Mengapa Selandia Baru tak Mau Mengecam China?

Selandia Baru tidak mengikuti jejak negara Aliansi Five Eyes lainnya yang kecam China

AP/Nick Perry
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.
Rep: Fergi Nadira Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Satu negara yang tergabung dalam aliansi Five Eyes , Selandia Baru, enggan mengutuk China. Negara yang dipimpin Jacida Ardern itu enggan mengikuti jejak anggotan lain yakni Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.

Empat dari anggota tersebut bersama-sama mengutuk perlakuan China terhadap etnis Uighur di Provinsi Xinjiang.  Mereka juga menyatakan keprihatinan atas langkah militer de facto China atas Laut Cina Selatan, penindasan demokrasi di Hong Kong, dan tindakan mengancam ke arah Taiwan.

Menteri Luar Negeri Selandia Baru Nanaia Mahuta mengaku menolak untuk bergabung dengan empat negara Five Eyes dalam kecaman terhadap Beijing tersebut. Dia mengatakan, merasa tidak nyaman memperluas peran aliansi dengan memberikan tekanan pada China dengan cara seperti itu.

Meskipun Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengakui pada Senin (3/5) bahwa perbedaannya dengan China menjadi lebih sulit untuk didamaikan. Namun negara itu masih lebih memilih untuk mengejar hubungan bilateral dengan Beijing.

China adalah pasar ekspor terbesar di Selandia Baru. Selandia Baru bergantung pada China untuk hampir 30 persen dari ekspornya, sebagian besar produk susu. Begitu pula Australia, namun kedua tetangga Antipodean itu dengan jelas memandang kebijakan China dari sudut pandang yang sangat berbeda.

Pemerintah federal Australia di Canberra telah menjatuhkan veto investasi besar China di negara bagian Victoria yang akan menjadi bagian dari inisiatif "Belt and Road" Beijing. Hasilnya, China telah memberlakukan sanksi perdagangan yang merusak terhadap Australia.

Menilik dari hubungan dengan aliansi intelijen Five Eyes, jawabannya sangat sedikit. Para pejabat di aliansi Five Eyes berasumsi bahwa karena kelima negara secara luas memiliki pandangan dunia yang sama, maka pandangan itu juga akan berlaku untuk China.

Baca Juga

Pada Mei 2020, aliansi setuju untuk memperluas perannya dari keamanan dan intelijen menjadi sikap lebih publik tentang penghormatan terhadap hak asasi manusia dan demokrasi.

Pada November, aliansi tersebut mengkritik pemerintah China karena menghambat demokrasi di Hong Kong ketika Beijing memperkenalkan undang-undang baru yang mendiskualifikasi legislator terpilih di bekas koloni Inggris itu. Seorang juru bicara pemerintah China bereaksi dengan marah, mengejek aliansi Five Eyes.

Kini, enam bulan kemudian, keluarnya Selandia Baru dari garis kecaman terhadap China berarti bahwa peran baru Five Eyes yang diperluas tampaknya terhenti. Ini mendorong beberapa orang untuk mempertanyakan apakah aliansi itu dalam masalah.

Sejauh ini, mayoritas intelijen yang dibagikan dalam aliansi tersebut berasal dari Washington. Kontributor terbesar berikutnya adalah Inggris, dengan masukan dari GCHQ, MI6 dan MI5. Kontribusi yang jauh lebih kecil dibuat oleh Kanada dan Australia.

Mengenai Selandia Baru, tinjauan intelijen yang dilakukan pada 2017 menemukan bahwa untuk setiap 99 keping intelijen yang diterima melalui aliansi, itu hanya berkontribusi satu. Jadi, Selandia Baru jelas akan mengalami banyak kerugian jika pergi.

 
Berita Terpopuler