Bank Syariah Didorong Jaga Ketahanan dan Pertumbuhan Berkelanjutan

Aset perbankan syariah naik 10,4 persen (yoy) menjadi Rp 851 triliun.

Dok Republika
Jurnalis mengambil foto saat paparan kinerja kuartal I 2024 bank syariah.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan syariah Indonesia didorong menjaga ketahanan dan pertumbuhan positif agar senantiasa menjalankan peran strategisnya dalam pengembangan ekonomi syariah dan senantiasa membawa kebermanfaatan bagi umat. Untuk itu, perbankan syariah diharapkan terus meningkatkan kolaborasi serta konsolidasi dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama dalam memperkuat inklusi dan literasi ekonomi syariah.

Baca Juga

“Kita patut mengapresiasi kemajuan perbankan syariah yang terlihat dari berdirinya PT Bank Syariah Indonesia Tbk, transformasi BPD Syariah, kehadiran BPR Syariah di berbagai daerah, hingga berkembangnya skema pembiayaan KPBU syariah,” ujar Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin Hal tersebut dalam acara Halal Bi Halal Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) yang mengangkat tema “Konsolidasi Perbankan Syariah Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional yang Berkelanjutan” di Jakarta, Senin (13/5/2024).

Dalam acara ini, Wapres juga menyampaikan empat arahan bagi pengembangan industri perbankan syariah. Pertama, meningkatkan ketahanan dan daya saing industri perbankan syariah, terutama dalam menjaga kualitas tata kelola dan manajemen risiko. 

Kedua, meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia perbankan syariah, serta digitalisasi perbankan syariah. Ketiga, meningkatkan kontribusi perbankan syariah dalam perekonomian nasional. Terakhir, memperkuat sinergi dan kolaborasi peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah.

Sementara itu, Ketua Umum Asbisindo Hery Gunardi mengatakan, selain prinsip bank syariah yang menjalankan nilai-nilai Islami dan mendorong kebermanfaatan bersama, bank syariah relatif memiliki daya tahan lebih baik dibandingkan dengan bank umum konvensional.

“Kita baru saja melewati ekonomi pasca-covid dan kini dihadapkan pada kondisi ekonomi global dan domestik yang sangat menantang dipicu oleh geopolitik,” ujar Hery Gunardi yang juga selaku Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI). 

Ia menambahkan di 2023, sejalan pasca-Covid, bank syariah menunjukkan tren kinerja positif. Bank syariah di Indonesia berjumlah 33, terdiri atas 14 Bank Umum Syariah (BUS) dan 19 Unit Usaha Syaraih (UUS) dengan jumlah layanan mencapai 2.392. 

Data OJK juga menunjukkan fungsi intermediasi bank syariah berjalan dengan baik. Pembiayaan yang disalurkan (PYD) dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah tumbuh positif masing-masing sebesar 15,8 persen (yoy) menjadi Rp571 triliun dan 8,15 persen (yoy) menjadi Rp 660 triliun.

Kinerja positif itu juga mendorong aset perbankan syariah naik 10,4 persen (yoy) menjadi Rp 851 triliun. Secara kualitas bank syariah juga membaik terindikasi dari Non Performing Financing (NPF) BUS yang per posisi Februari 2024 2,05 persen turun dibandingkan 2,37 persen per Februari 2023 dan NPF UUS turun menjadi 2,09 persen dibanding 2,31 persen per Februari 2023. Sementara itu, dari sisi ketahanan juga cukup solid dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Bank Umum Syariah (BUS) sebesar 25,35 persen.

Saat ini, Indonesia dinilai terus konsisten menjadikan kebijakan ekonomi dan keuangan syariah sebagai salah satu bauran strategi pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan. Terbukti, peringkat ekonomi syariah Indonesia menurut catatan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2023 berada di peringkat tiga secara global, naik satu peringkat dari tahun sebelumnya,” papar Hery.

Hanya saja, lanjut Hery, masih terdapat tantangan untuk bersama-sama mendorong literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia. Sebab, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2022, indeks literasi keuangan syariah di Indonesia baru mencapai 9,14 persen , sedangkan inklusi keuangan syariah sebesar 12,12 persen. Angka tersebut masih jauh di bawah indeks literasi dan inklusi keuangan nasional yang masing-masing sebesar 49,68 persen dan 85,1 persen.

 
Berita Terpopuler