Benarkah Musik Haram? 7 Ulama Modern Timur Tengah Ini Menghalalkannya

Musik termasuk perkara yang hukumnya diperdebatkan ulama.

Antara/Aji Styawan
Ilustrasi pertunjukan musik. Musik termasuk perkara yang hukumnya diperdebatkan ulama
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pro kontra hukum musik selalu muncul dalam setiap masa. Tidak hanya pada masa klasik Islam tetapi juga era modern. 

Baca Juga

Perbedaan ini pun sah-sah saja, selama masih menjunjung tinggi nilai-nilai penghormatan terhadap perbedaan. Republika.co.id, menginventarisasi ulama kontemporer dari wilayah Timur Tengah yang memperbolehkan musik yaitu sebagai berikut: 

Pertama, Syekh Sayyid Sabiq pengarang kitab Fiqh as-Sunnah. Dia mengatakan: 

الغناء في مواضعه جائز , والذي يقصد به فائدة مباحة حلال وسماعه مباح , وبهذا يكون منفعة شرعية يجوز بيع آلته وشرائها لأنها متقومة) إنتهى 

"Nanyian dalam beberapa konteksnya boleh, dan yang dimaksud faedahnya boleh halal dan mendengarkannya boleh, dengan demikian pemanfaatannya menurut syari juga boleh seperti memperjualbelikan alat musik karena merujuk pada hukum boleh itu." (Fiqh as-Sunnah, jilad ketiga halaman 217, Bab Jual Beli Alat Musik). 

Kedua, Syekh Salman bin Fahd al-Audah, cendekiawan Muslim Arab Saudi

مسألة حكم الغناء والمعازف من المسائل الفرعية التي وقع فيها خلاف بين الفقهاء ...وهذا ينسحب من باب أولى على الأناشيد الإسلامية التي تصحبها الإيقاعات الموسيقية, فهي من المسائل التي يسوغ فيها الخلاف وليست من الاصول التي يناط بها الولاء والبراء فلاينبغي الإيغال فيها لتصبحهم الشباب وحديثهم في المجالس والمنتديات وكأنه لامشكلة لدينا اليوم سوى منعها أو إباحتها كما لايسوغ أن تكون سببا للفرقة وإختلاف القلوب بل الواجب أن يبقى للنفوس صفائها وللصدور سلامتها, وتبقى المودة والالفة بين المسلمين حتى لو إختلفوا في ذلك) إنتهى

“Persoalan nanyian dan musik adalah persoalan cabang yang diperselisihkan ulama. Dan ini tentunya keluar dari kategori ini lagu-lagu Islami yang diiringi dengan nada musik, ini perkara yang diperdebatkan, dan bukan termasuk ushul yang harus dilandasi prinsip al-wala wal bara, tidak perlu diperuncing lagi hingga melibatkan para pemuda dan mengajak mereka membincangkan isu ini di majelis-majelis, dan perkumpulan-perkumpulan, seakan-akan tidak ada persoalan lain dalam agama kita hari ini, kecuali melarang atau membolehkannya, dan tidak boleh diperuncing sampai menjadi biang perpecahan dan perselisihan hati, akan tetapi justru wajib hati tetap bersih, kasih sayang dan kelembutan antara sesama Muslim meski mereka berbeda pendapat soal musik.” (Pusat Ilmiah Islam Today, al-Qashim, 16 Jumadil Awal 1428 Hijriyah). 

Ketiga, Syekh Rasyid Ridha Mesir

فصلنا القول في سماع آلات الملاهي تفصيلاً فذكرنا أحاديث الحظر التي يستدل بها المحرمون مع تخريجها ، وأدلة الإباحة مع تخريجها ، وخلاف العلماء في الغناء والمعازف(آلات الطرب) وأدلتهم. ثم بحثنا في السماع من جهة القياس الفقهي ومن جهات أخرى ، وكان حاصل الجواب:-إنه لم يرد نص في الكتاب ولا في السنة في تحريم سماع الغناء وآلات اللهو يحتج به . -ورد في الصحيح أن النبي صلى الله عليه وسلم وكبار أصحابه سمعوا أصوات الجواري والدفوف بلا نكير . - الأصل في الأشياء الإباحة . - ورد نص القرآن بإحلال الطيبات والزينة وتحريم الخبائث . -لم يرد نص –صريح - عن الأئمة الأربعة في تحريم سماع الآلات . -كل ضار في الدين والعقل أو النفس أو المال أو العرض ، فهو من المحرم ولا محرم غير ضار . -من يعلم أو يظن أن السماع يغريه بمحرم حرم عليه . -إن الله يحب أن تؤتى رخصه كما يحب أن تؤتى عزائمه .-إن تتبع الرخص والإسراف فيها مذموم شرعًا وعقلاً .-إذا وصل الإسراف في اللهو المباح إلى حد التشبه بالفساق ، كان مكروهًا أو محرمًا .والله اعلم 

