Yusuf Dibuat Kagum Isi Surat An Nur Ayat 35

Yusuf menjadi mualaf pada 2004 saat berusia 21 tahun.

Onislam.net
Mualaf (ilustrasi)
Rep: Rossi Handayani Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, LEEDS -- Pria asal Leeds, Jeremy, begitu kagum dengan isi surat An Nur ayat 35. Dia menjadi mualaf pada 2004 saat berusia 21, sejak saat itu, ia dikenal dengan Yusuf.

Baca Juga

"Ini mungkin paling baik diilustrasikan oleh sebuah insiden yang terjadi pada saya suatu malam ketika saya sedang membaca. Saya telah mencapai penggalan (surat) dalam Alquran yang disebut Surat An-Nur, Cahaya," kata Yusuf dilansir dari laman Leeds New Muslims pada Kamis (3/6).

Kemudian dia mulai membacakan surat An-Nur ayat 35. "Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya-Nya adalah ceruk yang di dalamnya ada pelita, pelita di dalam kaca, kaca seperti bintang yang cemerlang, dinyalakan dari pohon yang diberkati, zaitun, baik dari timur maupun dari barat, minyaknya semua  tetapi memancarkan cahaya bahkan jika tidak ada api yang menyentuhnya. Cahaya di atas Cahaya. Allah membimbing ke Cahaya-Nya siapa pun yang Dia kehendaki dan Allah membuat perumpamaan untuk manusia dan Allah memiliki pengetahuan tentang segala sesuatu".

"Tepat saat saya membaca ini, saya dilanda apa yang hanya bisa saya gambarkan sebagai perasaan damai dan bahagia ditambah dengan pengetahuan bawaan yang mendalam bahwa ini entah bagaimana benar.  Saya tidak yakin dari mana asalnya, meskipun tampaknya itu berasal dari luar dan dalam diri saya pada saat yang bersamaan," ucap Yusuf.

 

 

Kemudian Yusuf membacanya berulang-ulang. Meskipun ia menyadari tidak dapat memahaminya sepenuhnya, hingga pada sampai surat An-Nur ayat 39-40.

"Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu, dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan­Nya. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang bertindih-tindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun".

"Di sinilah saya menemukan diri saya lagi. Saya telah menghabiskan seluruh hidup saya mengejar fatamorgana. Saya ingin disukai, dihormati, dicintai, saya ingin orang berpikir bahwa saya keren. Saya haus akan kepuasan dan kebahagiaan (dan meskipun saya tidak menyadarinya, Allah), dan saya pikir mengadopsi gaya hidup yang saya pilih akan membawa saya pada itu, tetapi saya tidak menemukan apa pun selain balasan, dan itu adalah kecemasan dan depresi," ucap Yusuf.

 

 

Adapun Yusuf dibesarkan di lingkungan Kristen yang taat. Ibu dan ayahnya merupakan misionaris di Uganda selama sekitar 17 tahun. Yusuf adalah anak bungsu, dan dia lahir menjelang akhir misi orang tuanya. Dia menghabiskan dua tahun pertama hidupnya di sana. 

Kemudian keluarganya pindah ke Leeds tidak lama setelah kembali ke Inggris. Jeremy dikirim ke sekolah Church of England, dan orang tuanya begitu aktif di gereja tersebut. "Wajar untuk mengatakan bahwa saya dibesarkan dalam keluarga yang sangat religius," kata dia.

Sesaat sebelum remaja, tiba-tiba dia sadar apa pesan utama dari Kekristenan. Mereka diajari bahwa Yesus, yang selalu dia pahami sebagai orang hebat, bagaimanapun juga adalah Tuhan.  

"Sementara saya tidak terlalu mempertanyakannya pada saat itu, saya ingat berpikir bahwa itu agak aneh dan itu membuat saya merasa sedikit tidak nyaman," kata Yusuf.

 

 

Sampai pada suatu titik menjelang akhir masa remajanya, Jeremy benar-benar menjauh dari ibadah formal apa pun. Pada saat yang sama, dia menjadi agak depresi dan mengalami masalah kecemasan yang parah. Hal ini merupakan efek samping dari gaya hidup yang dia alami.  

"Meskipun ini agak traumatis, saya sekarang tahu bahwa mereka mempersiapkan saya untuk apa yang akan datang nanti dan, dengan demikian, itu adalah berkat yang besar. Mereka membuat saya sangat sadar akan kuasa Tuhan yang luar biasa dan sifat rapuh dari hidup saya, bahwa Dialah yang mampu membuatku mati, atau membuatku tetap hidup. Saya akan berpaling kepada-Nya pada saat-saat ini, tetapi 'agama' tidak benar-benar ada dalam pikiran saya," papar Jeremy.

Dia melanjutkan, sekitar waktu yang sama, dia bertemu dengan seorang wanita muda Muslim yang ia cintai.  Yusuf mengatakan, wanita itu juga merasakan hal yang sama. Namun wanita itu menjelaskan bahwa sebuah hubungan tidak akan ada gunanya. Hal ini karena Jeremy bukan seorang Muslim.

Singkat cerita, Jeremy bertanya pada wanita itu tentang islam. Kemudian pada akhirnya Yusuf diberikan Alquran oleh wanita itu. 

 

 

"Saya kemudian diberi Alquran terjemahan Yusuf Ali, dan saya akan mencuci muka, tangan dan lengan, menyeka kepala dan telinga saya, dan membasuh kaki saya, seperti yang telah diperintahkan (wudhu), sebelum membaca itu setiap malam sebelum tidur.  Saya bukan pembaca yang baik, tetapi saya benar-benar ingin memahaminya apa adanya, jadi saya akan membaca bagian yang sangat pendek dan mencoba merenungkan maknanya. Saya terpikat," ungkap Yusuf.

Kemudian ibu dari teman Yusuf membelikannya sebuah buku sebagai panduan shalat. Lalu ia mulai mempelajarinya, dan menerapkannya. Dia segera mulai menyadari manfaat berlimpah yang ditemukan dalam shalat lima waktu.

Yusuf sebenarnya ingin menjalani kehidupan yang baik, bersih, dan sehat.   "Saya telah menjadi Muslim tanpa menyadarinya.  Yang tersisa untuk dilakukan adalah meresmikannya dengan mengucapkan kalimat Syahadat. Saya melakukan ini pada 2 Mei 2005. Seperti halnya setiap elemen Islam, menjadi Muslim sangatlah sederhana, namun itu adalah pengalaman yang mendalam," kata Yusuf.

 

 

 
Berita Terpopuler