Kita melihat bagaimana orang pernah berlangganan sms doa, menggunakan Ring Back Tone (RBT) lagu Islami, atau ceramah agama dengan busana branded, tayangan sinetron ramadhan di televisi swasta, iklan produk makanan dan minuman berbuka puasa, membeli bangunan di perumahan syari’ah, hingga umroh bareng selebritis.
Produk yang memiliki nilai guna seperti jilbab, sebagai penutup kepala dan tubuh, bentuk ketaatan hamba kepada Tuhan, menjadi komoditas yang bernilai karena ia bisa mendatangkan keuntungan setelah dikemas hanya dengan memuat sebuah logo tertentu dan diproduksi sebuah brand.
Ia bekerja dengan mengubah apapun menjadi komoditas atau barang dagangan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan.
Bagaimana dengan Dakwah Ustadz Populer di Media Sosial
Menjadi pertanyaan menarik, apakah dakwah para ustadz di Youtube ini melakukan komersialisasi dakwah atau komodifikasi agama? Apakah wajah agama dan dimensi keberagamaan yang ditampilkan para ustadz ini bersifat substantif atau malah bersandar pada logika budaya massa (popular) yang hanya menampilkan kemudahan akses, raihan eksistensi, dan berorientasi pasar?
Menurut hemat penulis, penggunaan media dakwah, apakah itu media konvensional seperti pada masa Wali Songo dengan wayang, tembang, bertatap muka di majelis ilmu, melalui media massa, maupun digital melalui Youtube adalah bentuk dakwah agama yang memiliki fleksibilitas atau kelenturan di segala zaman.
Islam adalah ajaran yang berlaku dalam segala sendi kehidupan manusia, termasuk penggunaan internet sebagai media komunikasi baru dalam berdakwah. Bila Ustadz menggunakan internet, itu merupakan bentuk penyesuaian media dakwah, Islam terbuka terhadap perkembangan zaman.
Di era global yang serba cepat-serba ada-serba tersedia, pengabaian internet sebagai media dakwah justru menjadi sebuah langkah mundur.