Menko Airlangga Harap LPI Mampu Tarik Banyak Dana SWF Asing

Presiden Jokowi menargetkan dana awal yang terhimpun untuk LPI capai Rp 282 triliun.

BNPB Indonesia
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto
Rep: Adinda Pryanka Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap, keberadaan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA) mampu menarik investor dana abadi (Sovereign Wealth Fund/ SWF) negara lain ke Indonesia. Saat ini, Airlangga menyebutkan, beberapa negara telah menunjukkan ketertarikan.

Baca Juga

Pemerintah sudah mendapatkan letter of interest dari Amerika Serikat melalui International Development Finance (IDFC) dengan nilai investasi direncanakan mencapai 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 28 triliun (kurs Rp 14.113 per dolar AS).

Jepang lewat Japan Bank of International Cooperation (JBIC) juga sudah menyatakan ketertarikan dan menargetkan investasi 4 miliar dolar AS, sekitar Rp 56,4 triliun. "Diharapkan SWF (INA, red) bisa menarik SWF-SWF dari negara lain," tuturnya dalam Webinar Akselerasi Pemulihan Ekonomi pada Selasa (26/1).

Airlangga menambahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan dana awal yang terhimpun untuk INA mencapai 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp 282 triliun. Sementara itu, saat ini, pemerintah sudah menyetorkan dana segar sebesar Rp 15 triliun dalam bentuk inbreng saham BUMN untuk modal awal INA.

 

Pada tahun ini, pemerintah akan kembali menyuntikkan modal Rp 75 triliun secara bertahap. "Konsepnya ada dua jenis fund, master dan tematik yang sektornya nanti dibagi sesuai dengan bidangnya," ucap Airlangga.

Airlangga berharap, INA dapat sejajar atau lebih besar dibandingkan SWF negara lain di Asia Tenggara. Misalnya saja GIC Private Limited yang sudah mengelola aset 453 miliar dolar AS, Temasek Holdings 417 miliar dolar AS dan Khazanah Nasional Berhad 20 miliar dolar AS.

SWF lain yang sudah lebih maju adalah Norway Gov dengan nilai aset 1,1 triliun dolar AS, sementara China Inv. Co sebesar 1 triliun dolar AS, dan Abu Dhabi sebesar 579 miliar dolar AS.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan delapan karakteristik yang juga menjadi keunggulan INA. Di antaranya, lembaga ini berfokus pada capital maximization, tata kelolanya mengikuti praktek bisnis internasional, dan tujuan ekonominya seimbang dengan manfaat komersial.

"Jadi ada keseimbangan antara tujuan ekonomi dan manfaat komersialnya," tuturnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR mengenai LPI secara virtual pada Senin (25/1).

Di sisi lain, Sri menambahkan, LPI juga memiliki landasan hukum yang kuat sehingga mampu memberikan kepastian dan memiliki fleksibilitas dalam melakukan investasi. Lembaga ini juga mempunyai dukungan yang kuat dari negara karena berbentuk SWF.

 

 
Berita Terpopuler