Zelenskyy Sebut Ukraina Akui Palestina Sebagai Negara Merdeka

Menurut Zelenskyy, Kiev akan melakukan segalanya untuk mengakhiri konflik di Gaza.

AP Photo/Petr David Josek
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan, negaranya mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Pada Ahad (26/2024), Zelenskyy mengatakan, Kiev akan melakukan segalanya untuk mengakhiri konflik di Jalur Gaza.

Baca Juga

"Ukraina mengakui dua negara, Israel dan Palestina, dan akan melakukan segalanya untuk menghentikan Israel, untuk mengakhiri konflik serta penderitaan warga sipil ini," kata Zelenskyy pada Dialog IISS Shangri-La di Singapura.

Palestina saat ini diakui oleh sembilan negara anggota Uni Eropa. Delapan negara, Bulgaria, Siprus, Republik Ceska, Hongaria, Malta, Polandia, Rumania dan Slovakia mengakuinya pada 1988 sebelum bergabung dengan Uni Eropa, dan Swedia pada 2014.

Secara total, Palestina diakui sebagai negara berdaulat oleh 143 negara dari sebanyak 193 negara yang merupakan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Majelis Umum PBB memutuskan pada 1947 untuk membagi Palestina yang dikuasai Inggris menjadi negara-negara Arab dan Yahudi, dengan Yerusalem ditempatkan di bawah rezim internasional khusus.

Pembagian tersebut rencananya akan dilakukan pada Mei 1948, ketika mandat pemerintah Inggris akan berakhir, tetapi ternyata hanya negara Israel yang didirikan. Sejak saat itu, Palestina mencari pengakuan diplomatik atas negara merdeka mereka di wilayah Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, yang sebagian diduduki oleh Israel, serta Jalur Gaza.

 

Sejarah Perlawanan Palestina - (Republika)

Pada Kamis (30/5/2024), Pemerintah Slovenia mendukung mosi untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Pemerintah Slovenia merujuk mosi tersebut ke Majelis Nasional untuk mendapatkan persetujuan akhir, kata Perdana Menteri Slovenia Robert Golob setelah sidang pemerintah, menurut Badan Pers Slovenia.

Majelis Nasional diperkirakan akan melakukan pemungutan suara mengenai mosi tersebut minggu depan, lapor badan pers tersebut. Kementerian Luar Negeri Slovenia juga mengatakan bahwa proses pengakuan kemerdekaan Palestina "mengirimkan sinyal kuat kepada negara-negara lain" untuk mengikuti contoh Slovenia, Irlandia, Norwegia dan Spanyol.

Kementerian lebih lanjut mengatakan pengakuan atas Palestina menegaskan kembali peran Slovenia di Dewan Keamanan PBB sebagai "promotor perdamaian (dan) keamanan" dan posisi lama negara tersebut bahwa "solusi jangka panjang terhadap konflik Timur Tengah hanya dapat dicapai melalui solusi dua negara."

"Saya senang Pemerintah Slovenia mengambil langkah bersejarah. Bangsa Israel dan Palestina mempunyai hak untuk membesarkan anak-anak mereka dengan damai, aman dan sejahtera di negara mereka masing-masing," kata Menteri Luar Negeri Slovenia Tanja Fajon.

"Pengakuan atas Palestina adalah satu-satunya cara bagi kedua negara dan masyarakat untuk hidup berdampingan secara damai," tambahnya.

"Jumlah negara-negara Eropa yang berpikiran sama terus bertambah, yang merupakan tanda jelas bahwa UE mengambil peran yang lebih aktif dalam penyelesaian konflik ini," katanya lagi.

Dalam pernyataan bersama di Forum Kerjasama China-Arab di Beijing, Jumat (31/5/2024), China dan negara-negara Arab mengecam Amerika Serikat (AS) atas penggunaan hak veto terhadap pemberian status kenegaraan penuh kepada Palestina. Kedua belah pihak meminta dewan untuk mengadopsi resolusi yang mengikat guna mencapai gencatan senjata yang segera, komprehensif, dan abadi di Gaza.

Kedua belah pihak mengutuk serangan Israel yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina di Gaza, serta invasi kota Rafah dan pemboman kamp-kamp pengungsi. Serangan udara terhadap tenda kamp yang menampung pengungsi Palestina di Rafah menewaskan sedikitnya 45 warga sipil, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan melukai sekitar 300 lainnya pada Ahad lalu. Hal tersebut telah menuai kecaman global.

Mendukung tindakan Mahkamah Internasional (ICJ) terhadap Israel di Gaza, pernyataan bersama turut menuntut agar dewan tersebut menerapkan resolusi yang relevan dan mengembalikan kehidupan di Gaza menjadi normal. Keduanya menekankan bahwa solusi dua negara adalah jalan keluarnya dan menegaskan kembali seruan untuk diadakannya konferensi internasional mengenai Palestina yang dapat mengarah pada penyelesaian konflik.

“Perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan tidak dapat dicapai tanpa mengakhiri pendudukan wilayah Negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki, dan wilayah pendudukan Lebanon,” tambah pernyataan itu.

Adapun Washington telah memilih menentang pemberian status anggota penuh PBB kepada Palestina bulan lalu di Dewan Keamanan PBB. Dari 15 anggota Dewan Keamanan, 12 orang memberikan suara mendukung, sementara dua anggota abstain.

Pernyataan bersama tersebut muncul setelah Beijing menjadi tuan rumah pertemuan tingkat menteri ke-10 sejak Kamis (30/5/2024) yang dihadiri oleh pemimpin China Xi Jinping, serta empat pemimpin Arab. Forum tersebut berfungsi sebagai inisiatif dialog formal antara China dan Liga Arab untuk membahas mekanisme koordinasi multilateral utama antara negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan negara-negara Arab.

Ragam Faksi Militer di Palestina - (Republika)

 
Berita Terpopuler