Tiga Hal Agar KPK Tetap Pada Khittahnya

Ada tiga hal yang bisa dilakukan agar KPK tetap pada khittah.

Republika/Thoudy Badai
Gedung KPK
Rep: Fuji Eka Permana Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti menanggapi kisruh dan polemik yang terjadi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya ada tiga hal yang bisa dilakukan agar KPK tetap pada khittah.

Baca Juga

"Ada tiga hal yang bisa dilakukan agar KPK tetap pada khittahnya sebagai lembaga pemberantasan korupsi, yang pertama tentu saja bagaimana kontrol dari masyarakat, (kontrol publik) ini sangat penting," kata Prof Mu'ti kepada Republika, Ahad (30/5).

Prof Mu'ti mengatakan, yang kedua pengawasan oleh DPR, karena DPR juga punya kewenangan yang sangat kuat. Terlebih KPK ini telah melalui proses seleksi yang keputusan akhirnya oleh DPR. Presiden sebagai kepala pemerintahan hanya memberi SK saja terhadap yang diputuskan DPR. 

Ia menjelaskan, yang ketiga memang harus ada penegakan hukum. Ini yang menjadi persoalan sekarang. Justru beberapa hal yang menyangkut beberapa orang yang dinyatakan oleh KPK sebagai tersangka, belum ada yang divonis sampai sekarang. 

 

"Kan sekarang belum ada yang divonis, yang sempat menghebohkan, ada yang karena perbuatannya bisa dikenai ancaman hukuman mati, kan sekarang juga kasusnya malah seperti mati suri, tidak ada proses," ujarnya. 

Prof Mu'ti juga mengatakan bahwa persoalan yang terjadi di KPK harus dipahami bahwa kepentingannya adalah membela institusi KPK, bukan membela orang perorangan karena itu terlalu subjektif. Ia menegaskan, kepentingannya adalah membela institusi, hubungannya dengan bagaimana agar KPK ini lebih berdaya. 

"Dan (bagaimana agar) KPK sebagai satu-satunya lembaga yang sekarang masih dipercaya masyarakat dalam pemberantasan korupsi itu masih bisa lebih kuat lagi, ini harus kita lihat sebagai bagian kenapa kemudian persoalan ini menjadi begitu ramai," ujarnya. 

Menurutnya, persoalan di KPK sekarang ini kelanjutan dari kontroversi sejak revisi UU KPK kemudian ada peraturan pemerintah. Ia mengatakan, memang sejak awal publik sangat keberatan ketika perubahan UU KPK mengharuskan mereka yang bekerja di KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN). Menurutnya itu akan berdampak terhadap independensi dan keleluasaan mereka untuk bergerak.  

 

"Apalagi jika kita lihat memang banyak hal yang berkaitan dengan pengungkapan kasus itu harus melalui proses administrasi yang itu terlalu birokratis dalam pandangan saya, bagaimana memberantas korupsi harus izin dan harus ada persetujuan dari pihak-pihak tertentu, ini akhirnya memang menjadi persoalan," jelasnya.

 
Berita Terpopuler