SWF Topang Kebutuhan Pembiayaan Infrastruktur Strategis

Pemerintah mengharapkan nantinya SWF dapat mengelola dana hingga Rp 225 triliun.

Investasi (Ilustrasi))
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chairman Creador Capital Group Darwin Cyril Noerhadi mengatakan pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) sangat diperlukan bagi Indonesia saat ini. Darwin menyampaikan adanya peningkatan kebutuhan pembiayaan dalam lima tahun terakhir.

Baca Juga

Di saat yang sama, Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi asing langsung di Indonesia relatif stagnan di angka Rp 400 triliun. Catatan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur dalam negeri.

"Pendanaan infrastruktur selama lima tahun terakhir menggunakan dana korporasi BUMN dan membuat rasio neraca laporan keuangan menjadi timpang antara utang dibandingkan modal," ujar Darwin dalam webinar bertajuk "Sovereign Wealth Fund: Sarana Pembangunan Ekonomi Indonesia" yang diselenggarakan Prodeep Institute di Jakarta, Senin (28/12).

Darwin menilai keberadaan LPI akan menarik minat investasi asing lantaran adanya satu lembaga terpercaya yang memiliki kepastian hukum. Kata Darwin, pembentukan LPI merupakan hal yang lumrah di negara-negara lain. Bahkan, ada negara yang memiliki lebih dari satu LPI seperti Singapura. 

"Ada 122 LPI di seluruh dunia dengan total aset 8 triliun dolar AS," ucap Darwin.

Darwin menjelaskan tujuan pembentukan LPI di sejumlah negara berbeda-beda. Untuk Norwegia, UEA, Arab Saudi, dan Kuwait, tujuan pembentukan LPI untuk mengelola surplus dari sumber daya alam, investasi jangka panjang, tujuan wealth creation di masa yang akan datang. Sementara China, Korsel, dan Singapura, ingin berinvestasi jangka panjang pada aset privat maupun publik.

"Australia dan Selandia Baru tujuannya menghasilkan pengembalian stabil jangka waktu panjang pada portofolio multisektor. Sedangkan Filipina dan India untuk mendukung pembangunan ekonomi domestik dan membawa investor swasta lokal dan asing," ungkap Darwin. 

Sementara Indonesia, kata Darwin, akan secara bersama melakukan investasi dengan mitranya, mengelola investasi selama jangka waktu yang disepakati, dan akhirnya merealisasikan nilai tambah. Pada tahun pertama, ucap Darwin, apabila dibeli dari salah satu BUMN, baik mayoritas atau minoritas, dana yang diperoleh dapat langsung diinvestasikan ulang oleh BUMN tersebut.

Tahap kedua ialah periode tahun pertama hingga tahun kesepuluh untuk optimalisasi nilai aset dengan pembiayaan ulang aset dan membuka kapasitas penyaluran kredit perbankan domestik, termasuk pendanaan lanjutan untuk ekspansi serta penyelesaian proyek.

"Akhir tahun kesepuluh, realisasi nilai tambah, realisasi investasi dan nilai tambah kemudian diinvestasikan ulang setelah sebagian hasil distribusi sebagai dividen ke negara," kata Darwin.

 

 

Managing Director, Head of Equity Capital Market PT Samuel International Harry Su mengatakan LPI bukan merupakan hal baru. Indonesia pada 2007 pernah memiliki lembaga serupa dengan nama Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang akhirnya dilikuidasi pada 2015 karena terbatasnya kemampuan APBN dalam membiayai ekonomi negara. Kemudian, lanjut Harry, Indonesia kembali membentuk LPI pada tahun ini untuk mendongkrak investasi dan pertumbuhan ekonomi.

"Yang unik pada SWF Indonesia dibentuk fentgan kondisi APBN yang defisit sehingga membuatnya beda dengan SWF banyak negara yang umumnya memiliki surplus," ujar Harry.

Harry mengatakan ada Turki dan India yang membentuk LPI saat kondisi keuangan negara tengah defisit seperti Indonesia. Kata Harry, LPI Indonesia memiliki prospek yang baik setelah pemerintah memberikan setoran dana sekitar Rp 15 triliun.

Harry menyebut ada beberapa negara yang berkomitmen menginvestasikan dana ke LPI Indonesia seperti Amerika Serikat (AS) dan Kanada yang masing-masing sebesar Rp 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 30 triliun, serta Jepang sebesar 4 miliar dolar AS atau sekitar Rp 60 triliun.

"Pemerintah mengharapkan nantinya SWF dapat mengelola dana hingga 15 miliar dolar AS atau Rp 225 triliun," ungkap Harry.

Harry menilai ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan LPI yang ideal dan dapat diterima pasar, mulai dari pembentukan tim manajemen yang profesional dan tata kelola yang baik hingga memastikan realisasi dana dari investor secara tepat waktu.

"Kondisi keuangan BUMN yang bergerak di sektor infrastruktur juga harus menjadi lebih baik dan juga perlu memberikan dividen menarik bagi para calon investor," kata Harry menambahkan.

 
Berita Terpopuler