Biden Sahkan Undang-Undang Anti-Kejahatan Rasial

UU itu disetujui melalui voting dengan suara 94 setuju dan 1 tidak setuju di Senat.

AP/Evan Vucci
Presiden Joe Biden berbicara sebelum menandatangani Undang-Undang Kejahatan Kebencian COVID-19, di Ruang Timur Gedung Putih, Kamis, 20 Mei 2021, di Washington.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menandatangani undang-undang anti-kejahatan rasial pada Kamis (20/5). Undang-undang ini mengarahkan penegakan hukum federal untuk mengatasi peningkatan serangan kekerasan terhadap orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik selama pandemi virus Corona.

“Ada nilai dan keyakinan inti sederhana yang harus menyatukan kita sebagai orang Amerika. Salah satunya berdiri bersama melawan kebencian, melawan rasisme,” kata Biden, dilansir Aljazirah, Jumat (21/5).

Undang-undang baru tersebut bertujuan untuk mempercepat peninjauan Departemen Kehakiman atas kejahatan kebencian anti-Asia, dan menunjuk seorang pejabat di Departemen Kehakiman untuk mengawasi upaya tersebut. Undang-undang anti-kejahatan rasial ini akan membuat para korban dengan mudah melakukan pelaporan dari semua jenis kejahatan rasial, dan memberikan pelatihan bagi pejabat lokal dan negara bagian.

Undang-undang  tersebut telah melewati Kongres dengan suara mayoritas besar. Undang-undang itu disetujui melalui voting dengan suara 94 setuju dan 1 tidak setuju di Senat.

Sementara di House of Representative sebanyak 364 suara menyatakan dukungan terhadap undang-undang anti-kejahatan rasial, dan 62 lainnya menolak. Undang-undang baru tersebut mengarahkan Departemen Kehakiman AS untuk fokus pada penuntutan kejahatan dengan kekerasan terhadap warga Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik. Biden memuji Demokrat dan Republik di Kongres karena bekerja sama untuk memberlakukan undang-undang tersebut.

“Kami sudah terlalu lama tidak melihat jenis bipartisan seperti ini di Washington. Anda menunjukkan kepada kami bahwa demokrasi kami dapat bekerja dan memberikan hasil bagi rakyat Amerika," kata Biden.

Baca Juga

Pada tahun lalu, polisi AS telah melihat lonjakan kejahatan bermotif rasial terhadap orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik. Kejahatan rasial itu termasuk penembakan di Georgia yang menewaskan enam wanita keturunan Asia pada Maret lalu.

"Selama lebih dari satu tahun, orang Asia-Amerika di seluruh negara kami telah berteriak minta tolong. Kami semua pernah mendengar cerita yang memuakkan dan melihat video mengerikan dari orang Amerika keturunan Asia yang dipukuli, disayat, dan diludahi," ujar anggota parlemen Grace Meng, yang merupakan penyokong utama rancangan undang-undang anti-kejahatan rasial.

Penegak hukum dan pendukung Asia-Amerika telah mengaitkan peningkatan kejahatan rasial terhadap orang Asia dengan retorika politik mantan Presiden Donald Trump, dan politisi Republik lainnya yang menyalahkan Cina atas pandemi virus korona.

Undang-undang yang ditandatangani oleh Biden juga mencakup Undang-Undang “NO HATE” Jabara-Heyer. Undang-undang ini berupaya meningkatkan penegakan hukum pelaporan kejahatan rasial dan memperluas bantuan serta sumber daya masyarakat bagi korban kejahatan semacam itu.

Undang-undang ini diambil dari kisah Khalid Jabara, seorang warga Amerika Lebanon yang dibunuh oleh tetangga yang rasis di Tulsa, Oklahoma pada 2016, dan Heather Heyer, yang tewas dalam serangan oleh supremasi kulit putih saat pawai di Charlottesville, Virginia pada 2017.

Kedua serangan tersebut awalnya tidak dikategorikan sebagai kejahatan rasial, tetapi akan berada di bawah undang-undang baru. Undang-undang itu mewajibkan Jaksa Agung AS dan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan untuk mengeluarkan pedoman praktik terbaik tentang cara mengurangi bahasa diskriminatif rasial yang digunakan selama pandemi.

 
Berita Terpopuler