Ternyata setelah pengumuman itu prosesnya belum beres juga. Kami harus menjalani wawancara lanjutan dua hari kemudian. Wawancara dilakukan di gedung Harian Republika di Jalan Warung Buncit No 37, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Hari itu, Senin 7 Oktober 1996 adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di kantor Harian Republika. Gedungnya nyeni. Bentuknya lebih mirip rumah dibandingkan gedung perkantoran. Tidak ada lift. Untuk naik lantai demi lantai sampai ke lantai 4 harus melewati tangga yang bentuknya meliuk-liuk.
Kami calon reporter baru dikumpulkan ruangan basemen. Diberikan penjelasan tentang proses rekrutmen selanjutnya. Yang memberi penjelasan Yayan Sofyan, manajer SDM.
Pelajaran pertama menjadi wartawan sudah didapatkan: Jangan mudah percaya dengan informasi dari orang apalagi yang baru Anda kenal.
Yayan mengatakan, walaupun sudah diumumkan lolos, kami harus menjalani tes terakhir, kesehatan. Pria yang berkepala plontos dan ramah itu menambahkan tes kesehatan itu hanya formalitas. Semua lolos, kecuali yang memang punya sakit berat.
“Atau misalnya ada yang buta warna,” katanya sambil tertawa.
Kami semua pun tertawa.
“Apakah kalau buta warna tidak diterima? Karena saya buta warna,” tanya seorang calon repoter.
Tak ada jawaban dari Yayan. Ruangan menjadi hening seketika.