemen.

Di antara negara-negara yang dianalisis dalam penelitian ini, Makedonia Utara memiliki populasi Muslim terbesar dengan 35,9 persen dalam hal proporsi tapi hanya mencapai sekitar 23 persen dari total kursi di parlemen dengan 29 hingga 33 anggota parlemen di 120 hingga 140 kursi legislatif.

Di Italia, hanya satu anggota parlemen Muslim terpilih dalam legislatif bikameral pada 2010. Untuk 2014-2015 tidak satu pun anggota parlemen Muslim terpilih dalam pemilu 2018.

 

Akturk mengatakan kepada Anadolu Agency, Belgia memiliki institusionalisasi keragaman etnokultural tertinggi karena negara tersebut memiliki struktur federal yang melibatkan Walloon dan Flemish yang diakui sebagai elemen utama negara. Dia mencatat kemampuan Muslim menikmati perwakilan yang adil di Belgia bukanlah suatu kebetulan dan itu adalah efek samping tidak langsung dari keragaman etnokultural di negara tersebut.

Sementara di Prancis, Akturk menyebut harus ada 42 sampai 43 anggota parlemen Muslim jika terwakili secara adil di parlemen. Namun, pada kenyataannya hanya ada tiga atau empat dari mereka.

Ini disebabkan oleh larangan ekspresi identitas agama dan etnis di ruang publik. Pemerintah juga mendesak semua orang berasimilasi dalam identitas sekuler.

“Prancis tidak menanyakan tentang latar belakang etnis atau bahasa ibu dalam sensusnya dan terkadang menghalangi penelitian,” ujar Akturk.

Prancis tahun lalu terlibat dalam perseteruan sengit dengan sejumlah negara Muslim, misalnya Turki atas pernyataan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Prancis. Ini menyusul penerbitan ulang karikatur ofensif Nabi Muhammad. Muslim di seluruh dunia mengecam keputusan majalah satir Prancis Charlie Hebdo untuk menerbitkan ulang kartun tersebut dengan alasan tidak menghormati Muslim dan Nabi Muhammad.

https://www.dailysabah.com/politics/eu-affairs/muslims-underrepresented-in-most-european-countries-study-says

 
Berita Terpopuler