Saat Hasan Mendamaikan Dua Kubu Muslimin yang Bertikai

Mu'awiyah bermaksud menawarkan harta kepada al-Hasan.

MgIt03
Saat Hasan Mendamaikan Dua Kubu Muslimin yang Bertikai
Rep: Rossi Handayani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Ali bin Abu Thalib wafat, al-Hasan ditunjuk sebagai khalifah pengganti ayahnya. Namun, masa kepemimpinannya tidaklah mudah.

Baca Juga

Ada dua kubu kaum muslimin yang bertikai. Hasan memiliki keinginan untuk mendamaikan kedua kubu yang bermasalah.

Dikutip dari buku Hasan dan Husain the Untold Story karya Sayyid Hasan al-Husaini, sebagai khalifah, al-Hasan harus mampu memikul beban yang sangat berat, karena negeri-negeri yang berada di bawah kekuasaannya tengah diguncang kekacauan dan ketidakstabilan politik. Angin kencang menerjang negeri yang dipimpinnya itu dari segala penjuru.

Betapa tidak? Pedang orang-orang Irak masih menyisakan darah setelah memerangi orang-orang Syam. 

Sementara, pertikaian antara kubu Ali bin Abu Thalib dan kubu Mu'awiyah bin Abu Sufyan pun belum selesai 100 persen, melainkan sebatas gencatan senjata selama arbitrase berlangsung. Karena itu, nasib gencatan senjata kini berada di ujung tanduk, peperangan bisa meletus setiap saat dengan mudah, seperti sebelumnya. 

Bersama pasukannya, al-Hasan bergerak meninggalkan Kufah menuju Mada-in. Ia mengirim pasukan pemukul menuju wilayah Maskin di bawah komando Qais bin Sa'ad bin Ubadah al-Anshari. Padahal saat itu, para pengikut al-Hasan menyarankan, "Bergeraklah menuju kaum yang menentang Allah dan Rasul-Nya serta melakukan dosa-dosa besar itu" (Siyar A'lamin Nubala). Yang mereka maksud adalah Mu'awiyah dan pasukannya. 

 

 

Namun, al-Hasan rupanya sudah memikirkan hal besar dibalik rencananya. Dia berencana mewujudkan perdamaian di antara kedua kubu muslimin yang bertikai. Sikapnya persis seperti kabar gembira dari Rasulullah, bahwa cucunya itu akan menjadi pemimpin pada masa mendatang. 

Imam al-Bukhari, dalam shahih-nya, mendokumentasikan saat-saat kritis dalam sejarah umat Islam, tepatnya ketika pasukan Mu'awiyah dan pasukan al-Hasan saling berhadapan. Al-Bukhari meriwayatkannya melalui jalur al-Hasan al-Bashri. Berikut intisarinya. 

Ketika pasukan Irak datang dalam jumlah besar, Amr bin al-Ash melihat kekuatan mereka seperti gunung. Dia pun berkata kepada Mu'awiyah, "Sungguh, aku melihat prajurit yang begitu banyak. Menurutku, mereka tidak akan kembali sebelum berperang menghadapi lawannya".

Mu'awiyah menanggapi, "Hai Amr, jika kedua pasukan ini saling membunuh, lantas siapakah yang akan menangani urusan kaum muslimin? Siapa yang akan menyantuni istri-istri mereka yang gugur dalam peperangan itu? Siapa pula yang akan mengurus anak-anak mereka yang telantar?"

Lalu Mu'awiyah mengutus dua orang dari Bani Abdu Syams, yaitu Abdurrahman bin Samurah dan Abdullah bin Amir, untuk berunding dengan al-Hasan. Kepada keduanya, Mu'awiyah berpesan, "Temuilah al-Hasan dan sampaikanlah penawaranku. Bicarakanlah masalah ini dengannya, dan mintalah dia agar menerima tawaranku". 

 

Mu'awiyah bermaksud menawarkan harta kepada al-Hasan, berapa pun yang dia mau, sebagai kompensasi atas perdamaian di antara mereka, sehingga tidak ada lagi darah muslim yang ditumpahkan dengan sia-sia. 

Kedua utusan itu menghadap al-Hasan. Setelah menyampaikan maksud kedatangan mereka, al-Hasan berkata kepada keduanya, "Kami, Bani Abdul Muthalib, mempunyai harta yang kalian tawarkan. Namun umat ini sudah tercebur dalam konflik berdarah (sehingga butuh dana yang besar untuk menghentikannya)".

Al-Hasan ingin menerangkan pasukan Syam dan pasukan Irak pernah berperang, saling menumpahkan darah, sehingga kedua kubu tidak akan bersedia menghentikannya kecuali dengan kompensasi harta yang bisa menutupi luka lama dan melunakkan hati. Dengan kompensasi itu, al-Hasan ingin meredam gejolak yang sedang terjadi dan menenangkan orang-orang Irak yang selama ini hanya berniat mencari harta.

Kedua utusan itu kembali menegaskan, "Mu'awiyah menawarkan ini dan itu kepada engkau. Dia juga meminta, bahkan memohon, agar engkau mau menerima tawarannya".

 

Perundingan mereka hari itu tidak sia-sia, sebab kedua utusan Mu'awiyah menyetujui permintaan al-Hasan. Sebelum keduanya pergi, al-Hasan bertanya, "Akan tetapi, siapa yang menjamin untukku bahwa kalian benar-benar akan memenuhi kesepakatan ini?"

"Kami jaminannya," jawab kedua utusan itu meyakinkan al-Hasan. Keduanya menjamin Mu'awiyah akan memenuhi kesepakatan tersebut, karena memang dia telah menyerahkan persoalan ini kepada mereka. Akhirnya, al-Hasan menerima tawaran perdamaian dari Mu'awiyah (Sahih Bukhari dan Fathul Baari).

Perhatikanlah bagaimana Allah menganugerahkan taufik-Nya kepada sang pemimpin yang penyabar ini, dan memilihnya secara khusus untuk mendamaikan umat ketika itu. Dia memilihnya untuk menyarungkan pedang fitnah ke warangkanya, dan supaya mereka dapat merajut kembali persatuan umat. 

 

Al-Hasan telah membawa umat ini menuju pesisir pantai yang penuh kedamaian, melepaskannya dari gelombang kekacauan. Dengan kepemimpinan al-Hasan, seperti yang disampaikan oleh Rasulullah, dia benar-benar berhasil memulihkan keadaan kaum muslimin seperti sedia kala. 

 
Berita Terpopuler