Lingkaran Setan Lonjakan Kasus Covid-19

Pemerintah meyakini lonjakan kasus Covid-19 lebih disebabkan mobilitas Lebaran.

ANTARA/Galih Pradipta
Pekerja berjalan melintasi terowongan Kendal, di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per hari Kamis (17/6) menyebutkan kasus positif COVID-19 bertambah 12.624 orang sehingga total menjadi 1.950.276 orang, sementara kasus pasien sembuh COVID-19 bertambah 7.350 orang sehingga total menjadi 1.771.220 orang, untuk kasus meninggal akibat COVID-19 bertambah 277 jiwa sehingga totalnya menjadi 53.753 jiwa.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati, Dessy Suciati Saputri, Febrianto Adi Saputro

Kenaikan 12.624 kasus positif Covid-19 pada Kamis (17/6) mengembalikan Indonesia dalam suasan mencekam, persis seperti masa pasca-Lebaran tahun lalu. Penambahan kasus positif kemarin sekaligus menjadi yang tertinggi selama hampir lima bulan terakhir.

Laporan kasus harian yang lebih tinggi dari kemarin tercatat terakhir terjadi pada 30 Januari 2021 dengan 14.518 kasus dalam sehari. Sebagai informasi angka kasus pada 30 Januari itu merupakan rekor tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia.

Relawan Covid-19 yang juga seorang dokter, Tirta Mandira Hudhi, menilai peningkatan kasus ini selalu terjadi berulang semenjak 2020 lalu. “Jadi kalau dari kami melihat yang terjadi di Mei, Juni ini seperti lingkaran setan yang akan terjadi kembali. Saya dan kawan-kawan perkirakan Juli nanti turun,” ujar Tirta, saat berbicara di Konferensi Virtual FMB9 bertema 'Jangan Lelah Jangan Lengah, Tetap Disiplin Prokes', Kamis (17/6).

Tirta juga memperkirakan lonjakan kasus ini juga akan kembali hingga vaksinasi Covid-19 telah mencapai 70 persen. "Kalau saya sih sudah memprediksi sama kawan-kawan paling nanti Juli turun, nanti Agustus naik, September turun, nanti November naik, Desember turun, akhir Desember naik, begitu saja terus. Sampai nanti cakupan vaksinasi 70 persen,” ujarnya.

Untuk mengatasinya Tirta mengatakan ada tiga hal yang harus dicermati. Pertama, mau tidak mau pemerintah harus menyiapkan fasilitas kesehatan di daerah Jawa Tengah. Upaya tersebut dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Menurut Tirta, edukasi tentang Covid-19 bukan dari dokter lagi, namun bisa dari kader-kader kesehatan.

“Itu bukan dari kita, bukan dari dokter lagi, edukasi dari kader-kader kesehatan sudah ada di los pelayanan terpadu (Posyandu). Ia menjelaskan posyandu dibuat tahun 1980 yang digunakan untuk edukasi mengenai imunisasi dan untuk mencegah stunting. Nah, otomatis kader-kader kesehatan ini harus ditingkatkan untuk meningkatkan kesadaran-kesadaran mengenai kesehatan terutama penyakit infeksius itu Covid-19, DBD dan thypoid. Jadi peningkatan kesadaran melalui kader kesehatan,” katanya.

Kedua, kata Tirta adalah hoax buster. “Hoax buster ini sedang saya usulkan ke Kementerian Kesehatan. Jadi selama ini kalau aku itu Kemenkominfo cenderung mengklarifikasinya setelah H+3, H+4, sedangkan yang kita membutuhkan waktu itu yang bisa 2 jam selesai. Sehingga, hoaks yang di group WA bisa diklarifikasi," katanya.

Ketiga adalah banyak pejabat-pejabat yang memiliki kebijakan tidak realistis. Ia menyontohkan menyemprot disinfektan di jalanan yang tidak berpengaruh banyak dalam mengatasi penularan Covid-19. Tirta menambahkan selain menyadarkan protokol kesehatan, juga harus dibuat kebijakan yang juga relevan.

