Melestarikan Identitas Islam di Negeri Melayu

Pada awal abad ke-14, orang-orang Melayu sudah mempraktikan hukum Islam.

http://www.greenprophet.com
Masjid Selat Malaka di Malaysia. Salah satu masjid yang dianggap paling megah dan indah.
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universiti Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA) menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Islam di Dunia Melayu (ICON-IMAD X) ke-10 di International Convention Center (ICC) di Berakas, Kamis kemarin. Konferensi internasional yang berlangsung selama dua hari ini menjadi wadah untuk membahas tantangan dan isu-isu di dunia Melayu dalam upaya melestarikan identitas Muslim Melayu, sekaligus menyoroti temuan penelitian tentang Muslim Melayu.

Baca Juga

Tamu kehormatan Ketua Syari'e Hakim Pehin Orang Kaya Paduka Seri Utama Dato Paduka Seri Setia Ustaz Haji Awang Salim bin Haji Besar memimpin upacara pembukaan.

Dekan Fakultas Usuluddin UNISSA Dr Lily Suzana binti Haji Shamsu selaku Ketua ICON-IMAD X mengatakan, konferensi tersebut merupakan rangkaian nota kesepahaman (MoU) yang telah diteken oleh Akademi Studi Islam, Pascasarjana Universiti Malaya dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada tahun 2011.

“Setelah satu dekade, keanggotaan organisasi ICON-IMAD telah berkembang dari dua universitas di dua negara (Malaysia dan Indonesia) menjadi empat, termasuk Brunei Darussalam dan Thailand,” katanya seperti dilansir borneobulletin, Jumat (4/6).

Brunei Darussalam yang diwakili oleh UNISSA, pertama kali bergabung dengan ICON-IMAD pada tahun 2015, ketika diadakan di Pattani, Thailand. Kemudian pada tahun 2016, Brunei Darussalam menyelenggarakan konferensi ini untuk pertama kalinya.

Menurutnya, sebagai negara yang memiliki banyak kesamaan budaya, adat istiadat dan bahasa, ICON-IMAD X berfungsi sebagai platform untuk menciptakan dan memperkuat jaringan akademik dan intelektual antar ulama dalam memperkuat dan melestarikan akidah Islam di kawasan.

"Selain berbagi isu, tantangan dan pengalaman auntuk memperoleh manfaat yang dapat disesuaikan di tempat masing-masing,"kata dia.

 

 

Tahun ini, ICON-IMAD X diadakan sebagai bagian dari acara Brunei Mid-Year Conference and Exhibition (MYCE) 2021, yang diselenggarakan oleh Kementerian Sumber Daya Primer dan Pariwisata (MPRT) sepanjang bulan Juni.

ICON-IMAD X adalah konferensi tahunan yang diselenggarakan oleh UNISSA, bersama dengan Akademi Studi Islam Universiti Malaya di Malaysia; Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Djati (SGD), Bandung, Indonesia; dan Sekolah Tinggi Studi Islam (CIS), Universitas Prince of Songkla (PSU), Thailand.

Dengan mengusung tema “Melestarikan Islam di Era Melayu Kontemporer”, ICON IMAD X diselenggarakan dalam format hybrid, dengan presentasi makalah baik secara fisik maupun virtual.

Demikian pula, forum khusus akan diadakan pada hari kedua konferensi, yang menampilkan pembicara undangan dari masing-masing lembaga pemangku kepentingan untuk bersama-sama berbagi informasi dan pengetahuan tentang beberapa masalah dalam perlindungan anak.

Konferensi kemarin menyaksikan keynote speech oleh Guru Besar Fakultas Usuluddin UNISSA Profesor Dato’ Dr Mohd Fakhruddin bin Abdul Mukti, yang juga mantan Rektor Universiti Islam Antarabangsa Sultan Abdul Halim Mu’adzam Shah (UniSHAMS), Kedah, Malaysia.

