Granat asap kembali meletus. Kali ini jumlahnya lebih banyak. Asap putih membumbung memenuhi jalanan. Para demonstran kocar-kacir. Hanya yang membekali diri dengan masker yang masih bertahan.
Suasana benar-benar kacau. Granat asap dibalas dengan hujan batu. Arah lemparan sudah tak karuan. Segera saja aku berlari berbalik arah menjauhi granat asap dan lempar-lemparan batu itu.
Aku sampai di depan Gedung TVRI dengan napas terengah-engah. Dada makin sesak diikuti batuk.
Aku juga merasa pusing yang sangat. Padahal jarakku cukup jauh dari jatuhnya granat asap tadi. Segera saja aku minum dan mencuci mukaku dengan air mineral. Itu cukup membantu mengurangi perih di mata dan sesak di dada. Aku pun istirahat, rebahan di pinggir trotoar.
Setelah istirahat sekitar setengah jam, perih di mata hilang. Tapi pusingku belum sirna. Aku coba rebahan lebih lama, tapi rasa pusing tak kunjung reda.
Dalam kondisi seperti itu tak mungkin meneruskan memaksa diri ke Senayan. Apalagi lempar-lemparan di jalan arah Senayan masih belum berhenti.
Aku berjalan lesu dengan kepala yang masih terasa sakit. Terpaksa kembali ke kantor.
Salahku liputan demonstrasi tak siap menghadapi kondisi. Saat berangkat sebenarnya badanku tak terlalu fit. Aku juga tak membekali diri dengan masker untuk melindungi diri dari gas air mata.
Aku meninggalkan arena liputan yang aku inginkan itu. Pulang dengan perasaan kecewa karena tak bisa menembus Gedung MPR/DPR Senayan.