Gazalba Saleh Bebas Lewat Putusan Sela, KPK akan Ajukan Banding, Bahaya Kalau Dibiarkan

Putusan sela ini dinilai dapat menjadi celah bagi terdakwa di kasus korupsi lain.

Republika/Flori sidebang
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata
Rep: Rizky Suryarandika Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana mengajukan banding atas bebasnya Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. KPK keberatan dengan majelis hakim yang mengeluarkan putusan sela membebaskan Gazalba. 

Baca Juga

"Jaksa harus banding dan meneruskan perkara pokoknya," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan, Selasa (28/5/2024).
 
Alex menerangkan putusan sela perkara Gazalba sangat berbahaya kalau dibiarkan. Pasalnya, majelis hakim menggunakan argumentasi persidangan tak dapat diteruskan lantaran tidak adanya surat delegasi dari jaksa agung kepada penuntut umum KPK.
 
Alex memandang pertimbangan tersebut dapat menjadi celah bagi terdakwa di kasus korupsi lain guna menghindari perkara hukum. Alhasil, Alex khawatir perkara di KPK akan buntu kalau putusan sela semacam itu tersebut ditiru.
 
"Bisa-bisa perkara-perkara yang saat ini sedang dalam proses naik ke penuntutan juga terhenti kalau hakim-hakim lainnya berpendapat sama," ujar Alex.
 
Diketahui, Gazalba sudah dikeluarkan dari Rumah Tahanan (Rutan) cabang Gedung Merah Putih KPK pada 27 Mei 2024 malam.  Gazalba keluar menyusul putusan sela yang berpihak kepadanya. 
 
Lewat putusan yang diketok di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Gazalba lolos untuk sementara ini dari perkara gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam kasus pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
 
 

Dalam pertimbangannya, Hakim menilai bahwa Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki wewenang dan tidak berwenang melakukan penuntutan dalam kasus Gazalba Saleh karena tidak ada surat pendelegasian dari Jaksa Agung. Sehingga surat dakwaan jaksa KPK dianggap tidak dapat diterima. 
 
Walau demikian, putusan sela yang diberikan Majelis Hakim tidak masuk kepada pokok perkara atau materi. Sehingga apabila Jaksa Penuntut Umum KPK sudah melengkapi administrasi pendelegasian wewenang penuntutan dari Kejaksaan Agung, maka sidang pembuktian perkara bisa dilanjutkan.
 
Adapun dalam kasus tersebut, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan TPPU senilai Rp 25,9 miliar selama kurun waktu 2020 hingga 2022.
 
Dakwaan gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba senilai Rp200 juta terkait pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad di Mahkamah Agung (MA) yang mengalami permasalahan hukum soal pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.
 
Untuk TPPU senilai Rp25,7 miliar, Gazalba didakwa menggunakan uang hasil gratifikasi dan penerimaan lain dengan membelanjakannya dengan identitas dan nama orang lain.
 
Atas dakwaan gratifikasi, Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Sementara atas dakwaan TPPU, Gazalba terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

 

 

 
Berita Terpopuler