KPK Periksa Dirjen Perikanan Budi Daya Terkait Suap Lobster

Slamet Soebjakto akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Suharjito.

Antara/Fakhri Hermansyah
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan dimintai keterangan terkait perkara suap izin benih lobster yang menjerat mantan menteri KKP Edhy Prabowo.

"Slamet Soebjakto akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJT (Suharjito)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (14/1).

Tim penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Samudra Bahari Sukses Willy, dua orang pihak swasta Nini dan Dimas Pratama, serta seorang dosen Miftah Nur Sabri. Mereka juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJT.

Terkait kasus suap tersebut, KPK juga telah memeriksa tersangka Edhy Prabowo. Mantan politisi Gerindra itu dicecar soal tim uji tuntas (due diligence) yang diduga sebagai perantara penerimaan sejumlah fee dalam kasus izin ekspor benih lobster di KKP.

"Didalami pengetahuannya mengenai alasan dan dasar pembentukan serta penunjukan tim uji tuntas perizinan usaha perikanan budi daya lobster yang diduga sebagai perantara dalam penerimaan sejumlah fee dari para eksportir benih lobster," kata Ali.

Dalam perkara ini, KPK juga menersangkakan Staf khusus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreu Pribadi Misata (APM), Pengurus PT ACK Siswadi (SWD), Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) serta pihak swasta Amiril Mukminin (AM) sebagai penerima suap. Mereka diduga telah menerima suap sedikitnya Rp 9,8 miliar.

 

 

 

Uang tersebut diterima Edhy melalui rekening PT ACK yang merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster. Gelontoran dana tersebut masuk ke rekening PT ACK melalui Ahmad Bahtiar dan Amri.

Ahmad lantas mentransfer uang tersebut ke staf istri Edhy Prabowo, Ainul sebesar Rp 3,4 miliar. Uang tersebut dipergunakan untuk keperluan pribadi Edhy dan istrinya Iis Rosta Dewi, SAF dan APM untuk belanja barang mewah di Honolulu, Amerika Serikat.

Para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Sementara tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 
Berita Terpopuler