Pengadilan Tinggi Batalkan Putusan Bebas Hakim Agung Gazalba Saleh, Babak Baru Dimulai

Kaksa KPK mendakwa Gazalba Saleh menerima gratifikasi dan TPPU senilai Rpp 62 miliar.

Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung, Gazalba Saleh berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (27/5/2024).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menginstruksikan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat meneruskan pemeriksaan kasus Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Perintah ini dikatakan seusai Majelis Hakim Tinggi mengabulkan perlawanan atau verzet yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap vonis bebas Gazalba Saleh.

Baca Juga

“Memerintahkan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara a quo untuk melanjutkan mengadili dan memutus perkara a quo,” kata Ketua Majelis Hakim Subachran Hardi Mulyono dalam sidang di ruang utama PT DKI Jakarta pada Senin (24/6/2024).

Perlawanan ini dimohonkan KPK karena Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi atau nota keberatan Gazalba Saleh atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Lewat putusan perkara Nomor 35/PID.SUS-TPK/2024/PT DKI ini, PT DKI membatalkan putusan bebas Gazalba Saleh yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin 27 Mei 2024.

"Membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 43/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst tanggal 27 Mei 2024 yang dimintakan banding perlawanan tersebut," ujar Mulyono.

Majelis Hakim Tinggi menegaskan surat dakwaan jaksa KPK sudah memenuhi syarat formil dan syarat materiil sesuai Pasal 143 Ayat (2) huruf a dan huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Oleh karena itu, PT DKI menginstruksikan Pengadilan Tipikor meneruskan pemeriksaan kasus yang melilit Hakim Agung nonaktif tersebut.

“Surat dakwaan sah untuk dijadikan sebagai dasar memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi atas nama Gazalba Saleh,” ucap Mulyono.

Mahkamah Agung menerbitkan Perma No 1 tahun 2020, dimana aturan ini memungkinkan hakim untuk menjatuhkan pidana penjara seumur hidup bagi koruptor.re - (republika.do.id)

Isi eksepsi Gazalba yang dikabulkan Pengadilan Tipikor Jakarta. Baca di halaman selanjutnya.

 

Dalam kasus ini, jaksa KPK mendakwa Gazalba Saleh menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp 62.898.859.745 atau Rp 62,8 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Dalam eksepsi, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menilai jaksa KPK tidak berwenang menuntut Hakim Agung dalam perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana nota keberatan tim hukum Gazalba Saleh.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim sependapat dengan tim hukum Gazalba yang memandang jaksa KPK tidak menerima pelimpahan kewenangan dari Jaksa Agung RI untuk melakukan penuntutan terhadap Gazalba Saleh.

Ketentuan menuntut ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI. Dengan demikian, KPK diminta langsung membebaskan Gazalba Saleh setelah putusan dibacakan.

Dalam perkara ini, Gazalba didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 650 juta bersama pengacara asal Surabaya bernama Ahmad Riyad. Uang itu diberikan menyangkut pengurusan perkara terdakwa kasus pengelolaan limbah B3 bernama Jawahirul Fuad.

Gazalba disebut Jaksa Komisi Antirasuah telah menerima jatah Rp 18.000 dolar Singapura atau Rp 200 juta. Dalam dakwaan keduanya, Jaksa KPK menyebut Gazalba juga menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang hingga Rp 62,8 miliar. Uang itu terdiri dari Rp 200 juta dari Jawahirul Fuad dan Rp 37 miliar dari terpidana Peninjauan Kembali (PK) bernama Jaffar Abdul Gaffar.

Tidak hanya itu, Hakim Agung ini juga diduga telah menerima uang 1.128.000 dolar Singapura atau Rp 13.367.612.160 (Rp 13,3 miliar) dan 181.100 dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 2.901.647.585, dan Rp 9.429.600.000. Dengan demikian, jumlah uang yang diterima Gazalba Saleh mencapai Rp 62,8 miliar.

Gazalba diduga menyamarkan dan menyembunyikan asal-usul uang itu dengan cara membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang asing. Hakim Agung kamar pidana itu juga diduga membeli Mobil Toyota Alphard, emas Antam, properti bernilai miliaran rupiah menggunakan uang panas tersebut.

Atas perbuatannya, jaksa KPK mendakwa Gazalba melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

 
Berita Terpopuler