“Sudah kita jelaskan pendapat mendengarkan alat musik secara detail, kita jabarkan hadits-hadits larangan yang dijadikan dalil pihak yang melarang lengkap dengan takhrijnya, dan dalil-dalil yang memperbolehkan berikut takhrijnya, serta perbedaan pendapat ulama tentang nyanyian dan alat musik beserta dalil mereka. Kemudian kita bahas pula hukum mendengarkan melalui qiyas fikih dan aspek lainnya, dan kesimpulannya adalah: Belum ada nash dalam Alquran dan sunnah mengharamkan mendengarkan lagu dan alat musik yang bisa dijadikan dalil. Bahkan ada dalil sahih Nabi SAW dan pembesar sahabat mendengarkan suara para budak dan rebana, tanpa ragu lagi. Prinsip dalam hukum adalah boleh. Ada nash Alquran membolehkan perkara yang baik, perhiasan, dan perkara yang keji. Belum ada nashinash dari imam empat madzhab mengharamkan alat musi. Segala yang membahayakan agama, akal, jiwa, harta, atau kehormatan maka dia diharamkan dan tidaklah haram jika tidak membahayakan. Barang siapa mendengkarkan musik merasa menipunya dengan perkara haram ya jangan dengarkan. Sesungguhnya Allah mencintai agar keringanannya diambil sebagaimana perintahnya dijalankan. Jika keringanan itu di diambil dan berlebihan tentu tercara menurut syariat dan akal. Jika permainan yang boleh telah melewati batas sampai level kefasikan tentu ini makruh dan haram. Wallahu a’lam.” (Kitab Fatwa Syekh Muhammad Rasyid Ridha).

Keempat...

Keempat, Syekh Farid al-Anshari dari Maroko

أن مسألة الموسيقى من المسكوت عنه في الشرع لادليل على تحريمه في الكتاب او السنة فهو عفو مباح ويحرم فقط لمقصد إستخدامه وقد كانت الموسيقى وآلاتها معروفة منذ الجاهلية وقبل الإسلام فهاهو الاعشى يلقب (بصناجة العرب) وهي مماعمت به البلوى فهل يعقل في مسألة هذا حالها ولا يوجد نص صريح صحيح عن التحريم فيها؟! فحتى حديث المعازف ظني الدلالة وهو في باب الفتن وليس التشريع وما كان الله سبحانه لينسى فلاتقدم اقوال الرجال على الكتاب والسنة فنحن نتعبد الله بمايريد وليس بما نريد ولا يعني هذا الاسراف وتضييع الاوقات الذي يؤدي إلى الغفلة والإعراض عن ذكر الله وهجر القرآن ويوصم صاحبه بالسفه ونقص المروءة

"Perkara musik termasuk yang didiamkan dalam syariat, tak ada dalil keharamannya dalam Alquran dan sunnah, maka dia adalah dispensasi dan boleh. Dia bisa haram dengan tujuan penggunaannya. Musik dan alatnya sudah populer senjak jahiliyah dan sebelum Islam, lihatlah Al-A’sya yang digelari biduawan Arab, dan ini sudah jamak di publik ketika itu, bagaimana mungkin persoalan ini tidak tersentuh  dalil tegas yang sahih terkait keharamannya? Termasuk juga nanyian, dalilnya adalah masih prasangka. Dan ini termasuk bab tanda akhir zaman bukan hukum syariat. Tidak mungkin Allah la. Jangan kedepankan pendapat orang di atas Alquran dan sunna, kita ini menyembah Allah sebagaimana dia kehendaki bukan kita yang kehendaki. Ini bukan israf yang berlebihan dan menyia-nyiakan waktu yang menyebabkan kelalaian dan berpaling dari dzikir kepada Allah atau meninggalkan Alquran lalu pelakunya dicap dengan kebodohan dan hilangnya marwah.” (Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=-tXveQBu2l8)

Kelima, Syekh Mahmud Syaltut, mantan Grand Syekh Al-Azhar 

فسماع الالات ذات النغمات لايمكن ان يحرم باعتباره صوت الة او صوت انسان وانما يحرم اذا استعين به على محرم او الهى عن واجب

“Mendengkarkan alat musik yang mempunyai nada tidak mungkin diharamkan dengan mendudukannya sebagai suara alat atau suara manusia saja, melainkan dia bisa haram jika digunakan untuk perkara haram atau melenakan dari perkara wajib.” (Fatawa al-Imam Mahmud Syaltut, halaman 414). 

Keenam, Syekh Muhammad al-Ghazali, ulama Mesir,  

هناك اغان اثمة وهناك اغان سليمة شريفة المعنى قد تكون عاطفية او دينية وقد تكون عسكرية تتجاوب النفوس معها”

“Ada nanyian yang berdosa dan nanyian yang sehat dan mulia maknanya, terkadang sensitif atau religi, atau militeris (menggelora) yang membangkitkan jiwa.” Dalam hidupnya, dia terang-terangan mendengarkan karya penyanyi Mesir Abd el-Wahab. Syekh Al-Ghazali pun mendapat hujatan dari para fundamentalis atas sikapnya itu (as-Sunnah an-Nabawiyah Baina Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadits halaman 70). 

Ketujuh, Syekh Ali Thanthawi, mantan Grand Syekh Al-Azhar Mesir

ليس الغناء والموسيقى مما  استقبحه الشرع لذاته لكن يطراء عليهما التحريم   فى حالات

“Tidaklah nanyian dan musik termasuk perkara yang dianggap buruk syariat karena dzatnya, tetapi sebab perkara yang muncul atas keduanya di beberapa kondisi.” (Fatawa Syekh Ali Thanthawi, halaman 78).  

Mendengarkan musik dapat menghasilkan dopamin di otak. - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler