Studi: Ramadhan Saat Pandemi di Inggris tidak Merugikan

Ibadah Ramadhan tidak memiliki efek merugikan pada kematian akibat Covid-19.

REUTERS/CARL RECINE
Studi: Ramadhan Saat Pandemi di Inggris tidak Merugikan. Jamaah masjid Al Abbas Islamic Center, Balsal Heath, Birmingham Inggris menerima suntikan vaksin Covid-19, Kamis (21/1). Diharapkan sekitar 300 hingga 500 orang menerima vaksin di tempat ini.REUTERS/Carl Recine
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Praktik puasa selama Ramadhan di Inggris tahun lalu tidak menyebabkan tingkat kematian Covid-19 yang lebih tinggi di kalangan Muslim. Hal ini disampaikan oleh sebuah lembaga penelitian, Kamis (1/4).

Baca Juga

Menurut sebuah laporan yang disampaikan Journal of Global Health, tidak ada bukti yang menunjukkan Muslim Inggris yang menjalankan ibadah di bulan suci lebih mungkin meninggal karena infeksi virus Covid-19.

 

Di Inggris, ada lebih dari tiga juta Muslim. Jumlah ini menduduki sekitar lima persen dari populasi Inggris dengan sebagian besar berasal dari Asia Selatan. Banyak komunitas Muslim terkena dampak pandemi secara tidak proporsional, bersamaan dengan kelompok minoritas lainnya.

“Temuan kami menunjukkan praktik ibadah yang terkait dengan Ramadhan tidak memiliki efek merugikan pada kematian akibat Covid-19,” kata laporan itu dikutip di Aljazirah, Jumat (2/4).

Laporan yang sama menyebut ada banyak komentar yang menyatakan perilaku dan praktik budaya yang dilakukan komunitas minoritas membawa efek atas peningkatan keterpaparan mereka terhadap virus tersebut. Hal ini juga mengacu pada beberapa klaim yang mengatakan mungkin ada lonjakan infeksi selama Ramadhan.

Namun, hasil studi menyebut klaim tersebut tidak berdasarkan bukti apa pun. Sebaliknya, komentar serupa adalah gangguan yang tidak membantu dalam faktor penentu sosial kesehatan, terutama ketidaksetaraan kondisi hidup dan kerja.

 

Ketidaksetaraan ini dinilai menjadi pendorong utama ketimpangan kondisi kesehatan yang terjadi pada semua kelompok yang kurang beruntung secara sosial, sebelum dan juga selama pandemi Covid-19. Laporan dari Journal of Global Health ini didasarkan pada analisis komparatif tingkat kematian Covid-19 selama Ramadhan tahun lalu, yang dimulai pada 23 April, tak lama setelah gelombang pertama pandemi memuncak di Inggris.

Selama periode Ramadhan, perayaan dan sholat berjamaah di masjid dibatalkan sejalan dengan karantina nasional. Para peneliti juga menganalisis tingkat kematian di lebih dari selusin wilayah otoritas lokal di Inggris, di mana populasi Muslimnya minimal 20 persen. Mereka justru menemukan kematian terus menurun di daerah-daerah tersebut selama periode Ramadhan.

Lebih lanjut, tren ini berlanjut setelah Ramadhan. Hal ini menunjukkan tidak ada efek merugikan yang tertinggal dari puasa di wilayah Muslim.

Salah satu penulis penelitian tersebut Salman Waqar mengatakan temuan tersebut menunjukkan Ramadhan tidak memiliki efek merugikan pada perkembangan Covid-19 di negara tersebut. Dia mengindikasikan data tersebut juga bertentangan dengan komentar dari beberapa politisi dan komentator lain. Mereka sebelumnya mengatakan komunitas tertentu, khususnya Muslim bertanggung jawab atas peningkatan kasus tahun lalu.

Dewan Muslim Inggris (MCB) selaku badan payung Muslim terbesar di Inggris mengatakan laporan itu membantah asumsi negatif yang sebagian besar disampaikan oleh sayap kanan. Mereka menyebut Muslim akan melanggar aturan karantina di bulan Ramadhan dan menyebabkan lonjakan infeksi.

 

"Persepsi semacam itu muncul atas prasangka, dirancang untuk mengkambinghitamkan komunitas Muslim dan mengalihkan perhatian dari ketidaksetaraan kesehatan struktural yang lebih luas yang dihadapi Muslim dan kelompok-kelompok marjinal lainnya," kata Juru Bicara MCB Omar Begg.

Laporan ini disampaikan kurang dari dua minggu sebelum Ramadhan tahun ini yang dijadwalkan dimulai pada 13 April. Begg lantas berharap Ramadhan kali ini terbebas dari asumsi. Tindakan pragmatis perlu diambil pada tingkat kebijakan untuk mengatasi penyebab ketidaksetaraan yang disoroti pandemi.

Waqar lantas meminta Muslim Inggris mempraktikkan setiap tindakan pencegahan selama bulan suci tahun ini. Hal ini tetap perlu meski ada pengurangan penguncian di Inggris dan penurunan tingkat infeksi, didukung kampanye vaksinasi massal yang cepat.

Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial (DHSC) Inggris lantas diminta untuk mengomentari laporan tersebut. Juru bicara pemerintah tidak menanggapi temuan laporan tersebut secara langsung.

Di sisi lain, mereka mengatakan ada bukti jelas jika Covid-19 telah berdampak secara tidak proporsional pada kelompok tertentu. "Kami melakukan segala yang kami bisa untuk melindungi dan meminimalkan risiko bagi individu dan komunitas yang paling rentan," kata juru bicara itu.

Sebagai bagian dari upaya itu, ia disebut telah bekerja tanpa lelah memberi nasihat dan informasi tentang manfaat vaksinasi serta bagaimana cara suatu komunitas bisa mendapatkan suntikan vaksin.

 

https://www.aljazeera.com/news/2021/4/1/ramadan-covid-fasting

 
Berita Terpopuler