Muslim Italia Minta Lebih Banyak Pemakaman Islam

Muslim Italia kekurangan pemakaman Islam saat pandemi.

AP Photo
Muslim di Italia sholat Idul Fitri dengan mengenakan masker untuk mencegah penyebaran Covid-19 di Piazza Vittorio Square, Roma, Italia, 24 Mei 2020.
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Muslim di Italia menyerukan pembentukan lebih banyak pemakaman Islam di negara itu. Selama puncak wabah virus corona (Covid-19), perjalanan nasional dan internasional dilarang. Sehingga, jenazah dari Muslim di Italia tidak dapat diangkut kembali ke tempat asal mereka.

Baca Juga

Sekretaris jenderal Masjid Agung Roma, Abdallah Redouane, mengatakan hal ini menyebabkan situasi dramatis di Italia. Sejumlah mayat tersisa di kamar mayat, karena tidak ada pemakaman Islam di mana jenazah itu dapat dimakamkan.

Situasi bahkan lebih serius di utara Italia, daerah yang paling terdampak oleh virus corona dan tempat dari jumlah kematian tertinggi dilaporkan. Redouane mengatakan kepada surat kabar Italia La Republica, bahwa komunitas Islam di sana juga lebih besar, sehingga membuat situasi semakin sulit bagi umat Islam.

Menurut sensus 2018, 2,6 juta Muslim tinggal di Italia. Muslim terdiri dari 4,3 persen dari populasi di negara itu. Sebanyak 56 persen dari mereka memegang kewarganegaraan asing dan 44 persen adalah warga negara Italia.

Meskipun Islam menjadi agama terbesar kedua di negara itu, hanya 50 dari hampir 8.000 kota di Italia yang telah mendedikasikan ruang bagi umat Islam di dalam pemakaman mereka. Namun kalaupun ruang-ruang tersebut tersedia, jumlahnya sangat terbatas dalam banyak kasus dan tidak cukup untuk memenuhi permintaan. Terutama saat permintaan meningkat secara dramatis pada paruh pertama 2020.

Sebagian besar ruang untuk penguburan Islam di pemakaman umum terletak di wilayah Lombardy dan Emilia-Romagna. Ruang kuburan pertama bagi umat Islam di Italia didirikan di Trieste pada 1856. Sayangnya, tidak banyak kemajuan yang dibuat tentang masalah ini sejak saat itu.

Sementara itu, pemakaman Flaminio di Roma telah memiliki ruang bagi umat Islam sejak 1974. Namun saat ini, menurut Redouane, ruang tersebut penuh. Dalam beberapa bulan terakhir, angka kematian telah meningkat dan demikian pula permintaan pemakaman.

"Kami mengajukan permintaan untuk membuka ruang baru bagi Muslim di pemakaman kota secara nasional. Sejauh ini kami berhasil membuka beberapa area baru. Tetapi ketika situasinya semakin buruk, kami masih menunggu jawaban," kata presiden Persatuan Komunitas Islam di Italia (UCOII), Yassine Lafram, dilansir di Arab News, Selasa (2/6).

Dalam beberapa bulan terakhir, surat kabar lokal telah menerbitkan beberapa surat yang isinya permohonan umat Islam yang menyerukan agar lebih banyak ruang Islami didirikan di kuburan sesegera mungkin. Beberapa wali kota mengatakan, bahwa mereka tengah membahas masalah ini.

"Kita harus menyelesaikannya dengan benar. Memiliki penguburan yang bermartabat adalah hak asasi manusia yang fundamental yang harus dijamin untuk semua orang yang tinggal di negara ini," kata Wali Kota ibu kota Sisilia, Palermo, Leoluca Orlando mengatakan kepada Arab News.

Ia mengatakan, di Palermo area di Pemakaman Sant'Orsola sudah didedikasikan untuk pemakaman Islam, tetapi itu tidak cukup. Karena itu, menurutnya, mereka harus berbuat lebih banyak.

 

 

Sebagai presiden dari Asosiasi Wali Kota di Sisilia, Orlando mengatakan bahwa upaya bersama akan dilakukan untuk masalah ini dengan rekan-rekannya di tingkat regional. Pemakaman Islam dianggap sebagai kebutuhan dasar oleh komunitas Muslim di Italia.

Seorang warga yang telah tinggal di Italia selama 30 tahun, Samira (40 tahun), mengatakan kepada Arab News bahwa ibunya harus dimakamkan di Tunisia setelah dia meninggal beberapa tahun yang lalu. Padahal ia berharap ibunya dimakamkan di Italia, di negara tempat dia menghabiskan sebagian besar hidupnya.

"Keluarga saya tinggal di sini. Jika dia dimakamkan di sini, kita akan lebih sering mengunjunginya di pemakaman Islam, kita akan merasakannya lebih dekat," ujar Samira.

Sementara seorang Muslim muda Makedonia, Hira Ibrahim, telah kehilangan ibunya beberapa pekan lalu di Pisogne, dekat Brescia, karena virus corona. Jenazah ibunya harus disimpan di rumah selama lebih dari 10 hari karena tidak ada ruang yang didedikasikan untuk umat Islam di pemakaman terdekat.

Seorang dokter yang tinggal di Roma, Jihad (59), mengatakan bahwa lusinan keluarga Muslim lainnya menjalani mimpi buruk yang sama dalam keadaan darurat Covid-19.

Pelayat yang menghadiri pemakaman jenazah postif corona atau Covid-19 di Italia. - (Reuters)

"Itu adalah penderitaan ganda, bersama dengan kehilangan saudara mereka yang tercinta, orang merasa kehilangan hak utama untuk menguburkan orang mati dengan cara yang bermartabat di negara di mana mereka berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dengan pekerjaan mereka setiap hari," katanya.

Berbagai komunitas Islam berharap perjanjian yang mereka tandatangani dengan pemerintah Italia mengenai pembukaan kembali masjid-masjid pada akhir lockdown nasional akan menempatkan mereka dalam situasi yang lebih baik untuk menegosiasikan lebih banyak area pemakaman secara nasional. Masalah utama yang masih mereka hadapi di Italia adalah birokrasi.

Dalam khutbah pertamanya setelah masjid Via Chivasso di Turin dibuka kembali untuk pertama kalinya dalam tiga bulan, Imam Said Ait El Jide, mengenang para korban pandemi. Sang imam juga mengajak semua orang untuk senantiasa mengikuti ketentuan dan tindakan pencegahan yang berlaku secara ketat, karena wabah ini belum berakhir.

Ia mengatakan, tindakan pencegahan tersebut harus dianggap sebagai tindakan ibadah. Pasalnya, hal itu sebagai rasa syukur dalam rangka melindungi hidup sesama warga negara.

"Dalam pertemuan pertama kami yang penuh berkat, kami pertama-tama mengingat saudara-saudari kami, sesama warga dan teman-teman yang telah meninggalkan kami. Belasungkawa kami sampaikan kepada siapa pun yang kehilangan orang yang dicintai dan kami berdoa kepada Tuhan agar ia segera menyembuhkan setiap orang yang sakit," kata sang imam dalam khutbahnya.

 

 
Berita Terpopuler