Haris Azhar: PAM Swakarsa Masih Jadi Trauma

Direktur Lokataru menilai PAM Swakarsa tak bisa berjakan hanya bermodalkan Perkapolri

Republika/Iman Firmansyah
Direktur Lokataru, Haris Azhar.
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo kembali menghidupkan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (PAM Swakarsa) menuai pro dan kontra. Direktur Lokataru Haris Azhar mengatakan PAM Swakarsa tidak bisa berjalan hanya bermodalkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020, karena ada beberap hal yang harus dijelaskan dan dibuktikan terlebih dulu. 

Baca Juga

"Pertama, harus dibuktikan sendiri oleh Polri apakah mereka sudah optimal melakukan fungsi kamtibmas? itu satu," ujar mantan Koordinator KontraS itu ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (25/1).

Hal kedua yang menjadi alasan, kata dia, Polri tidak bisa membentuk PAM Swakarsa hanya bermodal Peraturan Kepolisian yang baru dikeluarkan oleh Kapolri baru. Sebaliknya, pembentukan PAM Swakarsa ia nilai harus memiliki perangkat yang lebih detail, seperti Perpres. Khususnya, jika menilik peran PAM Swakarsa di era 1997/98 lalu.

Haris menegaskan, PAM Swakarsa tidak bisa berjalan jika hanya bermodal peraturan kepolisian. Mengingat peraturan itu hanya bersifat internal. Menurutnya, pengoperasian PAM Swakarsa yang disinggung Komjen Listyo saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan oleh oleh Komisi III DPR RI itu, juga harus diawasi. Jika memang, ke depan PAM Swakarsa akan dibentuk kembali.

Pengawasan itu disebutnya bisa direstui oleh Komnas HAM dan Kejaksaan Agung mengenai apa yang dilarang dan tidak. "Selama ini PAM Swakarsa memang masih menjadi trauma, karena ada pembelajaran dari periode 1997/98, mereka melakukan pelanggaran HAM berat," katanya.

"Masalahnya di Polri itu akuntabilitas rendah, nanti kalau PAM Swakarsa dimobilisasi, dan diungkap, akuntabilitas terbukti semakin rendah. Jadi perlu diperjelas oleh pihak lain seperti Komnas HAM dan Kejagung," ujarnya.

Sebelumnya, Kapolri terpilih Komjen Listyo Sigit ingin menghidupkan kembali PAM Swakarsa dengan maksud mewujudkan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Sigit menjelaskan, pengaktifan PAM Swakarsa akan diintegrasikan dengan teknologi informasi dan fasilitas yang dimiliki Polri.

 

Kantor Staf Presiden (KSP) ikut buka suara terkait rencana pengaktifan kembali Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (PAM Swakarsa). Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan, PAM Swakarsa yang dimaksud Kapolri Sigit berbeda dengan PAM Swakarsa 1998. 

"Perlu dipahami bahwa konsep keterlibatan PAM Swakarsa yang dimaksud Kapolri adalah salah satu amanat UU No 2 tahun 2002 tentang Polri, di mana Polri berkewajiban melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis," kata Jaleswari dalam siaran pers, Kamis (21/1).

Meski begitu, Jaleswari menyebut, Pemerintah memahami adanya stereotipe maupun memori kolektif yang memiliki dampak sosiologis dari terminologi PAM Swakarsa di masa lalu.

Selain itu, kata Jaleswari, Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 menjabarkan pelaksanaan amanat UU Polri tersebut. Beberapa aspek PAM Swakarsa pun ikut diatur, mulai dari bentuk satuan pengamanan (Satpam), satuan keamanan lingkungan (Satkamling), hingga kewajiban perizinan yang dikeluarkan oleh Polri.

Dani, panggilan akrab Jaleswari, juga menambahkan bahwa pengaturan terkait PAM Swakarsa tersebut menjadi penting karena memiliki beberapa fungsi. Salah satunya, memberikan porsi peran bagi masyarakat untuk bersama-sama Polri memaksimalkan upaya menjaga keamanan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

"Serta mencegah praktik eigenrichting atau main hakim sendiri. Karena di tingkat masyarakat ada kejelasan legitimasi porsi dan kualifikasi masyarakat seperti apa yang bisa turut serta membantu tugas Polri lewat mekanisme perizinan yang ada," kata Dani.

Komitmen Komjen Listyo sebagai Kapolri baru - (Republika)

 
Berita Terpopuler