Menlu Negara MIKTA Prihatin Situasi Myanmar

MIKTA beranggotakan Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia.

dok. Kementerian Luar Negeri RI
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi
Rep: Fergi Nadira Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri (PTM) MIKTA ke-18 kembali diselenggarakan secara virtual, pada Rabu (3/2). Pertemuan membahas berbagai hal termasuk keprihatinan negara MIKTA pada situasi di Myanmar.

Baca Juga

"Pernyataan bersama negara anggota MIKTA salah satunya menyatakan keprihatinan atas situasi politik di Myanmar," ujar pernyataan Joint Communique pertemuan MIKTA dalam rilis pers Kementerian Luar Negeri RI, Rabu (3/2).

Negara-negara MIKTA juga menegaskan perlunya kesetaraan para pihak yang bertikai terhadap supremasi hukum, tata kelola pemerintahan, prinsip demokrasi, dan pemerintahan yang berdasarkan konstitusi. MIKTA beranggotakan Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia.

PBB juga telah mengajak internasional bersatu untuk memastikan kegagalan kudeta militer di Myanmar. Kudeta militer menjadi dibenarkan pada Rabu (3/1) setelah pemimpin sipil Aung San Suu Kyi resmi didakwa atas kepemilikan alat komunikasi ilegal.

"Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk memobilisasi semua aktor kunci dan komunitas internasional untuk memberikan tekanan yang cukup pada Myanmar gun memastikan bahwa kudeta ini gagal," ujar Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam wawancara yang disiarkan oleh The Washington Post, Rabu (3/1).

Baca juga :Sekjen PBB Ingin Internasional Pastikan Kudeta Myanmar Gagal

"Ini benar-benar tidak dapat diterima setelah pemilu. Pemilu yang saya yakini berlangsung normal dan setelah periode transisi yang besar," ujarnya melanjutkan.

 

Amerika Serikat (AS) juga memperhatikan dari dekat soal kudeta militer di Myanmar. Penanganan kudeta di Myanmar adalah prioritas bagi Washington yang sedang meninjau kemungkinan sanksi sebagai tanggapannya.

Sementara itu, Ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, Charles Santiago mengatakan, tuduhan baru terhadap Suu Kyi dan Presiden Myanmar itu cukup menggelikan. "Ini adalah langkah absurd oleh junta untuk mencoba melegitimasi perebutan kekuasaan ilegal mereka," katanya dalam sebuah pernyataan.

 
Berita Terpopuler