DPR Rekomendasikan 3 Hal Soal Investasi Asing di Industri Film

Rabu , 27 Apr 2016, 17:47 WIB
Suasana peluncuran film Soedirman yang digelar di XXI Epicentrum, Jakarta, Senin (24/8). Film ini diluncurkan untuk menyemarakan Hut RI Ke-70 sekaligus membangkitkan rasa Nasionalisme kepada penonton yang menyaksikan.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Suasana peluncuran film Soedirman yang digelar di XXI Epicentrum, Jakarta, Senin (24/8). Film ini diluncurkan untuk menyemarakan Hut RI Ke-70 sekaligus membangkitkan rasa Nasionalisme kepada penonton yang menyaksikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Kerja (Panja) Perfilman Indonesia Komisi X DPR merekomendasikan tiga hal terkait paket kebijakan ekonomi jilid X. Paket kebijakan ini membuka 100 persen peluang investasi asing terhadap industri perfilman Indonesia.

"Tiga rekomendasi tersebut pascaadanya aspirasi masyarakat dan memperhatikan masukan pemangku perfilman," kata Ketua Panja Komisi X DRP RI, Abdul Kharis Almasyahari di Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu (27/4).

Abdul yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI, mengatakan rekomendasi pertama yakni, masalah kelembagaan. Panja meminta pemerintah, harus membuat kebijakan yang tegas ihwal penyelarasan dan sinergitas tugas pokok dan fungsi lembaga perfilman nasional. Yakni, Badan Perfilman Indonesia, Badan Ekonomi Kreatif, Pusat Pengembangan Film Kemendikbud dan Lembaga Sensor Film.

Dengan adanya sinergitas tersebut, Abdul menuturkan, diharapkan tidak ada tumpang tindih dalam penyelenggaraan perfilman nasional. Termasuk, dalam menjaga kualitas produksi perfilman nasional yang diminati masyarakat.

"Panja memberikan waktu tiga bulan untuk merumuskan penyelarasan dan sinergitas tugas pokok empat lembaga perfilman nasional," tuturnya.

Abdul melanjutkan, dengan adanya paket kebijakan ekonomi jilid X, pemerintah membuka keran 100 persen investasi asing di bidang perfilman. Terhadap kebijakan tersebut, rekomendasi kedua dari Panja yakni, adanya sejumlah regulasi untuk melndungi perfilman Indonesia. Maksudnya, pembuatan dan produksi film wajib memuat nilai budaya dan sejalan dengan Pancasila dalam produksi film.

Kemudian, pola kerjasama diwajibkan mengutamakan pekerja film Indonesia yang tidak merugikan pekerja film lokal. Hal tersebut sebagai bentuk perlindungan tenaga lokal dari derasnya pembukaan 100 persen investasi asing.

Selain itu, investor asing diwajibkan membangun infrastruktur perfilman dan gedung bioskop, terutama di daerah-daerah. Tujuannya, untuk menjangkau masyarakat kelas menengah ke bawah. Serta, menambah jumlah sebaran bioskop di Indonesia.

Selain itu, harus ada jaminan tidak adanya pajak berganda atas produksi film sehingga membangun iklim usaha perfilman yang kondusif. Yang terakhir, kebijakan ini harus diwajibkan untuk dapat mempromosikan film Indonesia ke luar negeri.

Panja, kata Abdul, mensyaratkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), menunda implementasi kebijakan (daftar negatif Indonesia) DNI sampai diterbitkannya peraturan pelaksana dari syarat Panja.

Ia menegaskan, Panja memandang perlu adanya regulasi, sebab film merupakan karya cipta manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek. Karena berfungsi sebagai strategi ketahanan budaya, media informasi, dan komunikasi bangsa.

Rekomendasi yang terakhir, kata Abdul, Panja meminta adanya revisi UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Alasannya, UU tersebut memiliki sejumlah kelemahan dalam pengaturan tentang perlindungan dan penghormatan hak cipta film, pendidikan film, tata niaga film dan penguatan kelembagaan Badan Perfilman Indonesia.

Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Perfilman Kemendikbud, Maman Wijaya berujar, Kemendikbud siap melaksanakan rekomendasi Panja Komisi X DRP RI.

"Rekomendasi tiga hal itu, Pak Anies (Mendikbud Anies Baswedan) siap laksanakan rekomendasi Komisi X," ujarnya.

Selain itu, kata Maman, untuk mempraktikkan rekomendasi tersebut, Kemendikbud bakal melakukan sejumlah dialog-dialog, khususnya dengan dunia perfilman, pekerja, distributor, eksebitor dan lain-lain. Agar, ada sinergitas informasi antara pemerintah dengan pengusaha.

"Kalau pengusaha punya usulan regulasi, nanti bisa ditempuh melalui dialog," katanya.