Kemenperin Bekali IKM Sertifikasi untuk ke Pasar Global

Kemenperin aktif mendorong pelaku IKM untuk terus mengembangkan kualitasnya.

ANTARA/Arif Firmansyah
Perajin menata produk tas di Galeri Pusat Kerajinan, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (17/12). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya agar pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) pangan tidak sekadar bertahan di tengah tekanan pandemi Covid-19, tetapi juga mampu meningkatkan penjualan dengan jangkauan pasar lebih luas hingga ke mancanegara. Tujuannya agar sasaran ini bisa terwujud, diperlukan kebijakan strategis dan tepat.
Rep: Iit Septyaningsih Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya agar pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) pangan tidak sekadar bertahan di tengah tekanan pandemi Covid-19, tetapi juga mampu meningkatkan penjualan dengan jangkauan pasar lebih luas hingga ke mancanegara. Tujuannya agar sasaran ini bisa terwujud, diperlukan kebijakan strategis dan tepat.

“Syarat ekspor produk pangan memang cukup ketat. Maka kami fasilitasi agar IKM pangan bisa naik kelas, omzetnya naik, teknologi dan mutunya bagus, serta pasarnya bisa makin luas,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih di Jakarta, melalui siaran pers, Senin (15/2).

Menurutnya, IKM pangan memiliki potensi pertumbuhan sangat besar. Apalagi, perannya penting guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam lokal serta memenuhi pasar dalam dan luar negeri.  

“Dari total sekitar 4,5 juta pelaku IKM di Indonesia, sebanyak 1,6 juta adalah IKM pangan,” ungkapnya. 

Ia menambahkan, pihaknya selama ini aktif mendorong pelaku IKM pangan agar terus mengembangkan kualitasnya sehingga bisa berdaya saing di kancah global. Salah satu langkahnya yaitu melalui program peningkatan keamanan mutu pangan dengan sertifikasi Hazard Analitical Critical Control Point (HACCP).

“HACCP merupakan sistem pengamanan produk pangan berstandar internasional yang perlu dimiliki setiap produsen pangan. Tujuannya menjamin produknya aman hingga dikonsumsi,” jelas dia.

Beberapa waktu lalu, Direktorat Jenderal IKMA Kemenperin telah menggelar webinar selama empat hari. Tujuannya, mendukung IKM pangan agar memiliki jaminan keamanan dan mutu sesuai standar internasional.

“Materi yang dibahas di antaranya mengenai cara produksi pangan olahan yang baik, langkah awal HACCP, serta prinsip-prinsip HACCP," jelas dia. 

 

Dirjen IKMA berharap kepada para peserta untuk menerapkan informasi yang telah didapat, dengan menyusun dokumen yang disesuaikan kondisi industri masing-masing supaya bisa lolos sertifikasi HACCP. Dari 488 pendaftar webinar, hanya 50 peserta yang lolos kurasi dan akan difasilitasi oleh Ditjen IKMA untuk mendapatkan pendampingan, bimbingan, dan sertifikasi HACCP. Dengan mengantongi sertifikat HACCP, IKM pangan akan lebih mudah memasarkan produknya di luar negeri.

“Kami juga sudah kerja sama dengan beberapa marketplace dan diaspora di luar negeri. Kita punya potensi besar untuk meningkatkan produk yang masuk ke pasar ekspor,” jelas Gati. 

Konsultan HACCP Jamal Zamrudi mengatakan, sertifikasi HACCP bisa didapatkan apabila IKM pangan telah memiliki izin usaha industri, serta diutamakan telah mengantongi izin P-IRT/MD dan sertifikat halal. Sertifikat diterbitkan untuk menjamin konsumen bahwa produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi dan terhindar dari bahaya kontaminan kimia, biologi, dan fisik.

“Melalui sertifikat ini, produsen akan mendapatkan kepuasan pelanggan, meningkatnya reputasi, kenyamanan iklim kerja, dan bukti IKM patuh aturan,” ujarnya. 

Menurut dia, setiap risiko bahaya dalam proses produksi hingga distribusi akan diuji untuk mencapai nilai standar risiko minimum. “Batas bahaya tidak sampai nol. Nanti akan disesuaikan regulasinya dan spesifikasi produknya,” tuturnya. 

Jamal mengungkapkan, berdasarkan standar HACCP versi terbaru yang terbit tahun 2020, setiap produsen wajib mencantumkan komposisi alergen, upaya pencegahan kontaminasi hingga syarat sanitasi dalam dokumen persyaratan. Misal, IKM harus menyebutkan bahan baku yang memicu alergi agar produknya lolos ekspor ke Amerika Serikat. 

 

“Yang berbeda yakni soal validasi atau disertakan bukti bahwa telah dilakukan tindakan pengendalian dari bahaya. Baik bukti dari laboratorium atau jurnal,” jelas dia. 

 
Berita Terpopuler