Membaca Dampak Luar Biasa Covid dalam Statistik Kemiskinan

Orang miskin di Indonesia bertambah 1,13 juta orang dalam kurun waktu 6 bulan.

ANTARA/Ahmad Subaidi
Seorang warga memetik kangkung di Sungai Jangkuk, di permukiman padat penduduk di Ampenan, Mataram, NTB, Senin (25/1). Badan Pusat Statistik hari ini mengumumkan angka-angka terbaru kemiskinan di Indonesia yang menjadi cerminan dampak luar biasa pandemi Covid-19. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Amri Amrullah

Pandemi Covid-19 berkontribusi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang, atau naik 2,76 juta orang dibandingkan September 2019.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, terdapat 1,13 juta orang tambahan yang masuk ke kategori miskin dalam kurun waktu 6 bulan. Penduduk miskin pada September 2020 setara dengan 10,19 persen terhadap jumlah penduduk Indonesia, di mana pada Maret 2020 angkanya pada Maret 2020 sebesar 9,78 persen.

Baca Juga

"Dampak Covid-19 luar biasa, menurunkan pendapatan dari seluruh lapisan," katanya dalam konferensi pers secara virtual pada Senin (15/2).

Pandemi juga telah memberikan dampak ke tingkat kemiskinan melalui lapangan kerja. BPS menyebutkan, sebanyak 29,12 juta penduduk atau 14,28 persen dari jumlah penduduk usia kerja terkena dampaknya.

Dari total tersebut, 2,56 juta penduduk menjadi pengangguran, sementara 1,77 juta penduduk sementara tidak bekerja. Selain itu, 24,03 juta penduduk bekerja dengan pengurangan jam kerja.

"Ini berpengaruh pada pendapatan," kata Suhariyanto.

Persentase pekerja setengah penganggur juga naik. Pada Agustus 2020, persentasenya mencapai 10,19 persen atau naik 3,77 persen dibandingkan Agustus 2019, Suhariyanto mengatakan, kenaikan ini mengindikasikan penurunan pendapatan masyarakat.

BPS juga mencatat, garis kemiskinan per September 2020 mencapai Rp 458.947 per kapita per bulan. Angka ini naik tipis, 0,94 persen, dibandingkan realisasi pada Maret 2020 yang sebesar Rp 454.652 per kapita per bulan.

Dari komposisinya, komoditi makanan berperan lebih signifikan terhadap garis kemiskinan dibandingkan komoditi non makanan. Kontribusi makanan mencapai 73,87 persen, sementara sisanya disumbangkan oleh bukan makanan.

Beberapa komoditas makanan yang memberikan pengaruh pada garis kemiskinan tidak banyak berubah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Beras menjadi penyumbang terbesar, yakni 16,58 persen di perkotaan dan 21,89 persen di pedesaan.

"Dengan melihat angka ini, harus berikan perhatian ekstra agar komoditas pangan, seperti beras, tidak mengalami fluktuasi tinggi," kata Suhariyanto.

Sementara itu, rokok kretek filter berada di posisi kedua. Kontribusinya 13,50 persen terhadap garis kemiskinan di perkotaan dan 11,85 persen di pedesaan. Persentase ini naik dibandingkan September 2019 yang masing-masing berada pada level 11,17 persen dan 10,37 persen.

Dari komoditi bukan makanan, perumahan menjadi penyumbang terbesar terhadap garis kemiskinan. Sumbangannya di perkotaan dan pedesaan masing-masing mencapai 8,32 persen dan 7,72 persen.

BPS juga menyebutkan, per rumah tangga miskin, garis kemiskinan nasional mencapai Rp 2,2 juta. Garis kemiskinan di DKI Jakarta lebih tinggi dari rata-rata nasional, yakni hingga Rp 3,8 juta per rumah tangga miskin.

Disparitas kemiskinan perkotaan dan pedesaan juga masih tinggi. Sementara tingkat kemiskinan di kota sebesar 7,88 persen, level di pedesaan sudah mencapai double digit yakni 13,20 persen.

Tetapi, peningkatan kemiskinan di perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Laju pertumbuhan kemiskinan di kota pada September 2020 dibandingkan September 2019 mencapai 1,32 persen poin, sedangkan di pedesaan hanya 0,60 persen poin.

Di sisi lain, indeks kedalaman kemiskinan di pedesaan juga masih lebih tinggi, 2,39, dibandingkan di perkotaan yang berada pada level 1,26 persen. Tingkat indeks di pedesaan bahkan lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 1,75.

Indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi, berarti jaraknya semakin jauh yang berarti upaya untuk mengangkat masyarakat miskin untuk menjadi tidak miskin akan semakin berat.