"Jadi gini selain kita harus sadar bahwa protokol ini harus selalu ditingkatkan melalui kader kesehatan, kita juga harus sadar banyak kebijakan-kebijakan yang sangat-sangat tidak relevan. Yang paling-paling sakit kritis itu adalah penyemprotan disinfektan di jalanan itu tidak nyambung sama sekali,” ujarnya.

Pemerintah masih meyakini bahwa lonjakan kasus Covid-19 selama dua pekan terakhir disebabkan terutama oleh tingginya mobilitas warga saat libur Lebaran yang lalu. Pernyataan pemerintah ini merespons kekhawatiran apakah ada andil masuknya beberapa varian baru Covid-19 terhadap kenaikan kasus signifikan akhir-akhir ini.

"Peningkatan penularan yang terjadi pada saat ini menurut kami sudah jelas kaitannya dengan mobilitas penduduk dan kerumunan terkait dengan Lebaran. Karena polanya sama dengan saat libur panjang tahun lalu," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, Kamis (17/6).

Wiku menambahkan, tren penambahan kasus Covid-19 harian sempat menurun sejak akhir Februari hingga pertengahan Mei 2021, tepatnya menjelang Lebaran. Namun setelah libur Lebaran terlewati, seiring dengan pulihnya kapasitas testing, angka Covid-19 kembali menanjak.

"Perlu dipahami, sejak awal Februari hingga pertengahan Mei kasus di Indonesia menurun dan BOR rata-rata 30 persen. Itu kondisi yang cukup ideal dalam waktu yang lama. Namun setelah libur Lebaran naik, sesuai dengan kalkulasi terkait libur panjang," kata Wiku.

Terkait kaitan antara lonjakan kasus dengan temuan varian mutasi Covid-19, termasuk varian Delta dari India, Wiku mengaku belum bisa memberikan penjelasan lebih rinci. Hal itu, hubungan sebab-akibat dari masuknya mutasi Covid-19 dengan lonjakan kasus, perlu menunggu hasil pemetaan dengan whole genome sequencing secara lengkap.

"Perlu penelitian lebih jauh untuk mengaitkan antara peningkatan kasus dengan varian baru," katanya.

Satu hal yang perlu dipahami masyarakat, ujar Wiku, baik varian Covid-19 yang sudah lebih lama bertransmisi di Indonesia atau varian baru, sama-sama berbahaya. Wiku pun meminta masyarakat tetap menjaga kedisiplinan protokol kesehatan untuk menekan penularan virus.

Titik yang menjadi kekhawatiran adalah angka kesembuhan pasien Covid-19 pada pekan ini yang mengalami penurunan sebesar 6,9 persen. Seharusnya, kata dia, terjadinya peningkatan kasus juga harus selalu dibarengi dengan peningkatan kesembuhan.

“Untuk kesembuhan sangat disayangkan di minggu ini terjadi penurunan kesembuhan sebesar 6,9 persen,” ujar Wiku.

Kendati demikian, Satgas mencatat lima provinsi dengan angka kesembuhan tertinggi, yakni Jawa Tengah naik 2.209 kasus, DKI Jakarta naik 2.200 kasus, Kepulauan Riau naik 1.956 kasus, Jambi naik 489 kasus, dan DIY naik 429 kasus.

Selain kasus kesembuhan, Satgas juga melaporkan perburukan penambahan kasus positif. Pada pekan ini, lonjakan kasus positif terjadi cukup signifikan yang mencapai 38,3 persen. Peningkatan kasus ini dikontribusikan oleh DKI Jakarta yang naik 7.132 kasus, Jawa Tengah naik 4.426 kasus, Jawa Barat naik 2.050 kasus, DIY naik 973 kasus, dan Jawa Timur naik 939 kasus.

Sedangkan kasus meninggal tercatat naik sebesar 4,9 persen. Wiku mengatakan, meskipun angka kasus meninggal ini terhitung rendah, namun seharusnya angka kematian dapat terus ditekan setiap minggunya.

Kenaikan kasus meninggal ini dikontribusikan oleh Jawa Timur naik 43 kasus, Sumatera Barat naik 24 kasus, Aceh naik 24 kasus, DIY naik 13 kasus, dan Sumatera Utara naik 12 kematian.

“Sangat disayangkan bahwa perkembangan di minggu ini sangat tidak diharapkan mengingat kita sempat mengalami penurunan kasus mingguan pada minggu lalu,” ujarnya.

