Musik Haram? Ini Sahabat Nabi SAW dan Ulama Klasik yang Bolehkan Musik Berikut Alasannya

Ulama berbeda pendapat tentang hukum musik

pixabay
Ilustrasi Musik. Ulama berbeda pendapat tentang hukum musik
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nyanyian dan musik sepanjang zaman selalu menjadi wilayah perbedaan pendapat di antara para ulama.

Baca Juga

Lebih detailnya, ada bagian nyanyian dan musik yang disepakati keharamannya, namun ada juga yang diperselisihkan.

Bagian yang disepakati keharamannya adalah nyanyian yang berisi syair-syair kotor, jorok dan cabul. Sebagaimana perkataan lain, secara umum yang kotor dan jorok diharamkan dalam Islam. Terutama ketika musik itu diiringi dengan kemungkaran, seperti sambil minum khamar dan judi juga diharamkan.

Nyanyian dan musik diharamkan juga jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah seperti menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita, jika menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat atau menunda-nundanya dan lain-lain. Namun, jika sebuah nyanyian dan musik tidak seperti itu, barulah kemudian para ulama berbeda pendapat. 

Ada ulama yang masih tetap mengharamkan nyanyian dan musik, ada juga ulama yang menghalalkan nyanyian dan musik, demikian dijelaskan KH Ahmad Sarwat Lc pada laman Rumah Fiqih.

KH Ahmad Sarwat juga menjelaskan sebagian sahabat Nabi Muhammad SAW yang menghalalkan musik.

Berdasarkan banyak riwayat kita mendapatkan keterangan bahwa di antara para sahabat Nabi Muhammad SAW, tidak sedikit yang menghalakan lagu dan nyanyian.

Misalnya Abdullah bin Ja'far, Abdullah bin Zubair, Al-Mughirah bin Syu`bah, Usamah bin Zaid, Umran bin Hushain, Muawiyah bin Abi Sufyan, Atha bin Abi Ribah, Abu Bakar Al-Khallal.

Sumber lain yang dihimpun Republika.co.id dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al Ghazali, juga dijelaskan beberapa sahabat Rasulullah SAW yang menghalalkan musik. 

Di antaranya Abdullah bin Ja'far, Abdullah bin Zubair, Mughirah bin Syu'bah, Muawiyah dan beberapa sahabat lainnya biasa mendengar nyanyian. 

Ulama klasik halalkan musik 

Dalam laman Rumah Fiqih, KH Ahmad Sarwat menjelaskan beberapa ulama klasik yang menghalalkan nyanyian dan musik.

Imam asy-Syaukani...

Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar menuliskan bahwa para ulama Madinah memberikan kemudahan pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola.

Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi`i dalam kitabnya bahwa (sahabat Nabi) Abdullah bin Ja'far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya. Hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Radhyalahu anhu. 

Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al-Musayyib, Atha bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya`bi.

Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin, "Bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar."

Ibnu Umar pernah kerumahnya ternyata di sampingnya ada gitar, Ibnu Umar berkata, "Apa ini wahai sahabat Rasulullah SAW." Kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata, "Ini mizan Syami (alat musik) dari Syam?" Ibnu Zubair menjawab, "Dengan ini akal seseorang bisa seimbang."

Diriwayatkan dari Ar-Rawayani dari Al-Qofaal bahwa madzhab Malik bin Anas membolehkan nyanyian dengan alat musik.

KH Ahmad Sarwat menjelaskan, jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta`akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap wara (hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul di masanya. 

Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabiin menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Alquran maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.

Oleh karena itu bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut, sebagaimana disampaikan KH Ahmad Sarwat. Yakni, lirik lagu yang dilantunkan, alat musik yang digunakan, cara penampilan, akibat yang ditimbulkan, aspek tasyabuh atau keserupaan dengan orang kafir, orang yang menyanyikan.

Ulama klasik yang... 

Ulama klasik yang juga menghalalkan musik, menurut Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin adalah tokoh sufi yang terkenal dengan nama Abu Thalib al-Makki bernama asli Muhammad bin Ali bin ‘Athiyyah al-Haritsi al-Makki (wafat tahun 386 Hijriyah).

Abu Thalib al-Makki memang tidak dilahirkan di kota Makkah, akan tetapi karena ia tumbuh dan besar di sana, maka kemudian banyak yang menjulukinya dengan sebutan Al-Makki, sebuah penisbatan pada kota Makkah.

Abu Thalib al-Makki, setelah mengutip pendapat para ulama, berkata bahwa mendengar nyanyian itu diperbolehkan atau halal. 

Abu Thalib al-Makki berkata bahwa orang Hijaz di Makkah, biasa mendengar nyanyian pada hari-hari penting tertentu yang penuh barakah setiap tahun, yaitu hari-hari yang Allah SWT memerintahkan hamba-Nya berdzikir, seperti hari Tasyrik (tiga hari sesudah led al Adha atau tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Begitu pula halnya penduduk Madinah, mereka terbiasa mendengar nyanyian.

"Ulama sufi Atha mempunyai dua budak wanita yang bersuara merdu (biasa bernyanyi). Teman-teman Atha sering mendengar nyanyian kedua budak wanita tersebut. Al-Junaid, Sirri al-Saqathi, Dzun-Nun al-Mishri dan Harits al-Muhasibi, Ibnu Hasan al-Asqalani sering pula mendengar nyanyian religius," demikian dijelaskan Imam Al Ghazali bergelar Hujjatul Islam Zainuddin al-Thusi dalam Ihya Ulumuddin.

 

Mimsyad al-Dainuri berkata, "Aku bermimpi bertemu Rasulullah SAW lalu aku bertanya kepada beliau, 'Ya, Rasulullah, apakah engkau tidak menyukai sesuatu dari nyanyian?' Lalu beliau menjawab, 'Aku bukan tidak menyukai nyanyian, tetapi katakan kepada mereka bahwa mereka harus memulai nyanyian itu dengan sebuah ayat Alquran dan mengakhirinya dengan sebuah ayat Alquran pula'."

Mendengarkan musik dapat menghasilkan dopamin di otak. - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler