Ibadah di Masjid Terbatas, Bisakah Raih Lailatul Qadar?

Ibadah sangat luas sekali.

AP /Rahmat Gul
Ibadah di Masjid Terbatas, Bisakah Raih Lailatul Qadar?
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Malam lailatul qadar adalah momen yang ditunggu-tunggu umat Islam karena keutamannya yang dijelaskan dalam Alquran dan hadist Nabi Muhammad SAW. Umat Islam biasa berbondong-bondong beritikaf di masjid pada 10 malam terakhir Ramadhan demi meraih keutamaan lailatul qadar yang dijelaskan lebih baik dari seribu bulan ini.

Baca Juga

Namun pandemi Covid-19 yang belum berhenti, membuat masjid-masjid membatasi jumlah jamaah dan banyak Muslim yang terkendala melakukan itikaf di masjid. Sebuah kondisi yang membuat sulit melakukan tradisi itikaf pada 10 malam terakhir di bulan suci Ramadhan.

Bisakah umat Islam meraih lailatul qadar di tengah kondisi ini? 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Sholahuddin Al-Aiyub menjelaskan lailatul qadar masih bisa didapatkan meski dengan berbagai keterbatasan karena pandemi Covid-19. Terkendalanya tradisi itikaf yang biasa dilakukan pada 10 malam terakhir dikatakan tidak menutup pintu mendapatkan lailatul qadar bagi seseorang. 

“Itikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah). Namun demikian, betul apabila kondisinya tidak memungkinkan kita bisa melakukan taqarrub ilallah dari rumah, tidak dilakukan dengan itikaf. Dengan illah (sebab) kondisi yang mewajibkan kita melakukan itu. Maka Insya Allah, Allah ‘aalimun bi zalika, maka Allah akan mengetahui niat baik kita,” katanya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (30/4).

Menurutnya, Rasulullah SAW memang mencontohkan menggiatkan ibadah di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Namun, ibadah kepada Allah SWT sangat luas bentuknya dan bisa dilakukan dengan berbagai hal, tidak hanya dengan itikaf.

 

 

 

“Ibadah sangat luas sekali, tidak hanya dengan itikaf, ada dengan berzakat, ada dengan halaqah ilmu, ada dengan misalnya kita menulis sebuah makalah yang bermanfaat, itu semua bagian dari ibadah. Kita kemudian misalnya memberikan sahur, memberikan makan kepada orang-orang di jalanan, itu bentuk ibadah untuk kebaikan yang bisa dijalankan dan diintensifkan pada 10 hari terakhir,” ungkapnya.

Adapun bagi yang ingin melakukan qiyam Ramadhan dengan sholat sunnah seperti tarawih atau sholat sunnah lainnya, karena kondisi masih pandemi, bisa dilakukan di rumah. Tidak memaksakan diri untuk beritikaf di tengah pandemi Covid-19 yang mengharuskan untuk waspada. Terlebih sholat-sholat sunnah memang lebih utama dilakukan di rumah.

“Sholat sunnah tarawih sendiri, Rasulullah melakukannya di masjid hanya tiga hari, selebihnya melaksanakan di rumah. Kemudian karena memang begitu apa yang disampaikan para ulama, sebagaimana dilakukan para Rasul untuk sholat sunnah, fadilahnya dilakukan di rumah,” jelasnya.

Menurutnya, para ulama telah mengajarkan saat pandemi ini maqasid syariah yang paling utama diadahulukan adalah hifzu nafsi atau keselamatan jiwa. Baru kemudian yang kedua adalah hifzu din atau menjaga keberlangsungan agama. Karena itu, dirinya mengimbau umat Islam tetap menggiatkan ibadah dengan mengikuti aturan protokol kesehatan.

“Kita ingin menjalankan perintah agama dengan beribadah di lailatul qadar, akan tetapi kita juga harus memperhatikan kondisi yang ada pandemi ini yang menyebabkan Allah menganjurkan untuk hifzu nafsi terlebih dahulu. Karena itu, niat baik tesebut harus diiringi dengan kondisi yang ada sehingga kalau tidak memungkinkan dilakukan di masjid, tempat umum, keramaian yang melibatkan banyak orang ketika berjamaah, itu bisa dilakukan di rumah dan itu Allah mengetahui niat baik kita,” katanya. 

Infografis Perempuan Beritikaf - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler