Studi: Muslim Inggris Patuhi Prokes Selama Ramadhan

Studi itu membantah asumsi negatif bahwa Muslim Inggris melanggar aturan lockdown.

Canterbury Mosque
Komunitas Muslim Canterbury di Inggris mendonasikan hadiah kepada pekerja garda depan dalam menanggulangi virus corona jenis baru 2019 (Covid-19).
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berpuasa di Inggris selama Ramadhan tahun lalu tak menyebabkan angka kematian covid yang lebih tinggi di kalangan umat Islam. Hal itu diungkap hasil studi yang dipublikasikan dalam Journal of Global Health, Kamis (1/4).

Baca Juga

Disebutkan studi tersebut, tidak ada bukti yang menunjukan peningkatan jumlah Muslim Inggris yang meninggal selama Ramadhan karena virus corona. “Temuan kami menunjukkan bahwa praktik yang terkait dengan Ramadhan tidak memiliki efek merugikan pada kematian akibat covid-19,” kata laporan itu seperti dilansir aljazirah, Jumat (2/4).

Diungkap hasil studi tersebut, tidak ada keterkaitan perilaku dan praktik budaya dalam komunitas Muslim terkait dengan peningkatan paparan selama pandemi. Kesimpulan tersebut merujuk pada hasil analisis selama Ramadhan tahun lalu yang dimulai 23 April tak lama setelah gelombang pertama pandemi mengalami puncaknya di Inggris. Apalagi pelaksanaan shalat berjamaah di masjid ditiadakan sejalan dengan kebijakan lockdown pemerintah Inggris.

Para peneliti menganalis tingkat kematian di wilayah dengan populasi Muslim hanya 20 persen. Mereka bahkan menemukan angka kematian terus menurun selama Ramadhan.

Lebih lanjut, kata laporan tersebu, tren ini berlanjut setelah Ramadan."Ini menunjukkan bahwa tidak ada efek merugikan yang tertinggal dari puasa di wilayah Muslim,"kata laporan itu.

 

Salman Waqar, salah seorang peneliti, mengatakan kepada Aljazirah, bahwa temuan tersebut menunjukkan bahwa Ramadhan tidak memiliki "efek merugikan" pada kasus covid-19. Data tersebut jelas bertentangan dengan komentar dari beberapa politisi dan komentator lain bahwa komunitas tertentu, khususnya Muslim, bertanggung jawab atas peningkatan kasus tahun lalu.

Waqar berharap komunitas Muslim Inggris tetap mengambil tindakan pencegahan selama bulan suci meski terjadi pengurangan pembatasan aktivitas di Inggris. 

“Ini sangat [penting] mengingat dampak yang tidak proporsional yang dialami komunitas Muslim dalam hal kasus COVID dan kematian, tetapi juga dalam penggunaan vaksin,” kata Waqar, merujuk pada rasa ragu akan vaksin di antara beberapa Muslim dan minoritas lainnya di Inggris.

Dewan Muslim Inggris (MCB), Organisasi Muslim terbesar di Inggris, mengatakan laporan itu membantah asumsi negatif bahwa Muslim akan melanggar aturan lockdown di bulan Ramadhan.

 

"Persepsi semacam itu dirancang untuk mengkambinghitamkan komunitas Muslim, dan mengalihkan perhatian dari ketidaksetaraan kesehatan struktural yang lebih luas yang mereka dan kelompok-kelompok marjinal lainnya hadapi, kata Omar Begg, juru bicara MCB, kepada Aljazirah.

 

Begg berharap Ramadhan tahun komunitas Muslim tidak akan menjadi sasaran asumsi tak berdasar selama pandemi covid. "Kami melakukan segala yang kami bisa untuk melindungi dan meminimalkan risiko bagi individu dan komunitas yang paling rentan," kata Begg.

 
Berita Terpopuler