Baca Juga





Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani, mendesak pemerintah untuk mengambil langkah cepat terkait melonjaknya kembali kasus Covid-19 di sejumlah daerah di Indonesia. Netty meminta pemerintah mengkaji kemungkinan pemberlakuan lockdown total guna mengendalikan kasus covid yang terus meningkat.

“Ancaman Covid-19 ini nyata dan makin masif. Varian baru telah dikonfirmasi masuk ke Indonesia. Pemerintah perlu memikirkan kemungkinan memberlakukan  lockdown total guna mengendalikan lonjakan kasus," kata Netty dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (18/6).

Menurutnya, Pemerintah harus lebih ketat dalam mengawasi penerapan protokol kesehatan di tempat umum. Jangan sampai masyarakat mengalami pandemic fatigue (kelelahan akan pandemi).

"Masyarakat dapat mengalami kelelahan akan pandemi akibat ketidakpastian kapan berakhirnya, sehingga mulai tidak mematuhi protokol pencegahan penyebaran virus Corona. Ini dapat menjadi situasi yang berbahaya. Oleh karena  itu pemerintah tidak boleh lengah dan lelah dalam memantau penegakan prokes," ujarnya.

Selain itu, Netty juga menekankan pentingnya 3T (testing, tracing dan treatmen) dan penegakan prokes. Ia meyakini banyak daerah yang kapasitas testnya masih di bawah standar global. Padahal testing dan tracing ini sangat penting untuk menekan potensi penularan.

"Lonjakan kasus ini harus jadi alarm bagi pemerintah untuk waspada dan segera bergerak cepat melakukan langkah antisipasi dengan  meningkatkan testing. Jangan sampai kita baru gelagapan setelah semakin banyak  daerah zona merah," ungkap politikus PKS tersebut.

Netty juga mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan ketersediaan  dokter,  tenaga kesehatan dan petugas pendukung lainnya seperti petugas pengurusan jenazah dan petugas pembuangan limbah medis. Selain ketersediaan dokter dan tenaga kesehatan, dirinya juga meminta pemerintah memikirkan jam kerja dan APD tenaga kesehatan.

"Jangan sampai mereka bekerja melampaui kemampuan dan menggunakan  alat perlindungan diri yang tidak standar," tuturnya.

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkiades Laka Lena, juga meminta agar testing dan tracing Covid-19 diperbanyak."Perbanyak testing tracing sehingga peta sebaran covid 19 tergambar," kata Melki saat dikonfirmasi, Jumat (18/6).

Ia juga mengimbau agar pemerintah segera memperkuat kapasitas RT, RW, dusun, kampung, desa, dan kelurahan dalam melakukan testing, tracing dan isolasi mandiri pasien positif kategori ringan atau OTG (orang tanpa gejala). Selain itu, Melki juga meminta agar pemerintah memperkuat konsolidasi nakes dan fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas dan klinik), RS rujukan covid maupun isolasi terpusat di level kecamatan atau kabupaten dalam berbagi tugas dan tanggungjawab dalam menangani lonjakan kasus di masing masing daerah.

"Antardaerah atau antar RS perlu saling dukung bersama asosiasi kesehatan setempat juga sekolah kesehatan untuk siapkan tenaga pendukung apabila ada daerah tertentu yang kategori merah atau bahkan hitam karena kasusnya melonjak tinggi," ungkapnya.

Politikus Partai Golkar itu menambahkan, pelaksanaan prokes ketat di semua daerah dan PPKM skala mikro level RT, RW, dusun, kampung, desa, dan  kelurahan perlu kembali dilakukan secara lebih disiplin dalam beberapa waktu ke depan. Selain itu ia menilai perlu juga dilakukan pembatasan mobilitas masyarakat secara ketat.

"Fasilitas publik dan transportasi publik perlu dibatasi secara ketat dalam sikon saat ini mengurangi keramaian dan berkumpulnya banyak orang dalam waktu yang lama. Pertemuan dan acara dalam bentuk daring diutamakan daripada tatap muka," ucapnya.

Tren Covid-19 Meningkat, Zona Merah di Indonesia Bertambah - (Republika)

 
Berita Terpopuler