Dari sisi indeks keparahan, kondisi kemiskinan di pedesaan juga lebih parah dengan berada pada level 0,68. Sedangkan, indeks keparahan di kota dan nasional atau akumulasi perkotaan dengan pedesaan masing-masing sebesar 0,31 dan 0,47.

Indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi pula ketimpangannya yang berarti, upaya pemerintah untuk mengurangi masyarakat miskin semakin berat.

"Ke depan, perlu perhatian khusus terhadap masyarakat desa agar mereka bisa keluar dari kemiskinan," ujar Suhariyanto.

Tingkat rasio gini nasional pada September 2020 juga naik menjadi 0,385. Setahun sebelumnya, angka rasio gini di Indonesia adalah 0,380.

Sebagai informasi, nilai rasio gini berada pada rentang nol hingga satu. Semakin tinggi nilainya, atau mendekati satu, berarti semakin tinggi tingkat ketimpangan.

Lima cara mengurangi stres selama pandemi. - (Republika.co.id)

Dirjen Penanganan Fakir Miskin (Dirjen PFM) Asep Sasa Purnama Kementerian Sosial (Kemensos) ketika dikonfirmasi terkait rilis data BPS soal angka kemskinan memilih enggan berkomentar. Dirjen PFM Kemensos Asep Sasa Purnama, yang juga anak buah Menteri Sosial Tri Rismaharini tidak menanggapi pertanyaan wartawan, terkait naiknya angka kemiskinan menjadi dua digit.

Bahkan ketika ditanyakan langkah Kemensos agar bansos yang dijalankan kembali di 2021 lebih bisa terukur. Asep hanya meminta agar pertanyaan diarahkan ke Mensos.

"Saran saya pertanyaan diarahkan ke Bu Mensos saja ya. Agar jawabannya komprehensif dan resmi oleh Mensos," kata Asep sambil menolak wawancara wartawan via Whatsapp, Senin (15/2).

Asep bahkan meminta agar selanjutnya setiap pertanyaan diajukan secara formal tertulis melalui Biro Humas, dan tidak lagi ke pejabat Dirjen. "Disampaikan ke biro Humas saja atau ke Sekjen pak. Supaya penjelasannya komprehensif," katanya. Karena ia menilai penjelasannya soal angka kemiskinan ini mungkin tidak bisa komprehensif.

"Karena penjelasannya lumayan pak," tambahnya.

Sebelumnya, Mensos Risma dalam beberapa kesempatan, termasuk saat raker dengan Komisi VIII pertengahan Januari 2020 lalu mengakui memang ada penambahan jumlah masyarakat miskin akibat Covid-19. Karena itu, untuk efektivitas program bansos mencakup penambahan warga miskin akibat pandemi ini perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sangat penting.

Sampai saat ini, diakui Risma, proses perbaikan DTKS masih berlangsung, termasuk pihaknya juga memperbaiki parameter kemiskinan di masyarakat. "Jadi parameternya akan kita susun lagi bersama-sama. Saya berharap untuk parameter kemiskinan ini supaya bisa tepat di tiap daerah sehingga bisa menutupi ketika ada penambahan jumlah masyarakat miskin," kata Risma.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, diperlukan adanya penajaman bantuan sosial yang diberikan selama pandemi berlangsung. Yusuf mengatakan, bantuan sosial yang diberikan baik dalam bentuk sembako maupun tunasi perlu dilanjutkan. Pemerintah, kata Yusuf, sudah memiliki Program Keluarga Harapan (PKH) yang sudah ada sejak sebelum pandemi.

Program tersebut, kata Rendy, harus dikombinasikan dengan bantuan perlindungan sosial seperti yang sudah dijalankan selama pandemi setahun terakhir.

"Dalam satu hingga dua tahun ke depan PKH harus dilanjutkan dengan kombinasi seperti kebijakan saat pandemi. Seperti bantuan langsung tunai. Bantuan sembako juga masih perlu dilanjutkan hanya saja penyalurannya harus dievaluasi," kata Yusuf kepada Republika, Senin (15/2).

Ia mengatakan, selain itu, program e-warong untuk penyaluran bantuan juga harus digencarkan lagi. Menurut dia, pada masa pemulihan saat ini, program e-warong dapat membantu pemerintah untuk menurunkan kemiskinan.

"Program e-warong bisa direvitalisasi kembali untuk mekanisme bantuan langsung tunai," ujarnya.

Yusuf pun berpendapat, meski kenaikan angka kemiskinan masih di bawah 1 persen, secara absolut kenaikan jumlah kemiskinan sebesar 2,76 juta cukup besar. Pasalnya, angka itu mengalami lonjakan ketimbang kenaikan kemiskinan terakhir yang terjadi pada 2017 lalu.

"Ini cukup dahsyat karen Covid-19 mampu menghapuskan usaha pemerintah menurunkan angka kemiskinan dari tahun 2017," ujarnya.

 
Berita Terpopuler