Menteri PPPA: Perempuan Perlu Literasi Digital

Literasi digital menjadi kunci bagi perlindungan perempuan dan anak di dunia digital.

SIGID KURNIAWAN/ANTARA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengamati dunia yang serba digital dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ ICT) yang berkembang pesatnya.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengamati dunia yang serba digital dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ ICT) yang berkembang pesatnya. Bintang menilai upaya meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan perlu dibarengi dengan literasi digital yang kuat.

"Akses dan keterampilan perempuan dalam TIK menjadi fokus yang harus kita bangun untuk memberdayakan para pengusaha perempuan agar dapat bersaing di masa kini dan juga masa depan. Ekonomi berbasis inovasi dan transformasi digital bagi wirausaha sudah tidak dapat ditawar lagi, termasuk bagi perempuan," kata Menteri Bintang dalam keterangan pers yang diterima Republika pada Jumat (23/4).

Meskipun TIK membawa berbagai kemudahan bagi manusia, Menteri Bintang mengingatkan agar masyarakat tetap perlu waspada akan dampak buruk yang diciptakan TIK. Misalnya kekerasan online dan cybercrime dimana paling rentan dialami oleh perempuan dan anak. Menurut Bintang, literasi digital menjadi kunci bagi perlindungan perempuan dan anak di dunia digital.

"Perempuan yang memiliki literasi digital akan mampu melindungi diri mereka sendiri dalam dunia digital, dan di masa depan saat menjadi seorang ibu, akan mampu melindungi anak-anak mereka dari bahaya internet," ujar Bintang.

Baca Juga

Bintang menyadari pemberdayaan perempuan dan perlindungan terhadap perempuan dalam dunia digital bukan merupakan pekerjaan mudah. Ia menyebut terbatasnya akses perempuan terhadap teknologi informasi, problematika kemandirian secara ekonomi, maupun kerentanan perempuan merupakan masalah kompleks. Oleh karena itu, Bintang mengajak seluruh stakeholder dan masyarakat untuk bersama menciptakan ruang yang ramah bagi perempuan, termasuk di dunia digital.

"Mencapai kesetaraan yang diidamkan bersama tidak akan cukup dilakukan oleh pemerintah atau satu pihak saja," tegas Bintang.

Sementara itu, Pendiri Institute of Social Economic Digital (ISED), Sri Adiningsih, menyebut ketimpangan digital masih terjadi pada kelompok perempuan. Namun ia mengklaim perempuan punya potensi dalam pembangunan ke arah transformasi digital.

"Kita kadang berpikir kalau terkait dengan teknologi perempuan minim terlibat. Ternyata perempuan juga tidak takut dan tidak khawatir, terbukti meskipun masih ada ketimpangan dalam transformasi digital tetapi mereka terus berkembang, maju dengan digitalisasi," ucap Adiningsih.

 
Berita Terpopuler