Dilanjutkan dengan presentasi makalah perdana yang disampaikan oleh empat panel yang mewakili empat lembaga yang terdiri dari anggota ICON-IMAD dari dalam dan luar negeri, sedangkan musyawarah dilakukan secara semi virtual dari ICC.

 

 

 

 

“Saya optimistis pertemuan ulama, pakar, peneliti, bersama dengan instansi dari negara-negara terkait dalam ICON-IMAD akan menyegarkan dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kemurnian ajaran Islam. Islam tidak hanya menghasilkan warga negara yang baik tetapi juga melahirkan umat intelektual yang berkompeten,” kata Ketua Hakim Syar’ie Pehin Orang Kaya Paduka Seri Utama Dato Paduka Seri Setia Ustaz Haji Awang Salim bin Haji Besar, seperti dilansir borneobulletin, Jumat (4/6).

Menurut Hakim Syarie, Islam bukanlah agama yang eksklusif atau terisolasi dari dunia nyata, tetapi agama universal yang membawa manfaat bagi dunia. Pada awal abad ke-14, ungkapnya, orang-orang yang tinggal di kepulauan Melayu sudah mempraktikkan hukum Islam, terbukti dari Batu Bersurat Terengganu tanggal 14 Rejab 702 Hijriah, bertepatan dengan 22 Februari 1303, di mana undang-undang yang terkait dengan kejahatan, perdagangan dan administrasi terukir.

“Batu Bertulis adalah dokumen hukum pertama yang diproduksi oleh komunitas Melayu-Muslim. Padahal, ini merupakan catatan sejarah penting yang menggambarkan bahwa penduduk Melayu menerima Islam sebagai agama dan sumber daya intelektual dengan memberlakukan undang-undang yang mengatur kehidupan sehari-hari. Penggunaan aksara Melayu-Jawi pada Batu Prasasti menjadi saksi fakta ini,"katanya. 

“Dari segi hukum Islam, Kesultanan Malaka yang menerima Islam sebagai agama resmi, memiliki hukum Islam yang tertulis dalam dokumen hukum yang dikenal sebagai Hukum Malaka (HKM). HKM dilaksanakan di daerah-daerah yang ditaklukkan oleh Kesultanan Malaka antara lain Aceh, Brunei, Johor, Riau, Pahang, Kedah, dan lain-lain dengan sedikit perubahan dan penambahan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat," tambahnya.

 

 

Selain HKM, lanjut dia, sejarah juga mencatat undang-undang di pemerintahan lain seperti Pahang, Johor, Perak dan negara bagian lain, yang juga menganut Islam sebagai inti dari pembentukan hukum kanon, meskipun terjadi pada waktu yang berbeda. "Hal yang sama juga terjadi di negara kita, Brunei Darussalam dalam penerapan hukum Islam yang dikenal dengan Hukum Kanun Brunei (Brunei Code of Laws),"kata dia.

Hukum Kanun Brunei adalah naskah Brunei yang mengacu pada suatu peraturan atau undang-undang. Beberapa sarjana percaya bahwa itu muncul pada masa pemerintahan Sultan Syarif Ali. Yang lain mengklaim bahwa itu muncul pada masa pemerintahan Sultan Saiful Rizal dan sumber lain mengatakan bahwa itu terbentuk pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Hassan.

“Hal ini menunjukkan bahwa Brunei telah menjadi Kesultanan Melayu Islam, terbukti dari kesaksian ‘Salasilah Raja-Raja Brunei’ bahwa Hukum Kanun Brunei tersebut adalah ketentuan hukum yang tertulis dalam naskah HKB.

Oleh karena itu, kata dia, dapat disimpulkan bahwa hukum yang dirumuskan saat itu adalah hukum Islam, yang diselaraskan dengan adat istiadat orang Melayu asli. Islam jelas membawa perubahan positif bagi nalar sosial budaya dan masyarakat lokal di Nusantara. "Maka sudah menjadi tugas kita hari ini, untuk terus menjaga dan melestarikan identitas Islam di dunia Melayu, ” kata dia.

 

 
Berita Terpopuler