Judi Online Menggerus Perekonomian dan Moral Bangsa

Daya beli masyarakat menurun imbas judi online.

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Warga mengakses situs judi online melalui gawainya di Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/5/2024).
Rep: Muhammad Nursyamsi/Frederikus Bata/Rizky Suryarandika Red: Satria K Yudha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena judi online (judol) semakin mengkhawatirkan. Maraknya transaksi judol berdampak negatif bagi perekonomian dan moral bangsa Indonesia.

Baca Juga

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, aktivitas judol tak sekadar buruk bagi aspek sosial maupun norma, melainkan juga dari sisi ekonomi. Eko mengatakan perputaran uang yang masif dari sektor judol tak memiliki efek apa pun dalam mendorong perekonomian Indonesia. 

"Tentu saja judi online ini sangat merugikan perekonomian," ujar Eko saat dihubungi Republika, di Jakarta, Sabtu (15/6/2024).

Selain dari ekonomi secara makro, Eko menyampaikan daya beli masyarakat sebagai salah satu sumber daya penggerak ekonomi pun akan menurun imbas dari judol. Eko memastikan para pekerja yang kecanduan judol tidak akan mampu bekerja secara maksimal. "Judol membuat masyarakat tidak produktif," ucap Eko.

Oleh karena itu, Eko menilai upaya memerangi judol sudah tepat. Eko menyampaikan pembiaran atas aktivitas judol akan memiliki dampak besar dalam jangka panjang.  "Judol juga menyusutkan potensi likuiditas sektor keuangan bagi sektor riil," kata Eko. 

Maraknya judol juga berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Judol yang sebetulnya hanya sebuah “jebakan”, dapat membuat masyarakat yang berada di ambang batas kemiskinan, jatuh ke jurang kemiskinan.

Pemerintah melalui Menko PMK Muhadjir Effendy melontarkan wacana kontroversial, yaitu memberikan bansos bagi masyarakat yang jatuh miskin akibat judol.

Jangan diberikan bansos...lanjut baca>>>

 

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adinegara buka suara terkait wacana tersebut. Bhima mengkritisi wacana pemerintah memberikan bantuan sosial kepada pelaku judol. Menurutnya, jika direalisasikan, maka bansos tidak tepat sasaran. Ada langkah lain yang bisa lebih solutif. 

"Harusnya masuk panti rehabilitasi baik yang dikelola pemerintah maupun swasta. Jadi pemerintah cukup membiayai pelaku judu online selama di panti rehab," kata Bhima kepada Republika, Sabtu (15/6/2024).

Ia menjelaskan, di panti rehab, pelaku judi online diarahkan ke hal-hal produktif, seperti pelatihan wirausaha. Hal yang paling penting orang tersebut bisa sembuh dari kecanduan judol.

Lalu, ketika kembali ke masyarakat, ia memiliki pendapatan dari aktivitasnya selama menjalani rehabilitasi. "Masih banyak orang miskin yang butuh DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dibanding para pelaku yang miskin karena judi online," ujar Bhima.

Ia menilai judi online termasuk tindakan kriminal. Kurang tepat jika orang yang berkecimpung di aktivitas tersebut mendapat bansos. "Ini artinya pemerintah mau subsidi pelaku judi online pakai uang negara," ujar Bhima.

Menurut dia, pemerintah harus sepenuhnya fokus pada pencegahan. Menurutnya, judi online akan terus ada jika pemberantasan di hulu tidak serius. 

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebelumnya mengungkap nilai transaksi judi daring terus mengalami peningkatan. Adapun kalkulasinya sejak tahun lalu hingga kuartal pertama 2024 mencapai Rp600 triliun.

Ketua PPATK Ivan Yustiavandana menyebut nilai transaksi judi daring pada 2023 mencapai 500 triliun. Kemudian jumlahnya terpantau oleh PPATK naik Rp 100 triliun pada kuartal pertama tahun 2024.

"Sejak tahun sebelummya, yang sudah mencapai lebih dari Rp 500 triliun kalau ditambah hingga kuartal pertama 2024 sudah mencapai Rp 600 triliun," kata Ivan.

Ivan menjelaskan, uang ratusan triliun itu dikirim ke sejumlah negara. Walau nominal berbeda-beda, namun dana yang keluar dari Indonesia tetap signifikan dari transaksi judi daring itu. 

"Ya ke beberapa negara bervariasi nilainya, tapi relatif signifikan semua," ujar Ivan.

Meski nilainya cukup besar, tapi Ivan mengamati transaksinya cenderung menurun. Namun, Ivan mengimbau aparat guna mewaspadai pola-pola baru. "Karena permintaan yang besar, ada potensi naik melihat data kuartal I 2024," ucap Ivan.

Selain itu, Ivan mengatakan transaksi judi daring ini sudah bisa dihambat lewat sinergitas antar lembaga yang semakin kuat. Apalagi dalam satuan tugas (Satgas) Judi Online di bawah pimpinan Menkopolhukam Hadi Tjahjanto.

"Jika penanganan tidak serius dilakukan, data menunjukkan kecenderungan jumlahnya akan semakin besar lagi," ucap Ivan.

 
Berita Terpopuler